All Chapters of Malam Pertama dengan Janda Anak 2: Chapter 61 - Chapter 70

209 Chapters

61. Minta Dukungan

PoV Luna"Apa yang sebenarnya terjadi Luna? Apa maksud video yang ditunjukkan Dhuha kemarin? Kenapa bisa ada video suara kamu di dalam mobil kamu pula bersama lelaki lain? Siapa lelaki itu?" cecar papaku dengan suara yang lemas. Aku tahu ia kecewa dan juga syok. "Pa, sudah, Luna sendiri masih syok. Mama percaya anak kita, pasti hanya salah paham. Bisa saja itu kerjaan orang yang mau merusak rumah tangga Luna dan Dhuha. Kita harus cari tahu dan jangan gegabah. Kamu juga harus bilang mama mertua kamu, Luna. Bukankah beliau yang paling mendukung hubungan ini?" mama mengusap pundakku pelan. Air mata ini tidak mau berhenti, sehingga aku tak bisa menjawab ucapan mama dan papaku. Semuanya masih menyesakkan dada. Ditambah nomor ponselku di blokir mas Dhuha. Aku tidak ingat persis kejadian hari itu, tapi.... "Terserah Mama saja. Papa pusing. Jika saja anak kita ini tidak tertipu bule di sana, tidak akan mungkin kita bangkrut, Ma. Sekarang, disaat kita berharap bisa membangun usaha kembali d
last updateLast Updated : 2024-10-05
Read more

62.

Mama mertuaku melemparkan ponselnya begitu saja sambil mengurut dada. "A-ada apa, Mbak?" tanya mamaku. "Itu, ada orang nomornya gak dikenal, kirim video aneh-aneh. Mereka kira, saya remaja labil atau perempuan gak bener. Dasar anak jaman sekarang!" Mama dan aku akhirnya bisa bernapas lega. Namun, aku tidak yakin setelah ini jika mama mertuaku memperhatikan video itu kembali. Aku yakin sekali, Dhuha yang mengirimkan pada mamanya, tetapi kenapa mama bilang nomornya gak dikenal? "Tadi, sambung yang tadi. M-maksud kamu gimana, Luna? Anak Mama menceraikan kamu?" aku mengangguk. Drama air mata mulai aku peragakan agar mama mertuaku iba. "Gak mungkin. Kalian mau akad ulang dan resepsi. Undangan cetak sudah dipercetakan dan undangan online sedang dirapikan. Kamu pasti salah dengar, Nak. Gak mungkin Dhuha melakukan hal bodoh seperti itu. Sebentar Mama telepon anak itu." Mama mengambil kembali telepon genggam yang tadi ia lemparkan di atas sofa. Wajahnya menyiratkan keadaan khawatir dan ti
last updateLast Updated : 2024-10-06
Read more

63. Wawancara Kerja

"Dion, kamu mau tolong Mbak?" tanyaku pada Dion yang tengah bermain video game di kamarnya. "Tolong apa?" tanyanya balik tanpa melihat ke arahku. "Cari informasi tentang suamiku." Dion meletakkan remote game-nya. Ia menghela napas. "Kata papa, Mbak dicerai?" "Iya, tapi talak itu tidak berlaku karena aku sedang hamil.""Mas Dhuha bukannya tidak KDRT, tidak galak, tidak pelit, baik malah. Tapi kenapa bisa Mbak ditalak?" cecar Dion sambil terus menatap kearahku. "Suamiku itu.... ck, udahlah, kamu gak perlu tahu detail urusan Mbak. Mbak cuma minta tolong sama kamu untuk menguntit mas Dhuha. Ke mana saja dia? Apa yang dia lakukan, sama siapa? Cek ke kantornya juga. Kamu libur kan?""Iya, nanti Dion cari. Sekarang Dion mau main dulu, sorean Dion keluar." Dion malah menarikku keluar dari kamarnya. Dasar anak itu, susah sekali dimintai tolong. Selalu saja sibuk dengan urusannya. Padahal, jika bukan suamiku yang bayarin kuliah, Dion pasti sudah putus kuliah, orang papaku bangkrut. Merasa
last updateLast Updated : 2024-10-07
Read more

64. Malam Pengantin Lagi

"Apa kamu siap bertanggung jawab jika ada hal buruk terjadi pada Aini, ketika kamu memutuskan kembali menikahinya?! " tanya opa Fauzi pada siang Cucu. "Mama gak akan tega melakukan hal jahat, Pa. Dhuha kenal mama.""Yang kenal dengan diri kita adalah kita sendiri. Bukan orang lain. Apalagi kamu tidak tinggal satu rumah lagi dengan mama kamu. Opa hanya ingatkan, jika sesuatu hal buruk terjadi pada Aini dan anak-anaknya karena kamu, maka Opa tidak akan tinggal diam!""Opa, jangan begitu! Bagaimana juga, mas Dhuha cucu Opa. Darah daging keluarga Opa dari anak sulung. Saya bukan siapa-siapa. Saya hanya orang lain yang datang dengan membawa dua anak. Saya pun, mungkin jika menjadi bu Maria, akan melakukan hal yang sama. Menolak anak lelaki hebat saya menikahi sembarangan perempuan. Maka dari itu.... ""Saya mau Mas Dhuha menolak saya!" Sambung Dhuha jelas. "Itu-itu terus yang kamu ucapkan, Aini. Gak ada yang lain? Aku udah bilang, aku gak mau ceraikan kamu, titik! Ada urusan yang harus a
last updateLast Updated : 2024-10-07
Read more

65. Curhat Dhuha pada Aini

"Mas, bukannya Mas punya istri yang lain? Kenapa gak tidurnya sama yang istri pertama saja?" tanya Aini dengan ekspresi datar. "Saya ini istri jadi-jadian. Jadi, gak perlu tidur bareng beneran. Lagian capek." Dhuha menggigit bibirnya agar tidak tertawa. Aini benar-benar polos. Jelas begituan ya capek. Kalau yang gak capek itu, tidur. "Ya sudah, yang penting sekarang, kamu udah jadi istri aku lagi." Dhuha mulai menikmati makan malamnya. Aini hanya memperhatikan tanpa bersuara lagi. Ia tidak mau merusak suasana makan malam suaminya yang begitu lahap. "Kamu pintar sekali memasak," kata Dhuha sambil menggerakkan kepalanya karena begitu takjub menikmati masakan sang Istri. "Saya memang pintar." Komentar Aini membuat Dhuha tertawa. "Iya, makanya kamu bisa bikin CEO ganteng kayak aku, balik lagi nguber-nguber kamu." "Habis makan, jangan langsung tidur, Mas. Nanti asam lambung." Aini mengingatkan saat Dhuha menguap lebar setelah menghabiskan nasinya. "Iya, aku mau duduk dulu. Kita ngob
last updateLast Updated : 2024-10-08
Read more

66. Suamiku Kembali Pada Mantannya

"Kim, lu bisa ke ruangan gue?" "Eh, udah masuk lu! Bukannya kata opa pengantin baru lagi?""Udah, masuk gue. Kata opa, pengantin basi karena gak ganti pasangan ha ha ha.... ""Oke, gue nanti ke ruangan lu."Dhuha menutup panggilannya pada Hakim. Ia benar-benar merasa ceroboh karena lupa bahwa ia pernah meminta Luna mengirimkan CV pada perusahaannya dan ia pula yang merekomendasikan pada pihak HRD. Tidak mungkin sekarang ia minta HRD memecat Luna karena mereka berdua sedang ada masalah? Apalagi, orang di kantornya yang tahu ia sudah menikah dengan Luna, hanya Hakim saja. Tok! Tok! "Masuk!" Pintu pun terbuka. Hakim berjalan masuk dengan santai. "Gimana pengantin, baru? Kayaknya lu makin gemuk aja.""Ck, baru dua hari. Gak dapat susu, baru dapat nasi doang!" Pletak! Hakim melemparkan pulpen ke arah Dhuha, untung saja pria itu bisa mengelak, sehingga mengenai kursi kebanggaannya saja. "Otak lu!" Hakim mendengus kesal. "Makanya, lu nikah, Kim. Emang lu gak jadi pacaran sama Intan?"
last updateLast Updated : 2024-10-08
Read more

67. Kejutan Tak Terduga

"Kamu yakin akan ke sana, Luna? Apa perlu Mama temani?" Luna menggelengkan kepala. "Biar Luna saja, Ma. Ini urusan wanita yang sama-sama pernah menikah dengan mas Dhuha. Aini itu sebenarnya bukan wanita jahat, ia hanya beruntung saja, Dhuha lebih berpihak padanya, daripada Luna.""Bukannya kamu baru masuk dan gak bisa kalau ijin? Bisa-bisa kamu kena SP." Luna menggigit bibirnya. Ia lupa bahwa sekarang ia sudah bekerja di kantor Dhuha. Masih baru pula, tentu saja tidak bisa ijin seenaknya. "Tidak jadi besok, Ma. Mungkin setelah training seminggu ini selesai. Luna gak ijin tidak masuk kantor, tetapi hanya ijin terlambat masuk. Luna harus membicarakan hal ini pada Aini agar wanita itu juga tahu diri dan gak kegeeran kalau mas Dhuha itu tinggal bersamanya."Selesai menyampaikan apa yang akan ia lakukan, Luna pun masuk ke kamarnya. Tubuhnya lelah karena ia sedang hamil muda. Untung saja bayinya kuat dan tidak membuatnya mabuk di kantor. ***Sementara itu, Dhuha sedang di kamar bersama
last updateLast Updated : 2024-10-09
Read more

68. Berciuman

"Nyonya, saya mau menyampaikan informasi setelah dua hari ini menjalankan tugas dari Nyonya." Maria menatap pemuda di depannya dengan serius. Tatapannya yang tadi fokus pada laptop, kini menjadi begitu tajam pada orang suruhannya. "Katakan cepat karena saya masih ada pekerjaan." Pemuda itu mengangguk. "Pak Dhuha, dinikahkan kembali dengan wanita bernama Aini. Pak Dhuha membawa pakaian ke rumah sederhana dan tinggal di sana. Rumah dan apartemen Pak Dhuha kosong. Pak Dhuha mengganti mobilnya dengan motor. Pak Dhuha tidak pernah pulang terlambat dan selalu mengantar anak lelaki kecil ke sekolah." Maria menelan ludahnya. "Ada lagi?""Tuan Fauzi sering berkunjung ke sana. Tuan besar juga sering antar jemput sekolah anak lelaki kecil yang bernama Izzam. Terakhir yang baru kemarin saya dapatkan informasinya, wanita bernama Aini itu hamil." Maria tidak bisa menahan tawanya. Bukan tawa gembira, melainkan tawa nestapa. Anak lelaki yang begitu ia banggakan. Anak lelaki yang seharusnya bisa m
last updateLast Updated : 2024-10-09
Read more

69. Luna yang Terkejut

Dhuha meletakkan kepalanya di atas tangan. Ia berbaring miring sambil menatap wajah polos Aini yang kini sudah terlelap. Istrinya masih kurang sehat, tapi karena ia tak bisa menahan diri, istrinya menjadi kelelahan. Dari wajah sederhana berkulit coklat itu, sorot mata pria itu kini berpindah pada perut Aini. Ia menghela napas, lalu memberikan senyuman. Dengan pelan dan hati-hati, Dhuha meletakkan telapak tangannya di atas perut Aini. Baik-baik di dalam sini sampai lahir ya. Do'akan ayah bisa menjadi ayah terbaik nanti dan do'akan ayah bisa segera jatuh cinta sama ibu. Dhuha mendaratkan kecupan di kening Aini. Lalu pria itu membetulkan selimut sang Istri. Sementara itu, Hakim yang baru saja melihat telepon genggamnya, tentu saja merasa terkejut akan pesan yang dikirimkan Dhuha. Ia baru saja selesai menyuapi Intan makan sambil menunggu suami istri itu sampai di rumah. Namun, hingga jam satu siang, tak kunjung pulang juga. "Waduh, Izzam!" Hakim terlonjak saat menyadari bahwa Izzam b
last updateLast Updated : 2024-10-10
Read more

70. Air mata

"Senang sekali rasanya saya boleh tidur di sini. Gak sia-sia ajak kamu tidur di hotel satu malam." Dhuha menarik garis bibirnya begitu lebar. Pria itu semangat menepuk-nepuk bantal yang persis di samping Aini. Intan sudah tidur dan sengaja ditaruh di pinggir dekat tembok. Awalnya Intan di letakkan di tengah oleh Aini, tetapi Dhuha menggernya. "Mas kapan mau tidur? Ini sudah jam sepuluh. Emangnya besok gak kerja?" protes Aini. Sejak jam sembilan malam ia berbaring karena sudah mengantuk, tetapi suaminya terus saja mengoceh tidak jelas. "Aku gak bisa tidur. Mungkin karena belum capek." Aini melotot pada suaminya. "Di depan rumah Bu Ahmad lagi direnovasi. Mas Dhuha kalau mau capek, ke depan aja!" Mendengar celetukan istrinya, membuat pria itu tertawa. "Iya, aku cuma bercanda. Lagian aku juga ngerti. Masa minta hak mulu. Nanti anak kita kenapa-napa!" Aini yang sudah memunggungi suaminya, kini tiba-tiba berbalik. "Anak kita? Anak kita itu kalau bikinnya pakai cinta. Kalau bikinnya kar
last updateLast Updated : 2024-10-10
Read more
PREV
1
...
56789
...
21
DMCA.com Protection Status