Malam Pertama dengan Janda Anak 2

Malam Pertama dengan Janda Anak 2

last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-30
Oleh:  Diganti MawaddahTamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
9.8
31 Peringkat. 31 Ulasan-ulasan
328Bab
249.5KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

"Kamu janda'kan? berarti sudah mahir dalam urusan ranjang. Ayo, buktikan padaku bagaimana caramu memuaskan suami di kamar!" wanita itu masih terpaku di tempatnya. "Ayolah, jangan diam saja! Buka bajumu!"

Lihat lebih banyak

Bab 1

1. Satu Kamar Mandi

"Pak, saya bisa jelaskan ini. Ini semua salah paham. Saya gak kenal wanita ini dan.... "

"Kalau gak kenal, kenapa bisa ada di sini? Kamar mandi masjid pula. Kamu gak punya duit buat sewa hotel apa?! Gak kenal tapi udah pelorotin celana!"

"Benar, bikin maksiat di rumah Allah. Udahlah, kita arak aja lelaki ini! Buka bajunya! Kalau perlu arak sampai kantor polisi!" Seru yang lain saling sahut menyahut.

Semua orang sudah mengelilingiku. Mereka semua marah dan bersiap menghajarku karena kepergok berada di kamar mandi masjid bersama wanita yang aku pun gak tahu siapa. Bisa mati konyol aku jika terus memaksa membela diri. Masyarakat yang tengah gaduh tak mungkin aku lawan seorang diri saja.

Di dalam kamar mandi, emangnya orang biasanya ngapain? Kalau udah buka celana tandanya emang kebelet. Gak mungkin aku buka warung di kamar mandi, apa lagi buka endors. Ampun, benar-benar warga di sini!

"Heh, malah bengong! Cepet!"

"Oke, oke, saya akan nikahi wanita ini!" Aku merasa tidak punya pilihan lain. Otakku yang biasanya bisa diajak berpikir logis, kali ini benar-benar buntu.

"Mbak mau gak mau harus nikah sama lelaki ini, paham!"

"I-iya, t-tapi saya udah gak punya orang tua, s-saya.... "

"Wali hakim saja. Ayo, jangan ditunda lama-lama, keburu banyak warga nanti malah main hakim sendiri!" Seru seorang bapak yang sibuk menaikkan sarungnya yang melorot.

Aku dan wanita yang tidak aku kenal itu akhirnya dibawa masuk ke dalam masjid. Ia terus menunduk dengan tubuh yang aku perhatikan gemetaran. Wajahnya pun tidak bisa aku lihat jelas karena tatapan kami tak pernah bertemu. Aku mengirimkan pesan pada Hakim, sahabatku, aku mengatakan bahwa saat ini aku sedang dalam masalah besar.

"Nama kamu siapa?"

"Dhuha Fajar Pratama, Pak." Aku menelan ludah. Bisa-bisa mama dan keluarga besarku kena serangan jantung jika tahu aku kena sial seperti ini.

"Ayo, Mas Dhuha. Silakan ijab qabulnya bisa dimulai sekarang. Lihat warga makin banyak ini!" Aku menoleh ke belakang dan begitu kagetnya aku, karena puluhan orang, baik lelaki dan perempuan. Bapak-bapak, ibu-ibu, remaja, bahkan anak kecil  menontonku dari halaman masjid. Bahkan ada yang sudah baw pentungan, golok, dan juga kayu besar. Membuat nyaliku semakin ciut saja.

"Nama Mbak siapa?" tanyaku sekilas meliriknya yang masih dalam keadaan menunduk.

"Aini binti Hamdan." Aku mengangguk.

Saya terima nikah dan kawinnya Aini binti Hamdan dengan mas kawin uang tunai satu juta rupiah, dibayar tunai!

Aku jadi suami? Aku harap segera bangun dari mimpi ini. Namun, begitu aku lihat mobil Hakim di depan masjid, maka dipastikan aku benar-benar tidak sedang bermimpi.

Sahabatku yang masih ada hubungan sepupu denganku itu terheran-heran melihatku. Ia menghampiriku yang tengah terduduk di tangga masjid.

"Apa yang terjadi, Du? Lo nikah? Dikawinin? Mana perempuannya?" tanya Hakim menoleh ke kanan dan ke kiri.

"Itu!" Aku menunjuk wanita itu dengan daguku. Ia masih menunduk sambil memilin ujung bajunya yang sepertinya lusuh.

"Serius? Itu? Lo yakin?" suara Hakim tak percaya. Aku mengangguk pasrah.

"Du, itu malah kayak gelandangan. Gila aja! Benar-benar orang di.... "

Sssttt!!! Aku menutup mulut Hakim agar tidak kebablasan menghardik.

"Udah terlanjur! Ayo, kita pulang!" Aku pun bangun dari duduk dan berjalan menuju motor gede yang tengah parkir manis di halaman masjid. Jika saja tidak kebelet buang air, maka aku juga tidak mau mampir ke masjid, tetapi malah semua jadi salah sangka dan yang terjadi adalah aku ternyata sudah punya istri.

"Hei, Aini, lo mau ikut gak? Apa mau mojok aja di situ?" tanyaku gemas karena sejak tadi, ia tidak bicara apapun. Ia bangun dengan cepat, lalu menyusul langkahku.

"Rumah lo di mana?"

"Di simpang dekat flyover depan, Mas."

"Oke, gue anter lo pulang."

"Mas, t-tapi kita udah nikah. S-saya udah jadi istri Mas Dhuha. Berarti saya.... " aku tertawa. Menertawakan perempuan kucel dan bau ini karena ia begitu percaya diri dengan apa yang barusan ia ucapkan.

"Lo kira, kita nikah beneran? Ya ampun, Mbak. Masih untung gue gak tampar lu karena bikin gue kena masalah gini. Udah, jangan bacot! Ayo, gue anter pulang!"

"Naik motor lu, ya? Bau banget. Gue gak mau mobil gue ternoda bini gelandangan lu!" bisik Hakim setengah bergidik.

"Iya, dia naik motor sama gue. Ayo, jalan!" Wanita itu pun duduk menyamping di boncengan belakang. Benar-benar aromanya membuatku ingin muntah, padahal aku sudah pakai masker.

"Mas, ini uangnya saya pakai untuk beli makanan boleh ya, mampir ke toko roti dulu atau tukang nasi, saya.... "

"Ah, lama! Gue anter lu pulang. Setelah itu urusan lo mau beli makan atau mau koprol!" Aku melaju dengan kecepatan tinggi menuju tempat tinggal yang ia sebutkan.

"Di ujung itu, Mas." Ia menunjuk bawah jembatan dengan jari telunjuknya.

"Mau ngapain lu disitu?"

"Di bawahnya rumah saya."

"Oh, gitu." Aku melambatkan laju motor sampai akhirnya berhenti di depan titik yang dituju wanita itu.

"Terima kasih, Mas. Ini uang maharnya sangat manfaat untuk.... "

"Ibu.... " aku terkejut mendengar suara anak kecil berseru dari arah bawah. Aku ikut menoleh meskipun tidak terlalu jelas.

"Lo udah nikah? Udah punya anak?" ia mengangguk gugup. Aku ternganga dibuatnya. Apalagi, bukan hanya satu anak, tetapi dua anak kecil muncul bersamaan dari lorong gelap. Anak kecil yang menggendong adik kecilnya.

"S-saya janda, Mas. Anak saya dua." Aku makin terkejut dibuatnya.

"Ibu, dapat makanan gak hari ini? Izzam sama adek udah lapar."

"I-ibu belum dapat makanan, Sayang. Tapi Om baik ini kasih Ibu uang. Kita beli makan sekarang ya." Bukan hanya aku, Hakim pun terdiam.

"Mas, terima kasih sudah mau kasih saya uang. Maafkan tadi sudah hampir membuat kita celaka. Mari, s-saya permisi."

Bersambung

Mohon dukungan teman-teman untuk cerbung baru saya. Terima kasih

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

10
94%(29)
9
0%(0)
8
3%(1)
7
0%(0)
6
3%(1)
5
0%(0)
4
0%(0)
3
0%(0)
2
0%(0)
1
0%(0)
9.8 / 10.0
31 Peringkat · 31 Ulasan-ulasan
Tulis Ulasan
user avatar
Agus Irawan
Sangat keren ceritanya, seru sekali.
2025-04-10 14:24:51
1
default avatar
Febriny
Saya sangat suka dengan d buku novel ini......
2025-04-09 17:36:15
1
user avatar
Dwi Novita
baru mulai membaca..jd blom bisa kasih komentar apa apa..
2025-04-08 08:37:45
1
user avatar
Raka
gems itu untuk apa ya... terimakasih
2025-01-27 18:38:45
4
user avatar
Kukie
berharap Alex tu beneran sayang dan tulus ama aini, sayang bgt.. seakan2 ML segalanya Iya sih dhuha baik, tapi mamah nya gak bgt Kayak, boleh gak sih sesekali jangan sama ML si mbak FL nya 🥲 Kalo alex baik kan enak ada second choice, Alexnya begitu jadi gak punya SML, akhirnya terpaksa milih dhuha
2025-01-05 14:51:45
3
user avatar
Bela Kuku
jangan di perumit ya thor, tolong di permukaan aja jalan cinta dhuha ama aini
2025-01-02 01:12:45
4
user avatar
Rhy-ta Mamta Ji
keren ceritanya
2024-12-29 20:49:25
2
user avatar
Nurwahida Ida
zy sudah baca beberapa bab TPI knapa dri awal LG...
2024-12-29 17:05:40
1
user avatar
Ivonny Saban Pello
sangat bagus
2024-12-21 08:29:08
1
user avatar
Titik Saraswati
ceritanya bagus mengangkat kehidupan yang ada di sekitar kita
2024-12-12 07:16:05
2
user avatar
Carissa Rhiannon Nicholle Gunawan
kesel bgt si dhuha klemer2 ga tegas ...
2024-11-20 22:10:42
1
user avatar
Raden Alit Kusumawati
ada sisi romantis nya ada sisi Kocakk nya .........
2024-11-17 17:49:01
2
user avatar
Amak Nirpana
bagus critanya
2024-11-03 21:45:16
2
user avatar
Athaya Keenan
ceritanya bagus
2024-10-31 19:58:54
2
default avatar
April Fitriyani
saya suka ceritanya bagus gak bosan membacanya
2024-10-27 12:27:23
2
  • 1
  • 2
  • 3
328 Bab
1. Satu Kamar Mandi
"Pak, saya bisa jelaskan ini. Ini semua salah paham. Saya gak kenal wanita ini dan.... ""Kalau gak kenal, kenapa bisa ada di sini? Kamar mandi masjid pula. Kamu gak punya duit buat sewa hotel apa?! Gak kenal tapi udah pelorotin celana!""Benar, bikin maksiat di rumah Allah. Udahlah, kita arak aja lelaki ini! Buka bajunya! Kalau perlu arak sampai kantor polisi!" Seru yang lain saling sahut menyahut. Semua orang sudah mengelilingiku. Mereka semua marah dan bersiap menghajarku karena kepergok berada di kamar mandi masjid bersama wanita yang aku pun gak tahu siapa. Bisa mati konyol aku jika terus memaksa membela diri. Masyarakat yang tengah gaduh tak mungkin aku lawan seorang diri saja. Di dalam kamar mandi, emangnya orang biasanya ngapain? Kalau udah buka celana tandanya emang kebelet. Gak mungkin aku buka warung di kamar mandi, apa lagi buka endors. Ampun, benar-benar warga di sini! "Heh, malah bengong! Cepet!""Oke, oke, saya akan nikahi wanita ini!" Aku merasa tidak punya pilihan
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-08-04
Baca selengkapnya
2. Serangan Jantung
"Dhuha, bangun! Opa kamu datang tuh!" "Ya ampun, Ma, Du baru aja tidur. Masa udah harus bangun lagi. Du ada meeting siang, jadi.... ""Bangun, Opa perlu bicara!" Aku pun langsung melompat begitu mendengar suara ayah dari pihak papaku yang aku panggil opa. Mata ini langsung segar, apalagi Opa Fauzi sudah duduk di depanku. "Maria, bawakan Papa pisang rebus di bawah.""Baik, Pa." Mama pun keluar dari kamar. Tinggal aku berdua opa saja. Tumben sekali opaku masih jam tujuh pagi sudah ada di rumahku. "Kamu ada masalah apa sama Monic?" aku mengernyit. "Oh, Monic, terlalu lebay, Pa. Jajannya banyak. Baru sekali jalan, udah minta dibelikan emas. Memangnya saya juragan?""Baru sekali, coba lagi. Siapa tahu dia berubah." Opaku masih berusaha membujuk. "Kesan pertama itu sangat membekas, Pa. Baru satu kali ketemu udah kapok.""Tapi Opa udah janji mau jodohkan kamu dengan Monic. Begini, perusahaan akan bisa berkembang jika kamu menikahi Monic. Papa Monic dan almarhum papa kamu udah menjodohka
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-08-04
Baca selengkapnya
3. Acie... Dhuha
"Lu kenapa gak belain gue tadi?" tanyaku kesal pada Hakim yang sejak kami keluar dari kamar perawatan opa, terus saja tertawa cekikan. "Gue gak mau kena omel opa. Mana berani gue ikut campur." Aku menghela napas kesal mendengar alasannya. "Gue aja berasa kayak mimpi kalau lu udah nikah beneran." "Itu bukan nikah beneran namanya. Buset, gue gak tahu kayak apa nanti opa, mama, dan yang lainnya kalau tahu wanita itu gelandangan dan janda! Anaknya dua pula. Duh, nasibku.... " Hakim menyalakan mesin mobil. "Pikirkan nanti saja yang penting sekarang, kita jemput dulu istri lu ha ha ha.... " aku meninju lengan Hakim yang sudah siap memutar stir. Sepanjang jalan, aku gak tahu mau bicara apa karena aku pun bingung. Alasan apa nanti yang aku ucapkan pada mama, opa, dan yang lainnya. Keluargaku adalah keluarga terpandang. Bahkan opa sudah menyiapkan simpanan warisan yang bisa digunakan sampai anak dan cucu tujuh turunan. Asalkan, semua anak cucunya bisa mengelola usaha dengan baik. "Bil
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-08-04
Baca selengkapnya
4. Kesepakatan Kerja Suami Istri
"Ibu, bajunya bagus sekali. Ibu jadi cantik dan wangi. Hhuumm.... " Anak lelaki kecil itu terus memeluk ibunya dengan erat sambil tersenyum begitu lama. Nampak sekali ia bahagia dan terpesona dengan bentukan ibunya yang baru. Kuakui dengan berganti pakaian dan menumpang sholat di masjid, wajahnya tidak sekucel seperti awal. "Izzam, ikut Om beli mainan yuk! Ibu mau bicara dulu sama Ayah Dhuha." Hakim yang sudah aku beritahu apa tugasnya, langsung bergerak cepat. "Iya, Om." "Adik Izzam siapa namanya, Mbak?" tanyaku. "Intan, Mas.""Umur?" "Setahun setengah." Aku memandangi wajah kecilnya yang tengah terlelap beralaskan kain gendongan. "Mbak mulung, Anak-anak ditinggal berdua saja?" ia mengangguk. "Kasihan kalau dibawa dua-dua. Tapi memang saya mulung gak jauh-jauh, Mas. Saya dua kali pulang kalau pergi mulung dari jam tujuh pagi sampai jam dua belas." Aku mengangguk paham. "Ayahnya anak-anak ke mana?" "Udah gak ada.""Meninggal?" ia mengangguk. "Usia kamu berapa?" tanyaku lagi.
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-08-04
Baca selengkapnya
5. Malam Pertama
Benar seperti tebakanku bahwa mamaku terdiam sepanjang jalan pulang ke rumah. Wajahnya nampak tidak senang dengan kenyataan bahwa aku menikahi janda anak dua. Aku pun bingung mau mengatakan apa karena ini semua serba tiba-tiba dan aku belum menyiapkan plan A ataupun plan B. "Tante mau mampir ke mana, biar Hakim anter," kata Hakim mencaurkan suasana. "Pulang saja. Tante mau bicara sama sepupu kamu ini!" Jawab mama ketus. Aku menelan ludah. Aku perhatikan Aini pun sama. Ia tertunduk malu sambil memilih ujung bajunya. "Masih lama gak sih, mobil kamu bau banget ini, Dhu. Apa nggak dicuci?" tanya mamaku sebal. "Dikit lagi Tante. Sabar ya. Iya, ini Dhuha belum sempat cuci mobil semalam, cucian mobilnya udah keburu tutup." "Ck, ya sudah, cepat, cepat!" Lima belas menit berlalu dan kami pun tiba di rumahku. Lebih tepatnya rumah mamaku. Untung saja Izzam dan adiknya masih tidur sampai aku dan Hakim membawa keduanya masuk ke kamarku yang ada di lantai dua. "Kamu di sini dulu, Aini. Jangan
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-08-04
Baca selengkapnya
6. Kesepakatan Kontrak Pernikahan
"Buka baju, Mas?" tanyanya dengan wajah polos. Aku terbahak sambil mengibaskan tangan. "Bukan, mana mungkin kita tidur seperti suami istri. Mbak, ini tuh seperti pernikahan kontrak. Imbalannya anak-anak dapat tempat tinggal nyaman, bukan di sini. Saya ada rumah sendiri. Mbak punya suami yang menafkahi. Punya mertua dan keluarga. Saya akan kasih uang juga, meski gak banyak, tapi saya akan tetap tanggung jawab. Gimana?""Baik, Mas. Terima kasih banyak atas kebaikannya. Saya gak tahu bagaimana membalas kebaikan Mas dan juga keluarga Mas.""Kamu cukup lakukan apa yang aku perintahkan. Oke! Oh, iya, satu lagi, kamu gak boleh ikut campur urusan pribadi aku. Paham kan maksudnya?""Baik, Mas." Aku mengangguk sambil tersenyum. Anggap saja aku tengah beramal dengan janda miskin dan juga anak yatim. Pasti Tuhan akan balas kebaikanku dengan kebaikan pula. Aku mematikan lampu kamar, kemudian ikut terlelap. Aini dan dua anaknya masih tetap tidur di bawah. Aku tidak mau merayu meminta mereka pinda
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-08-05
Baca selengkapnya
7. Pindah Rumah
Aku seperti bermimpi bisa bicara lagi dengan Luna. Sudah lama sekali tidak pernah WA apalagi telepon. Hanya sesekali saja aku mengomentari jika ia update status di akun media sosial instagramnya. Itu pun bisa dihitung dengan jari berapa kali dia posting. Terlihat ia sangat sibuk dan aktif sehari-harinya dan setahuku, ia tidak pernah posting foto lelaki yang sedang dekatnya. Jika pun ada foto lelaki, aku rasa itu temannya karena fotonya beramai-ramai. "Dhuha, kamu mau bengong sampai kapan?" teguran dari mamaku membuatku tersentak. "Eh, nggak bengong, Ma. Cuma lagi mikirin mungkin akan ajak Aini pindah ke rumah Dhuha," jawabku salah tingkah. Mama membuang wajahnya dan terlihat jengah dengan kehadiran Aini dan juga dua anaknya. "Lekas kalian makan, lalu bawa saja mereka ke rumah kamu. Maaf, Mama masih merasa kalian bukan seperti pasangan lainnya. Ini terlalu aneh! Seperti tidak ada wanita lain saja di luaran sana. Kenapa harus.... ""Ma, ada anak-anak!" Potongku cepat. Aini sudah menu
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-08-08
Baca selengkapnya
8. Tidak Boleh Naksir
"Kamu gak papa, Mas? Kayaknya gak senang ketemu aku?" tanya Luna dengan wajah cemberut. "Gak papa. Aku cuma kaget aja kamu tiba-tiba ada di kantorku. Dari mana kamu tahu? Oh, iya, aku buru-buru banget, ada meeting dan aku udah telat satu jam. Kamu tunggu di sini saja kalau gak bosan. Atau kamu bisa main ke mana dulu, nanti baru balik lagi sore. Aku beneran repot banget hari ini. Oke, Luna!" aku langsung berjalan cepat meninggalkan Luna yang tak sempat menjawab ucapanku. Jujur aku kaget dan senang, hanya saja timing-nya tidak pas. Aku benar-benar ditunggu untuk briefing. Jika aku terlambat lebih parah dari kemarin, bisa-bisa Om Aldo malah melaporkanku pada opa. Meeting baru selesai malam hari. Aku mendapatkan pesan WA Luna yang mengisyaratkan bahwa wanita itu sedikit kecewa karena aku abaikan. Tentu saja aku langsung membalas pesan itu dengan mengatakan bahwa besok malam, aku yang akan mengunjunginya. "Balik, Pak," sapa Erwin ; staf keuangan perusahaan yang kebetulan satu lift deng
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-08-10
Baca selengkapnya
9. Ngajak Balikan
"Maaf, Mas, saya sudah lancang menggunakan alat masaknya. S-soalnya saya beneran mau ngebantu bikin sarapan. Ini---" aku begitu senang melihat ada nasi goreng di atas meja, lengkap dengan telur mata sapi. Semalam aku memesan belanjaan dapur secara online dan aku memesan telur juga. "Wah, gak papa, Mbak. Bagus malah. Pantesan wangi banget aromanya sampai kamarku." "Syukurlah." Aku menarik kursi makan, sedangkan Mbak Aini menuangkan teh ke dalam gelasku. "Pagi ini kita belanja pakaian anak-anak, setelah kita dari rumah sakit. Opa ingin ketemu Mbak lagi." Wanita itu terdiam sejenak. "Saya agak khawatir. Takut kalau... ""Jangan khawatir, lebih galak aku daripada opa. Seperti yang pernah aku ajarkan, jangan bicara apapun saat ditanya, biar aku yang jawab nanti." "Baik, Mas, saya paham!""Anak-anak mana?" tanyaku saat tak melihat Intan maupun Izzam. Suaranya pun tidak kedengeran. "Masih tidur, Mas." "Oh, ya sudah, jangan dibangunkan. Kita sarapan saja dulu." Ia mengangguk, lalu meng
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-08-13
Baca selengkapnya
10. Aku Jomlo
Anak-anak terlihat happy, terutama Izzam. Kalau Intan karena masih terlalu kecil, sehingga belum keliatan antusiasnya. Hanya saja, bayi kecil sebelas bulan itu terus tersenyum sambil tepuk tangan. Jelas sekali kalau mereka belum pernah diajak ngemall. "Seriusan gak pernah masuk mall?" tanyaku pada Aini. Wanita itu menggeleng. "Pernah dulu sekali. Udah lupa juga dan mall nya gak sebesar ini," jawab Aini yang langkahnya masih tertinggal di belakangku. Wanita itu pasti tidak percaya diri karena penampilannya. Meski sudah memakai baju yang sempat tempo hari kami beli, ia tetap tidak percaya diri berjalan santai di dalam mall yang isinya kaum menengah ke atas. "Oh, gitu, pantesan Izzam keliatan senang dan agak norak he he he.... ""Jangankan ke mall, Mas, bisa mendapatkan botol plastik bekas, wadah air mineral gelas bekas untuk ditukar dengan yang saja rasanya udah bersyukur. Paling gak anak-anak gak sampe kelaparan." Aku mengangguk penuh simpati. Hidup yang dijalani mbak Aini pasti sa
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-08-14
Baca selengkapnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status