Share

9. Ngajak Balikan

last update Last Updated: 2024-08-13 17:07:14

"Maaf, Mas, saya sudah lancang menggunakan alat masaknya. S-soalnya saya beneran mau ngebantu bikin sarapan. Ini---" aku begitu senang melihat ada nasi goreng di atas meja, lengkap dengan telur mata sapi. Semalam aku memesan belanjaan dapur secara online dan aku memesan telur juga.

"Wah, gak papa, Mbak. Bagus malah. Pantesan wangi banget aromanya sampai kamarku."

"Syukurlah." Aku menarik kursi makan, sedangkan Mbak Aini menuangkan teh ke dalam gelasku.

"Pagi ini kita belanja pakaian anak-anak, setelah kita dari rumah sakit. Opa ingin ketemu Mbak lagi." Wanita itu terdiam sejenak.

"Saya agak khawatir. Takut kalau... "

"Jangan khawatir, lebih galak aku daripada opa. Seperti yang pernah aku ajarkan, jangan bicara apapun saat ditanya, biar aku yang jawab nanti."

"Baik, Mas, saya paham!"

"Anak-anak mana?" tanyaku saat tak melihat Intan maupun Izzam. Suaranya pun tidak kedengeran.

"Masih tidur, Mas."

"Oh, ya sudah, jangan dibangunkan. Kita sarapan saja dulu." Ia mengangguk, lalu meng
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (8)
goodnovel comment avatar
Mulia Sadat
ceritanya kren
goodnovel comment avatar
Mma Utha Utha
seru seru..isi luang
goodnovel comment avatar
Nath Sipul
knapa perlu ulang baca kembali sdgkn saya sudah sampai bab 15..
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   10. Aku Jomlo

    Anak-anak terlihat happy, terutama Izzam. Kalau Intan karena masih terlalu kecil, sehingga belum keliatan antusiasnya. Hanya saja, bayi kecil sebelas bulan itu terus tersenyum sambil tepuk tangan. Jelas sekali kalau mereka belum pernah diajak ngemall. "Seriusan gak pernah masuk mall?" tanyaku pada Aini. Wanita itu menggeleng. "Pernah dulu sekali. Udah lupa juga dan mall nya gak sebesar ini," jawab Aini yang langkahnya masih tertinggal di belakangku. Wanita itu pasti tidak percaya diri karena penampilannya. Meski sudah memakai baju yang sempat tempo hari kami beli, ia tetap tidak percaya diri berjalan santai di dalam mall yang isinya kaum menengah ke atas. "Oh, gitu, pantesan Izzam keliatan senang dan agak norak he he he.... ""Jangankan ke mall, Mas, bisa mendapatkan botol plastik bekas, wadah air mineral gelas bekas untuk ditukar dengan yang saja rasanya udah bersyukur. Paling gak anak-anak gak sampe kelaparan." Aku mengangguk penuh simpati. Hidup yang dijalani mbak Aini pasti sa

    Last Updated : 2024-08-14
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   11. Istri Rangkap Pembantu

    Aku tiba di rumah jam sebelas malam. Terlalu asik bercakap-cakap dengan orang tua Luna, membuatku lupa waktu. Sudah lama memang kami tak bertemu. Terakhir saat aku dan papanya tidak sengaja bertemu di acara pernikahan salah satu guru SMA kami. Tumben, lampu depan masih menyala, tapi rumah sepi. Aku membuka pintu dengan mudah karena tidak terkunci. "Assalamu'alaikum, Mbak Aini," panggilku. Namun, tak ada sahutan. Aku mengunci pintu kembali, kemudian memadamkan lampu ruang tamu. Aku terkejut saat melewati ruang makan dan melihat mbak Aini tengah tertidur. Ada aneka makanan terhidang di atas meja. Ya, ampun, aku lupa! Lupa kalau tadi pagi, aku minta mbak Aini untuk memasak. "Mbak, bangun!" Panggilku sambil menyentuh pundaknya dengan jari telunjuk. Wanita itu tersentak. "Eh, ya, ampun, saya ketiduran. Maaf, Mas. Mau makan ya, saya ---""Mbak, saya udah makan tadi. Maaf saya gak ngabarin Mbak Aini." Aku menahan tangan wanita itu saat hendak beranjak dari kursinya. "Oh, udah makan. Te

    Last Updated : 2024-08-15
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   12. Menjadi Istri, tapi Bukan Istri Beneran

    PoV Aini"Tadi malam ada apa, Ai? Kamu pulang diantar siapa?" tanya bu Santi; ibu dari Eko. Tetangga yang sama-sama memulung barang bekas plastik. "Oh, itu, mm... orang itu gak sengaja menyerempet saya di jalan, Bu, tapi tanggung jawab. Makanya saya diantar sampai atas. Oh, iya, Bu. Ini saya bayar utang beli beras kemarin." Aku menyerahkan uang seratus ribu dari dalam saku dasterku yang sudah lusuh. "Masih licin banget lembaran merahnya. Apa ini dari lelaki semalam?" tanya bu Santi penasaran. Aku pun mengangguk. Memang dari mas Dhuha. Mahar yang dia berikan untukku. "Uang ganti rugi?" aku tersenyum. Bu Santi benar-benar penasaran. "Ya sudah, saya terima. Tapi kamu gak papa, gak luka'kan?""Nggak, Bu, udah saya kasih minyak. Nanti juga sembuh. Saya mau keliling dulu. Mumpung Intan masih tidur.""Ya sudah sana jalan. Biar saya yang temenin Intan sama Izzam! Makannya udah kamu siapin kan?" aku mengangguk. Sudah masak semur telur dan tahu tadi dengan bumbu seadanya dan peralatan dapur

    Last Updated : 2024-08-16
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   13. Luna Bertemu Aini

    "Jadi nama kamu Aini?" tanya seorang wanita yang dipanggil mama oleh mas Dhuha. Itu berarti ini ibu mertuaku. Tatapannya tak bersahabat. Jelas saja, anaknya yang tampan dan kaya menikahi janda anak dua. "Iya, Bu. Eh, Ma," jawabku terbata. "Siapa suruh kamu panggil Saya mama? Saya belum menerima kamu jadi menantu di rumah ini!" Aku menelan ludah. Tenang Aini, kata suamimu, kamu hanya perlu jawab seperlunya saja. "Baik, Bu." "Suami kamu ke mana? Meninggal atau kabur?" "Suami saya.... ""Ibu, Intan nangis!" Seru Izzam dari dalam kamar. "Bu, maaf, saya ke kamar dulu." Aku pun bergegas berlari masuk ke kamar. Untunglah Intan menangis dengan suara kencang, sehingga alasannya tepat sekali aku untuk meninggalkan sejenak ibu mertuaku. Aku terkejut saat beliau tiba di rumah karena mas Dhuha tidak pesan apapun perihal kedatangan ibunya. Bisa jadi memang beliau ingin tiba-tiba saja berkunjung untuk mencari informasi tentangku dan anak-anakku."Ibu, itu nenek kan?" tanya Izzam yang duduk di

    Last Updated : 2024-08-19
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   14. Kalian Belum Malam Pertama?

    Sore hari, setelah semua tamu pulang, akhirnya aku bisa bermain bersama Izzam dan Intan. Kami main di halaman belakang. Ada bola kecil yang sudah kotor tergeletak begitu saja di dekat pot bunga. Bola itu aku cuci bersih, kemudian aku mainkan bersama Izzam. Intan anteng duduk di atas karpet sambil mengunyah biskuit. "Ibu, udah, ah, mainnya. Mau makan kolak yang dibuat Ibu," ujar Izzam dengan napas yang terengah-engah. "Boleh, cuci tangan dulu dan ganti baju ya. Setelah itu baru makan kolak. Ibu ambilkan juga untuk adek." Izzam masuk ke dalam rumah untuk menunaikan perintahku. Lanjut aku pun mencuci tangan sampai bersih, lalu menyiapkan kolak pisang dua mangkuk untuk Izzam dan Intan. "Enak sekali." Izzam mengangkat ibu jarinya. "Makasih Ibu," katanya lagi. "Sama-sama." Aku menyuapi Intan makan kolak pisang. Tet! Suara bel berbunyi. "Ibu lihat dulu tamunya. Mungkin ayah Dhuha pulang." Aku menaruh Intan di atas karpet, lalu bergegas membuka pintu rumah. Rupanya ada mas Hakim, sep

    Last Updated : 2024-08-20
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   15. Kamu Harus Menghamili Aini!

    Pov Dhuha"Opa mana?" tanyaku pada mama dengan setengah berbisik. "Lagi di depan, sama anak sambung kamu." Mamaku menyahut tanpa semangat. Aku tahu, mama begitu kecewa dengan keputusanku. "Ma, maafin, Dhuha ya," kataku sambil merangkul pundak mama. "Gak mudah!" Mama menepis tangan ini. "Mama yakin ada yang gak beres antara kamu dan perempuan itu. Gak mungkin kamu tiba-tiba udah nikah dengan wanita di bawah standar kamu dan keluarga kita. Dhuha, dia janda, kamu CEO, pemilik perusahaan. Anak satu-satu dan cucu laki-laki pertama Fauzi Wiratama. Dia udah ada anak, kamu bujangan. Kamu kira Mama gak gila mikirin kamu dan wanita itu?!""Ma... suaranya!" Mama benar-benar berteriak. Aku yakin sekali Aini dengar, tapi mau bagaimana lagi. Untunglah aku bisa mengkondisikan Aini untuk tidak perlu memedulikan ucapan mama karena memang kami menikah karena kesepakatan. Jika kami menikah atas dasar cinta dan mama bersikap seperti ini, aku yakin Aini pasti sedih sekali. "Ma, eh, Bu... Mas, makan s

    Last Updated : 2024-08-21
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   16. Kesempatan dalam Kesempitan

    "Ya sudah kalau nggak mau, saya cuma nawarin he he he.... " Aini pun langsung merosot turun dan berbaring di ats karpet.. "Di atas sini kasurnya lega, kenapa harus tidur di bawah?" Aini hanya tersenyum saja. "Saya di sini saja, Mas. Di sini juga empuk banget. Gak papa Intan aja yang tidur di kasur atas sama Mas Dhuha. Gak muat kalau saya ikutan di atas, nanti kesempitan. Kalau saya tidur terlalu dekat dengan Mas Dhuha, nanti Mas Dhuha malah ngambil kesempatan." Aku tertawa terpingkal-pingkal. "Dasar aneh! Ya sudah, terserah kamu saja! Aku ngambil kesempatan apa, coba? Tuker kulit? Ha ha ha.... " Aini hanya menyeringai saja. Aku tidak tahu apa yang ada di kepalanya, tapi wanita itu malah tidur miring ke arahku. "Oh, iya, Mas, saya besok mau ke rumah lama ya?" aku langsung berbalik, kembali menghadapnya. "Mau ngapain?" tanyaku heran. "Setiap tanggal dua puluh, bos Anton selalu kirimin saya sembako.""Siapa itu bos Anton?" tanyaku lagi. "Bos lapak barang-barang bekas. Duda, tapi

    Last Updated : 2024-08-21
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   17. Ciuman Pertama

    "Enak sekali masakan istri kamu, Dhuha. Opa suka ini. Sudah lama Opa gak makan tempe goreng seperti ini," ujar opa begitu semangat. Ini sudah empat potong tempe yang ia habiskan dengan cepat. "Hanya tempe goreng, Opa," jawabku santai. Aku baru saja duduk dengan pakaian rapi hendak ke kantor. Jika ada opa di rumah, aku wajib sekali terlihat sibuk. Padahal aslinya aku begitu malas ke kantor. "Ini tempe goreng yang dibumbui. Coba aja kamu cicipi. Tumis kangkungnya juga enak. Berasa bumbu dan aduh, Opa tinggal di sini saja deh, masakan istri kamu mengingatkan Opa dengan masakan oma." Aku melirik Aini yang hanya bisa tersenyum di tempatnya. Ia pasti bingung kenapa opa begitu memuji tempe goreng biasa buatannya. "Jangan terlalu banyak minyak, nanti Opa kambuh lagi!""Nggak bakalan. Tempe ini adalah makanan sehat. Kamu jangan protes mulu kalau Opa muji istri kamu. Harusnya kamu senang, toh!" aku pun akhirnya mengambil tempe goreng yang sejak tadi diagung-agungkan opa Fauzi. Dan... rasanya

    Last Updated : 2024-08-23

Latest chapter

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   310. Membujuk

    Anton menelan ludah. Ia menunduk, seakan sibuk menuang teh untuk ibunya dan Bude Lasmi. Ia harus hati-hati menjawab pertanyaan ini. Ibunya tidak bodoh, dan semakin ia menghindar, semakin ibunya akan curiga.“Ada sedikit salah paham, Bu,” katanya akhirnya.Ibunya meletakkan cangkir tehnya dengan hati-hati, lalu menatap Anton lekat-lekat. “Salah paham soal apa?”Anton menghela napas. “Amel merasa aku masih terlalu peduli sama Luna.”Bude Lasmi ikut menyimak dengan mata menyipit. “Memangnya kamu masih peduli?”Anton tersenyum hambar. “Bu, Bude, Luna sedang hamil. Anak yang dikandungnya itu anakku.”Ibunya melotot tidak percaya. "Kamu barusan ngomong apa? Luna hamil anak kamu, kok bisa? kapan? Kamu kena---""Bu, tenang dulu." Anton panik. Ia mengusap pundak ibunya perlahan. Tentu saja wanita yang melahirkannya itu syok bukan main mendengar kabar tidak masuk akal ini. "Bagaimana ceritanya Luna bisa hamil? Kamu menghianati istri kamu? Jadi setelah menikah kamu selingkuh? Astaghfirullah!"

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   309. Sebuah Keputusan

    Suasana ruang makan mendadak hening setelah Amel mengucapkan niatnya untuk bercerai. Hakim menatapnya dengan rahang mengeras, sementara Viona memijit pelipisnya, berusaha mencerna apa yang baru saja ia dengar.“Amel, jangan gegabah,” ujar Hakim setelah beberapa detik yang terasa begitu lama.“Gegabah?” Amel tertawa kecil, tapi tidak ada kebahagiaan di sana. “Mas, aku sudah bertahan cukup lama. Aku sudah mencoba jadi istri yang baik, mencoba menerima Aris, dan menerima masa lalu Anton. Tapi ternyata aku hanya bodoh. Aku pikir, menikah dengan duda yang sudah pernah gagal dalam pernikahan akan membuatnya lebih menghargai istri barunya. Nyatanya, dia masih berputar di masa lalu.”Viona menarik napas panjang. “Amel, Mama tahu kamu sakit hati. Tapi perceraian bukan keputusan yang bisa diambil dalam satu malam.”Amel menatap ibunya dengan mata yang mulai berkaca-kaca. “Lalu, Mama mau aku apa? Berpura-pura tidak tahu kalau suamiku masih mengkhawatirkan wanita lain? Kalau dia lebih memikirkan

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   308. Pulang ke Rumah Orang tua

    "Kenapa datang tanpa bilang-bilang dulu, Nak?"Suara Viona terdengar lembut, tetapi penuh selidik. Wanita berusia lima puluh tahun itu menatap putrinya yang sedang duduk di ruang keluarga dengan wajah lesu. Amel tidak menjawab. Ia hanya memainkan ujung lengan piyama yang ia kenakan, enggan menatap mata ibunya.Viona mendesah. Ia meletakkan secangkir teh di atas meja kecil di depan Amel, lalu duduk di sebelahnya. Rumahnya saat ini sedang sibuk. Para pekerja sibuk hilir mudik, menata dekorasi, menyusun kursi, dan mengurus persiapan resepsi Hakim yang akan digelar minggu ini. Tapi, di tengah semua itu, ia justru mendapati Amel pulang tanpa kabar, memilih menginap di rumah orang tuanya daripada tinggal di rumah yang seharusnya ia tempati bersama suaminya, Anton."Ada masalah dengan Anton lagi ya? Urusan Luna?" tanya Viona lagi.Amel masih diam. Ia tahu ibunya tidak akan berhenti bertanya sampai ia memberikan jawaban. Namun, ia tidak ingin membahas ini. Tidak saat ini, tidak di tengah kesi

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   307. Keras Hati

    Setelah percakapan itu, Aini merasa hatinya sedikit lebih tenang. Dukungan Dhuha membuatnya yakin bahwa mereka bisa melewati ini bersama. Namun, ia tahu bahwa menghadapi Maria tidak akan mudah. Ibu mertuanya itu keras kepala dan selalu menganggap dirinya benar.Keesokan harinya, Aini memutuskan untuk berbicara dengan Dhuha mengenai keputusannya berhenti bekerja. Saat sarapan, ia mengajukan pembicaraan itu dengan lembut.“Mas, aku ingin mengajukan surat pengunduran diri hari ini,” ucapnya sambil menyendok bubur ayam ke mangkuknya.Dhuha yang sedang mengaduk teh, menatapnya dengan kening berkerut. “Hari ini juga?”Aini mengangguk. “Aku ingin fokus pada program hamil. Lagipula, pekerjaan di kantor cukup menguras pikiranku.”Dhuha menggenggam tangan Aini di atas meja. “Kamu yakin? Kalau kamu butuh waktu, tidak perlu terburu-buru. Lagian, aku termasuk salah satu atasan di sana." Aini tersenyum. Ia duduk di pangkuan suami sambil mengalungkan tangan di leher suaminya. "Meskipun kamu pemilik

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   306. Aini, Kenapa Belum Hamil?

    Aini tengah duduk di ruang keluarga, menikmati teh hangat buatan Bibik sambil membaca sebuah majalah kesehatan. Matahari sore mulai meredup, menyisakan semburat jingga di langit yang terlihat dari jendela besar ruang tamu. Dhuha sedang joging di taman kompleks, dan suasana rumah terasa sepi, hanya ada dirinya dan Bibik yang sibuk merapikan ruang makan. Langkah Maria terdengar mendekat. Wanita paruh baya itu duduk di kursi di seberang Aini dengan ekspresi yang sulit diterka. Sudah dua malam wanita itu menginap di rumah sang Putra, tapi tidak terlalu banyak bicara pada menantunya itu. “Aini, Mama mau tanya sesuatu.”Aini menutup majalahnya dan menatap ibu mertuanya dengan senyum sopan. “Iya, Ma, silakan.”Maria menarik napas, lalu menatap Aini dengan serius. “Sudah hampir empat bulan kalian menikah, tapi kok belum ada tanda-tanda hamil juga?”Pertanyaan itu bukan sesuatu yang tidak Aini duga. Ia sudah sering mendengar celetukan semacam itu dari orang-orang di sekitarnya, terutama dari

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   305. Kecewa

    Anton masih berdiri di depan rumah, memandangi debu yang beterbangan setelah mobil Amel melaju kencang meninggalkan halaman. Dadanya terasa sesak. Ia mengusap wajahnya dengan kasar, mencoba memahami apa yang sebenarnya terjadi dalam hidupnya sekarang.Ia ingin memastikan Luna dan bayi mereka baik-baik saja, tapi di sisi lain, Amel adalah istrinya sekarang. Ia tidak ingin pernikahannya hancur, tetapi juga tidak bisa berpura-pura bahwa Luna dan bayi yang dikandungnya bukan bagian dari hidupnya.Anton kembali masuk ke dalam rumah dengan langkah berat. Aris masih tertidur di kamarnya. Sisa kopi di meja mulai mendingin, sama seperti hatinya yang kini terasa membeku. Ia menghela napas panjang, lalu mengambil ponselnya dan kembali menghubungi Aini.Kali ini, Aini tidak langsung mengangkat, tetapi setelah beberapa kali nada sambung, suara wanita itu akhirnya terdengar di seberang."Apa lagi, Anton?" suara Aini terdengar lelah."Aini, aku hanya ingin tahu satu hal," kata Anton, mencoba menahan

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   304. Mencari Keberadaan Luna

    Anton masih berdiri di depan pintu unit apartemen Luna yang kosong. Perasaannya campur aduk antara khawatir, bingung, dan sedikit kesal. Sudah satu bulan lebih ia tak bisa menghubungi Luna, dan sekarang ia baru tahu bahwa mantan istrinya itu benar-benar pergi entah ke mana.Anton menarik napas panjang. Ada kemungkinan Luna memang sengaja menghindarinya. Tapi, jika itu alasannya, kenapa ia juga memutus komunikasi dengan Aris?Aris bukan sekadar anak yang bisa dilupakan begitu saja. Ia tahu Luna sangat mencintai putra mereka.Anton mencoba menghubungi nomor Luna lagi. Masih sama—tidak tersambung.Ia mengetik pesan singkat:"Luna, aku tahu kamu pindah. Aku butuh bicara. Tolong kabari aku. Aris mencarimu."Tapi dalam hati, Anton ragu pesan itu akan mendapat balasan.Di dalam mobil, Anton masih memikirkan kemungkinan lain. Mungkin ada seseorang yang tahu ke mana Luna pergi.Ia mengetik pesan kepada Dhuha. Feelingnya mengatakan bisa saja Dhuha memiliki informasi di mana Luna berada."Dhuha,

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   303. Masalah Pagi Hari

    Pagi itu seharusnya berjalan seperti biasa—sarapan bersama, mengantar Aris ke sekolah, dan Anton berangkat kerja. Namun, suasana rumah justru dipenuhi suara tangisan keras dari anak berusia lima tahun itu."Aku mau ke rumah Ibu!" Aris merengek sambil menarik ujung kausnya. Matanya yang sembab menunjukkan betapa kerasnya ia menangis sejak bangun tidur.Amel memijat keningnya, mencoba bersabar menghadapi rengekan anak sambungnya. Ia sudah berusaha menjadi ibu yang baik bagi Aris, tetapi setiap kali anak itu menyebut nama Luna, ada rasa kesal yang menggelitik perasaannya."Aris, Nak, kamu harus sekolah dulu. Setelah itu, kita lihat nanti," ujar Amel, berusaha menenangkan."Tidak! Aku mau ke rumah Ibu sekarang!" Aris berteriak.Amel menghembuskan napas panjang. "Aris, sudah cukup. Bunda tidak suka kalau kamu berteriak seperti itu. Sekarang bersiaplah untuk sekolah."Aris menggeleng keras. "Aku nggak mau sekolah! Aku mau ke rumah Ibu! Aku udah lama gak ketemu ibu, Bunda. Waktu itu ibu saki

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   302. Keberanian

    "Aini! Mama!" Dhuha refleks menangkap tubuh ibunya yang hampir jatuh ke lantai. Wajah Maria pucat, napasnya tersengal.Aini yang juga panik langsung berjongkok di samping suaminya. "Mas, kita harus bawa Mama ke rumah sakit!"Dhuha mengangguk cepat. Tanpa membuang waktu, ia mengangkat tubuh ibunya ke dalam gendongan. Aini berlari lebih dulu untuk menekan tombol lift.Saat pintu lift terbuka, mereka masuk dengan tergesa. Dhuha terus memegangi tubuh Maria yang lemas dalam dekapannya, sementara Aini mencoba menenangkan dirinya sendiri. Meski ia kesal dengan Maria, tapi bagaimanapun wanita itu adalah ibu mertuanya.Begitu sampai di basement, Dhuha langsung membawa Maria ke kursi belakang mobil. Aini dengan cepat masuk ke kursi pengemudi dan menyalakan mesin."Aku yang nyetir, Mas. Kamu fokus ke Mama," ucap Aini cepat."Sayang, kamu gak papa?" Aini mengangguk cepat. Dhuha tak membantah. Ia terus mengecek denyut nadi dan suhu tubuh Maria. "Ma, bertahan, ya," bisiknya.Maria hanya mengerang

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status