Home / Rumah Tangga / Malam Pertama dengan Janda Anak 2 / 14. Kalian Belum Malam Pertama?

Share

14. Kalian Belum Malam Pertama?

last update Last Updated: 2024-08-20 16:47:22

Sore hari, setelah semua tamu pulang, akhirnya aku bisa bermain bersama Izzam dan Intan. Kami main di halaman belakang. Ada bola kecil yang sudah kotor tergeletak begitu saja di dekat pot bunga. Bola itu aku cuci bersih, kemudian aku mainkan bersama Izzam. Intan anteng duduk di atas karpet sambil mengunyah biskuit.

"Ibu, udah, ah, mainnya. Mau makan kolak yang dibuat Ibu," ujar Izzam dengan napas yang terengah-engah.

"Boleh, cuci tangan dulu dan ganti baju ya. Setelah itu baru makan kolak. Ibu ambilkan juga untuk adek." Izzam masuk ke dalam rumah untuk menunaikan perintahku. Lanjut aku pun mencuci tangan sampai bersih, lalu menyiapkan kolak pisang dua mangkuk untuk Izzam dan Intan.

"Enak sekali." Izzam mengangkat ibu jarinya.

"Makasih Ibu," katanya lagi.

"Sama-sama." Aku menyuapi Intan makan kolak pisang.

Tet!

Suara bel berbunyi.

"Ibu lihat dulu tamunya. Mungkin ayah Dhuha pulang." Aku menaruh Intan di atas karpet, lalu bergegas membuka pintu rumah. Rupanya ada mas Hakim, sep
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Suwaryo Aryo
uhuuuuy...
goodnovel comment avatar
Nani Sunarni
lanjut donk
goodnovel comment avatar
Diganti Mawaddah
Kayaknya jalan cinta Dhuha dan Aini terlalu berkelok-kelok wkwkwkwk
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   15. Kamu Harus Menghamili Aini!

    Pov Dhuha"Opa mana?" tanyaku pada mama dengan setengah berbisik. "Lagi di depan, sama anak sambung kamu." Mamaku menyahut tanpa semangat. Aku tahu, mama begitu kecewa dengan keputusanku. "Ma, maafin, Dhuha ya," kataku sambil merangkul pundak mama. "Gak mudah!" Mama menepis tangan ini. "Mama yakin ada yang gak beres antara kamu dan perempuan itu. Gak mungkin kamu tiba-tiba udah nikah dengan wanita di bawah standar kamu dan keluarga kita. Dhuha, dia janda, kamu CEO, pemilik perusahaan. Anak satu-satu dan cucu laki-laki pertama Fauzi Wiratama. Dia udah ada anak, kamu bujangan. Kamu kira Mama gak gila mikirin kamu dan wanita itu?!""Ma... suaranya!" Mama benar-benar berteriak. Aku yakin sekali Aini dengar, tapi mau bagaimana lagi. Untunglah aku bisa mengkondisikan Aini untuk tidak perlu memedulikan ucapan mama karena memang kami menikah karena kesepakatan. Jika kami menikah atas dasar cinta dan mama bersikap seperti ini, aku yakin Aini pasti sedih sekali. "Ma, eh, Bu... Mas, makan s

    Last Updated : 2024-08-21
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   16. Kesempatan dalam Kesempitan

    "Ya sudah kalau nggak mau, saya cuma nawarin he he he.... " Aini pun langsung merosot turun dan berbaring di ats karpet.. "Di atas sini kasurnya lega, kenapa harus tidur di bawah?" Aini hanya tersenyum saja. "Saya di sini saja, Mas. Di sini juga empuk banget. Gak papa Intan aja yang tidur di kasur atas sama Mas Dhuha. Gak muat kalau saya ikutan di atas, nanti kesempitan. Kalau saya tidur terlalu dekat dengan Mas Dhuha, nanti Mas Dhuha malah ngambil kesempatan." Aku tertawa terpingkal-pingkal. "Dasar aneh! Ya sudah, terserah kamu saja! Aku ngambil kesempatan apa, coba? Tuker kulit? Ha ha ha.... " Aini hanya menyeringai saja. Aku tidak tahu apa yang ada di kepalanya, tapi wanita itu malah tidur miring ke arahku. "Oh, iya, Mas, saya besok mau ke rumah lama ya?" aku langsung berbalik, kembali menghadapnya. "Mau ngapain?" tanyaku heran. "Setiap tanggal dua puluh, bos Anton selalu kirimin saya sembako.""Siapa itu bos Anton?" tanyaku lagi. "Bos lapak barang-barang bekas. Duda, tapi

    Last Updated : 2024-08-21
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   17. Ciuman Pertama

    "Enak sekali masakan istri kamu, Dhuha. Opa suka ini. Sudah lama Opa gak makan tempe goreng seperti ini," ujar opa begitu semangat. Ini sudah empat potong tempe yang ia habiskan dengan cepat. "Hanya tempe goreng, Opa," jawabku santai. Aku baru saja duduk dengan pakaian rapi hendak ke kantor. Jika ada opa di rumah, aku wajib sekali terlihat sibuk. Padahal aslinya aku begitu malas ke kantor. "Ini tempe goreng yang dibumbui. Coba aja kamu cicipi. Tumis kangkungnya juga enak. Berasa bumbu dan aduh, Opa tinggal di sini saja deh, masakan istri kamu mengingatkan Opa dengan masakan oma." Aku melirik Aini yang hanya bisa tersenyum di tempatnya. Ia pasti bingung kenapa opa begitu memuji tempe goreng biasa buatannya. "Jangan terlalu banyak minyak, nanti Opa kambuh lagi!""Nggak bakalan. Tempe ini adalah makanan sehat. Kamu jangan protes mulu kalau Opa muji istri kamu. Harusnya kamu senang, toh!" aku pun akhirnya mengambil tempe goreng yang sejak tadi diagung-agungkan opa Fauzi. Dan... rasanya

    Last Updated : 2024-08-23
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   18. Pernikahan Kontrak, jadi Jangan Berharap Lebih

    "Ada apa, Mas? Kamu kenyang ya? Kenapa gak makan makanan yang aku bawakan?" tanya Luna sambil terus menatapku. "Oh, bukan, Luna. Aku hanya lagi kepikiran pekerjaan. Maafkan jika mood-ku lagi agak berantakan hari ini," kataku lagi sambil tersenyum. "Bukan karena pembantu kamu yang kerja bawa anak itu kan?" "Oh, bukan itu. Baiklah, aku makan. Kamu udah makan?""Belum, aku emang pengen makan bareng kamu, Mas. Mama udah masakin ini, masa gak dimakan. Ayo, kita makan sama-sama." Aku pun akhirnya mengangguk. Kasihan juga dengan Luna sudah jauh-jauh berkunjung ke kantor jika makanannya tidak aku makan. Kami makan dengan santai. Luna selalu bisa menjadi teman ngobrol yang asik dan juga seru. Sampai makanan yang tadinya tidak bernafsu untuk aku cicipi, kini sudah habis. Perutku kekenyangan dan pikirin ini sedikit plong. "Maaf kalau aku tanggung waktu sibuk kamu ya, Mas," ujarnya sambil membereskan tempat bekal. "Luna, aku yang minta maaf, selalu aja bikin kamu repot. Makanan mama selalu

    Last Updated : 2024-08-24
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   19. Ke mana Aini?

    "Halo, Hakim, lu di mana?""Gue di Bandung. Ini bini lu nelpon gue tadi siang, tapi gue gak angkat karena meeting. Gue telepon balik, udah gak nyambung. Emang ada apa?""Loh, Aini nelpon lu? Dia gak nelepon gue. Emang dia hapa nomor HP lu, kok bisa? Parah tuh cewek, HP suami sendiri gak dihapalin, malah nelpon ke lu!""Udah, Dhu, bukan waktunya banyak nanya. Kata opa, Aini gak pulang-pulang ini udah malam. Pamit ke puskesmas. Bener itu?""Iya, bener, tadi ijin ke gue.""Lu anter?""Nggaklah, gue ngantor, mana gue tahu dia naik apa? Lagian gue gak tahu nomor telepon dia. Aini emang punya HP?""Ada, gue kasih kan, hadiah pernikahan lu berdua!""Ah, sial! Kenapa gak ngomong lu?! Mana nomornya, cepat kirim!" aku benar-benar kesal, sekaligus panik. Ke mana Aini, kenapa perginya lama? Apa jangan-jangan dia yang menelepon aku tadi siang? Sebuah kontak dikirimkan oleh Hakim. Aku pun langsung mengeceknya dan benar sekali, nomornya sama dengan nomor yang tadi siang aku abaikan. Ada lima pangg

    Last Updated : 2024-08-26
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   20. Paniknya Dhuha

    Malam itu juga, aku langsung menuju Sukabumi. Hakim pun katanya akan datang, tapi ia berangkat dari Bandung. Aku ditemani Putra. Penjelasan Putra membuatku tidak bisa menyetir dengan benar. Aku khawatir nanti malah kami kenapa-napa di jalan. "Lu yakin gak ada lagi yang lu sembunyikan dari gue kan, Put?" tanyaku pada Putra."Nanti saja setelah kita sampai di Sukabumi. Petugas di sana yang akan menjelaskan. Lu bukannya CEO, kenapa istri lu imunisasi di puskesmas? Bangkrut apa gimana lu?" aku tak tahu harus menjawab apa. "Istri gue yang keukeuh mau ke puskesmas. Ini pelajaran buat gue, lain kali, gue anter aja," jawabku tak yakin. Ada banyak rencana di kepala ini. Mungkin salah satunya adalah dengan memberikan rumah yang layak huni untuk Aini dan kedua anaknya, saat kami berpisah nanti. Mungkin aku pun harus mensupport keuangan mereka, seperti yang sekolah, dan belanja harian. Anggap saja, Intan dan Izzam adalah anak yatim yang aku angkat jadi anak. Mungkin seperti anak asuh gitu. T

    Last Updated : 2024-08-27
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   21. Buket Bunga dari Hakim

    Aini membuka matanya perlahan, saat merasakan sentuhan pelan pada tangannya. Rupanya seorang perawat tengah membetulkan tali infus dalam temaramnya lampu tidur kamar perawatan. "Gimana, Bu, masih pusing?" tanya perawat itu padanya. "Sedikit, Sus," jawab Aini dengan suara serak. "Semoga nanti hilang ya. Memang gak langsung hilang setelah dikasih obat dari infusan. Efek obatnya perlahan. Besok pasti lebih enak kepala dan badannya. Suaminya dari tadi nungguin loh, sampe ketiduran. Terlihat sekali pak Dhuha khawatir sama Ibu dan bayi Intan." Suster menoleh pada Dhuha. Pria yang tertidur pulas dengan menyandarkan kepalanya di sofa. Aini pun baru sadar, bahwa ia berada dalam ruangan berbeda. "Iya, suami saya memang perhatian banget, Sus. Pasti sekarang ia capek dan ngantuk berat.""Bener, Bu, soalnya pak Dhuha dari mulai sampai sampai satu jam yang lalu masih wara-wiri ngurusin obat dan kamar VVIP yang sekarang Ibu tempati.""Lalu putri saya, Sus?" "Itu, di bilik sebelah. Baru tidur l

    Last Updated : 2024-08-27
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   22. Tiket Honeymoon

    "Opa sudah sampai daritadi? Kenapa gak bilang kalau mau menyusul ke sini?" tanya Dhuha berjalan cepat menyusul opa Fauzi yang berjalan masuk ke kamar perawatan Aini. "Kalau kamu yang urus, pasti aja lama. Opa gak percaya. Makanya opa suruh Hakim cepet nyusulin kamu ke sini." Opa berjalan mendekati Aini. Pria berusia senja itu tersenyum, memberikan punggung tangannya untuk dicium oleh istri sang Cucu. "Gimana keadaan kamu Aini? Udah baikan?" "Udah Opa. Maafkan Aini jadi merepotkan semua." Aini tersenyum canggung. Ia benar-benar merasa tidak enak hati atas musibah yang ia alami. Semua orang sibuk, bahkan opa yang sudah tua pun ikut menyusulnya. "Suami kamu udah minta maaf sama kamu?" Opa Fauzi menoleh ke arah Dhuha. "Sudah, Mas Dhuha langsung minta maaf begitu saya sadar. Langsung dipeluk juga." "Masa aku gebukin, ya jelas aku peluk kalau istri nangis!" "Dih, sewot!" Hakim kembali terkekeh melihat kelakuan sepupunya yang tidak seperti biasanya. "Dia gak mau ngakuin

    Last Updated : 2024-08-28

Latest chapter

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   229. Kamu Salah Orang!

    Diana duduk di sofa ruang keluarga, menatap Erwin dengan mata penuh amarah. Tangannya yang kurus mengepal erat di atas meja, napasnya pendek-pendek."Berapa lama lagi aku harus bersabar, Mas?" tanyanya dingin. "Kamu bilang pernikahan ini hanya formalitas, tapi lihat apa yang terjadi. Dia masih di sini, menjalani hidup seperti istrimu yang sah. Ibumu juga sangat membelanya." Diana melipat kedua tangannya di dada. Erwin mendesah panjang, menyandarkan tubuhnya ke sofa. "Sayang, aku sudah bilang, ini tidak semudah itu. Sabar sedikit lagi ya.""Tidak semudah itu?" Diana mencemooh, matanya menyala. "Kalau memang hanya formalitas, kenapa kamu tidak bisa mengusirnya? Apa kamu lupa? Dia hanya istri kedua yang bahkan tidak pantas ada di sini!"Erwin memijat pelipisnya, mencoba menahan kesabarannya yang mulai terkikis. "Diana, aku tidak bisa begitu saja menyuruhnya pergi. Kamu tahu bagaimana ibu memandang Aini. Dia menganggap Aini seperti anak sendiri. Kalau aku tiba-tiba menceraikannya atau

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   228. Salah Sendiri

    "Kak Diana! Apa yang terjadi?!" Aini segera berlutut, mencoba membantu Diana duduk. Wanita itu msih terus memegang perutnya. Aini pun ikut gemetar dan takut. Keringat tiba-tiba membanjiri kening dan lehernya. Diana tidak menjawab. Ia hanya menangis, mengerang, dan mencengkeram tangan Aini dengan kuat. "Tolong... perutku sakit... darah...!"Tanpa berpikir panjang, Aini memanggil Pak Zainal penjaga panti untuk membantu mengangkat Diana ke mobil. Dengan tangan gemetar, Pak Zainal menyetir secepat mungkin menuju rumah sakit terdekat. Dalam perjalanan, Diana terus merintih kesakitan, suaranya memecah keheningan malam."Aku tidak mau kehilangan dia!" isak Diana, matanya berlinang air mata."Sabar, Kak. Kita hampir sampai," jawab Aini, meski hatinya berdegup kencang. Ia tak tahu apa yang sedang terjadi, namun rasa paniknya tak bisa ia kendalikan."Kalian terlalu lama, aku takut... Aarg!""I-iya, Mbak, sedikit lagi sampai. Maaf, ini tumben macet sekali," tambah pak Zainal. Sesampainya di ru

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   227. Nyonya Rumah

    Hari-hari di Panti Asuhan Cahaya Kasih menjadi jauh lebih sunyi bagi Aini. Setelah percakapan terakhir dengan Erwin, ia terpaksa menerima kenyataan pahit: ia tetap menjadi istri Erwin, namun harus berbagi peran dengan Diana, wanita yang begitu jelas tak menginginkannya ada.Keputusan itu bukan pilihan yang Aini buat dengan hati ringan, melainkan pengorbanan demi menghormati Nara, sosok yang sudah ia anggap seperti ibu sendiri.Namun, hidup sebagai istri kedua sama sekali tidak mudah. Erwin semakin jarang bicara dengannya, dan jika pun mereka berbicara, nada suara pria itu dingin dan sering kali terdengar seperti perintah. Diana, di sisi lain, dengan terang-terangan memandang Aini sebagai ancaman.Suatu pagi, Aini sedang sibuk menyusun berkas administrasi yayasan di ruang kerja kecil di lantai dua. Diana tiba-tiba masuk tanpa mengetuk, membawa tumpukan pakaian di tangannya."Aini!" panggil Diana dengan nada tinggi.Aini menoleh cepat, berdiri dari kursinya. "Ada apa, Kak Diana?""Pakai

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   226. Kedatangan Istri Tua

    Pagi pertama setelah pernikahan, Aini bangun dengan mata yang masih sembab akibat tangis semalam. Kamar itu terasa sunyi, dan ia mendapati tempat tidur di sampingnya kosong. Erwin sudah bangun lebih dulu, atau mungkin ia memang tak pernah tidur di sana.Aini menatap cermin di depan meja rias. Wajahnya tampak lelah, namun ia berusaha menguatkan diri. Ia tahu, hidupnya kini sudah berubah, meski tak sesuai dengan harapannya.Di ruang makan, Nara sudah menunggu dengan senyum hangat. Wanita tua itu tampak lebih bersemangat daripada biasanya, mungkin karena merasa salah satu keinginannya telah terpenuhi."Aini, bagaimana malam pertamamu?" tanya Nara dengan nada bercanda, membuat Aini tersipu."Baik, Bu," jawab Aini sambil tersenyum kecil, berusaha menyembunyikan luka di hatinya. Tidak ada apapun yang terjadi semalam. Jangankan menyentuh, melihat dirinya saja, Erwin enggan. Tak lama kemudian, Erwin muncul dari arah pintu belakang. Ia mengenakan kemeja putih yang dilipat hingga siku, rambutn

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   225. Cuma Kamu Satu-satunya

    Flash backPanti Asuhan Cahaya Kasih berdiri di tengah-tengah sebuah desa kecil yang asri. Bangunannya sederhana, dengan dinding kayu yang dicat putih dan halaman luas yang selalu dipenuhi tawa riang anak-anak. Hari itu, aroma kue yang baru dipanggang menguar dari dapur, menambah kehangatan suasana. Hujan rintik-rintik yang membasahi rumput di halaman panti, beraroma khas yang sangat menenangkan. Kue di dalam oven pun sebentar lagi akan siap disantap. "Kak Aini, ini adonannya udah bener, belum?" tanya Nia, seorang bocah berusia delapan tahun sambil mengangkat mangkuk adonan ke arah Aini.Aini tersenyum lembut, memperhatikan adonan cokelat yang agak berantakan itu. "Hmm, bagus, tapi coba tambah sedikit gula bubuk, ya. Supaya manisnya pas."Nia mengangguk semangat, lalu kembali ke meja kerjanya bersama anak-anak lainnya. "Pastikan kamu gak salah mengatur waktu bakaran kuenya Isna!""Baik, Teh Aini." "Jika sudah selesai, jangan langsung dimasukan dalam toples. Biarkan dingin dengan s

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   224. Ibunya Sudah Meninggal

    Setelah melalui pencarian panjang, akhirnya Aini mendapatkan informasi yang selama ini ia cari. Alamat sekolah baru Intan dan Izzam kini ada di tangannya, dan sebuah fakta mengejutkan terungkap—anak-anaknya kini tinggal di Jakarta, bukan lagi di Bandung."Kamu yakin tidak salah kan, Fahmi? Anak-anakku ada di Jakarta?""Iya, betul, mereka semua pindah ke Jakarta."“Kenapa Alex memutuskan membawa mereka sejauh ini?” gumam Aini saat membaca kembali alamat itu. Hatinya campur aduk antara lega dan gelisah.Pagi itu juga, Aini bersiap untuk perjalanan ke Jakarta. Ia mengenakan pakaian sederhana, tetapi rapi, dan memasukkan dokumen penting ke dalam tas kecilnya. Saat ia selesai bersiap, Dhuha muncul di ruang tamu dengan wajah penuh penyesalan.“Aini,” panggil Dhuha lembut. “Aku minta maaf banget, tapi aku nggak bisa nganter kamu hari ini. Ada rapat penting di kantor yang nggak bisa aku tinggalin.”Aini tersenyum tipis, meskipun hatinya sedikit kecewa. “Nggak apa-apa, Dhuha. Aku bisa pergi se

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   223. Masih Berusaha

    Malam itu, setelah tangisannya reda, Aini duduk termenung di balkon apartemen. Dhuha sudah memintanya untuk beristirahat, tetapi pikirannya terus dipenuhi oleh bayangan Intan dan Izzam. Ia memandangi layar ponselnya, mencoba menghubungi kembali nomor telepon dari papan rumah dijual, tetapi hasilnya tetap sama—tidak aktif.Pagi harinya, Aini memutuskan untuk melanjutkan pencariannya. Ia mengumpulkan keberanian untuk mengunjungi tempat-tempat yang mungkin bisa memberinya petunjuk tentang keberadaan anak-anaknya. Satu hal yang sangat ia sayangkan, bahwa ia tidak tahu kantor Alex dimana. Nomor telepon bu Asma pun tidak bisa ia hubungi. Semakin sedih dan kecewa saja Aini karena benar-benar dipisahkan dengan anak-anak yang sudah ia anggap anaknya sendiri. Namun, di sisi lain kota, berita tentang kedatangannya ke sekolah mulai sampai ke telinga seseorang yang tak ia duga—Alex.Di sebuah kantor kecil yang berlokasi di kawasan bisnis Jakarta, Alex tengah sibuk dengan pekerjaannya ketika seor

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   222. Kehilangan Anak-anak

    Satu bulan telah berlalu sejak Aini memutuskan untuk menjauh sementara dari segala hiruk-pikuk hidupnya yang penuh konflik. Namun, kerinduan akan kedua anaknya, Intan dan Izzam, menjadi beban yang tak bisa ia abaikan. Setelah berhari-hari berusaha meyakinkan dirinya bahwa ini semua demi kebaikan bersama, akhirnya ia memberanikan diri kembali mengunjungi sekolah anak-anaknya, berharap bisa melihat wajah mereka meskipun dari kejauhan."Kamu gak mau aku temani?" tanya Dhuha saat Aini menemaninya sarapan. "Nggak, Dhu. Aku bisa naik taksi online. Kamu fokus kerja ya. Aku cuma main ke sekolah anak-anak aja hari ini. Udah sebulan, aku udah kangen. Semoga aja Alex udah gak marah lagi." Aini meyakinkan Dhuha. Pria itu pun tersenyum. "Baiklah kalau begitu. Aku ijinnya saat kamu sidang terakhir saja. Lusa kan?" Aini mengangguk. "Makasih ya, Dhuha, aku udah benar-benar ngerepotin kamu.""Gak repot, Mbak Sayang. Aku beneran ikhlas. Udah, ah, pagi-pagi jangan melow. Ayo, habiskan sarapannya."Pa

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   221. Talak Tilu

    Malam itu, suasana rumah keluarga Budi cukup tenang. Viona sedang sibuk di dapur menyiapkan makan malam, sementara Budi duduk di ruang tamu, membaca artikel tentang dipecatnya pelatih sepak bola Indonesia Sin Tae Hyong. "Kenapa harus dipecat ya, Ma?" kata Budi bergumam. "Mungkin memang sudah waktunya pensiun pelatih dari Korea itu, Pa. Papa ini, sejak kemarin, yang dibaca itu terus. Masih ada berita lain, Pa. Papa tahu gak, kalau Lolly anak Nikita Keren, bertengkar lagi dengan ibunya.""Itu berita gosip yang Mama sukai, jelas beda sama lelaki." Viona mencebik. "Maria tadi telepon, dia curhat kalau Dhuha kembali membangkang dan memilih Aini." Budi menaruh ponselnya. "Bagus, sejak awal, Aini itu memang anak baik. Statusnya memang pernah menikah, tapi ternyata masih gadis. Heran, Papa, kenapa Maria tetap tidak setuju?""Karena Aini tadinya pemulung, Pa. Jadi Maria gak mau. Malu katanya.""Ah, sudahlah, gak usah pikirin anak orang, anak kita aja susah diatur dua-duanya. Kayak gak ada

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status