Saras terkejut ketika ayahnya, mendesaknya untuk segera menikah dengan seorang pria yang tak pernah ia kenal. Dalam kebingungan dan ketakutan, Saras merasakan ada ancaman yang mengintai. Ketika keadaan darurat mengharuskannya membawa sang Ayah ke rumah sakit, Saras harus menghadapi kenyataan bahwa pernikahan ini mungkin adalah permintaan terakhir Ayahnya. Saat pria itu muncul, dengan tegas menyatakan bahwa Saras tidak punya pilihan untuk menolak. Apa yang sebenarnya terjadi pada Ayahnya? Dan bisakah Saras menemukan kekuatan untuk menghadapi seorang pria yang akan menjadi suaminya itu?
View More“Apa anda ingin keluar, Nona?” Saras disambut oleh Viktor. pria itu nampak jelas menunggu waktu yang tepat saat Saras akan keluar rumah. Saras mendesah pasrah, sebenarnya ingin keluar sekedar untuk mencari udara segar. namun, kemunculan Viktor membuat Saras kembali mengingat kata-kata Liam semalam yang akan memastikan dirinya akan selalu diawasi. jadi, ini maksudnya? “Jadi, kau orang yang akan mengawasi ku?” Viktor mengangguk mengiyakan, lalu memberi jalan pada Saras agar terlebih dahulu berjalan ke arah parkiran mobil. “Kemana Tuanmu?” tanya Saras mencoba untuk basa-basi, karena tidak ada bahan pembicaraan yang tepat untuk dibicarakan selain tentang Liam. Viktor tidak lantas menjawab, pria itu nampak berpikir sejenak sebelum mengeluarkan kata-kata. “Tuan sedang ada kerjaan dan tidak dapat diwakilkan. apa Nona ingin menelponnya?” Saras menggeleng cepat, sebuah reaksi yang cukup membuat Viktor penasaran bagaimana interaksi antara bos dan istrinya itu jika sedang berduaan. Saras kem
Bab 35 Liam tidak menjawab, pria itu justru berdiri dan berjalan ke arah lemari pakaian lalu mengambil baju Saras. sebenarnya bukan baju Saras, tumpukan baju itu sudah ada semenjak Saras datang. baju-baju itu juga masih terbungkus rapi di dalam plastik. Liam mengedarkan pandangannya, menatap baju-baju yang tertata rapi. “Aku tidak pernah melihatmu memakai baju-baju ini.” Liam kembali menutup pintu lemari, lalu berjalan kembali ke arah Saras. memang selama ini Saras selalu memakai baju miliknya sendiri tanpa berani menyentuh tumpukan baju itu. “Bukankah itu untuk Luna?” Saras menautkan kedua tangannya, ada rasa takut karena mempertanyakan hal yang seharusnya ia sendiri sudah tahu jawabannya. jika bukan untuk Luna, lantas apa ada alasan lainnya? seharusnya Liam menikah dengan wanita cantik itu dan bukan pada dirinya yang biasa saja. Liam kembali diam, sorot matanya mengisyaratkan sesuatu saat bertemu pandang dengan Saras. “Kenapa berpikir begitu?” Liam memilih untuk berdiri di hada
"Seharusnya kau ikut mati bersama dengan orang tuamu!" teriak Rosa, kedua pundaknya naik turun menahan diri agar tidak lagi melampiaskan kekesalannya pada Saras. ia harus tahu batasan, jika tidak ingin terlibat adu mulut dengan Liam. walaupun bagaimanapun Saras masih menjadi istri Liam dan ia tidak bisa mengabaikan hal itu. "hari ini kau selamat, tapi lain kali saat Liam sudah mendapatkan keinginannya. aku yakin, kau akan dibuang dan disaat itulah aku datang untuk membawamu menyusul ayah dan ibumu!" ada senyum kemenangan terpancar jelas dari raut wajah Rosa. setelah mengucapkan hal itu, wanita paruh baya itu hendak pergi meninggalkan kamar Saras. tetapi, saat berbalik hal yang tak terduga sama sekali muncul di hadapannya. "Li-liam?" "Ini kali kedua ibu melakukan kesalahan," Liam memasukkan dua tangannya ke dalam saku celana dan bersandar pada sisi pintu. bibirnya tersenyum manis, namun sorot matanya mengisyaratkan sesuatu yang begitu menakutkan. "jika sampai ke titik terakhir ibu
“Aku sudah menyimpan nomorku, tidak ada kontak lain selain milikku. jadi, jangan berharap lebih untuk menghubungi orang lain.” Saras menerima ponsel keluaran terbaru, walaupun begitu ia merasa ponselnya lebih baik dari ini karena banyak foto-foto kenangan dirinya bersama dengan orang tuanya. “Aku sudah mengirim semua foto dan video milikmu ke ponsel itu,” lanjut Liam dengan wajah datarnya. mendengar hal itu, Saras buru-buru mengaktifkan ponsel dan melihat isi galeri. benar saja, foto dan video yang berada pada ponsel lamanya sudah tersimpan. merasa begitu bahagia, Saras berlari ke arah Liam lalu memeluk tubuh suaminya itu. “Terimakasih, Liam…terimakasih banyak.” Ucapnya sambil terus memeluk tubuh Liam begitu erat. “Sudah puas memeluknya? aku harus kembali ke kantor.” Mendengar ucapan Liam, Saras baru sadar bahwa dia melakukan hal yang seharusnya tidak dilakukan. memeluk tubuh Liam? Saras gegas melepaskan pelukannya lantas berlari menuju ke lantai atas kamarnya tanpa berani menat
Kedatangan Liam dan Saras di Perusahaan Bagas membuat semua mata memandang ke arah mereka, namun para karyawan tidak berani mengungkapkan isi hatinya. Semenjak Bagas meninggal dunia, semua masalah pekerjaan Liam yang menangani. Jadi, mereka yang masih mau bekerja di perusahaan ini harus tunduk dengan aturan yang Liam buat. Kembali melangkah masuk ke dalam Perusahaan ayahnya, membuat beberapa potongan adegan yang pernah ia lalui bersama dengan orang tuanya kembali menghiasi ingatan Saras. gadis cantik yang saat ini berjalan tepat di samping Liam itu terlihat menatap ke arah Lobby utama kantor, dimana dulu ia dan ibunya tengah menunggu ayahnya yang sedang mengadakan pertemuan dengan salah satu klien penting. “Kau tidak mendengar kata-kata ku?” Saras terkejut saat lengannya disentuh oleh Liam. “ap-apa…maaf, aku tidak fokus.” Lagi, Saras kembali memandang ke arah sofa yang sudah tidak sama lagi. “Aku dan Viktor akan menemui seseorang, kau tunggulah di sini sampai kami kembali lagi. j
Rosa menatap wajah Liam dan Saras bergantian, seperti ada sesuatu yang aneh pada anak dan menantunya itu. sarapan pagi ini juga sangatlah canggung, tidak seperti biasanya. “Belum ada satu bulan kehadirannya, tapi gadis itu sudah mampu membuat dirimu berubah menjadi orang yang tidak ibu kenal.” Saras hanya menggeleng, pagi-pagi sudah harus mendengarkan perkataan yang membuatnya kehilangan nafsu makan. “Seandainya saja kau mau menuruti kemauan ibu-” Liam bangkit dari tempat duduknya, bertepatan pada saat Viktor datang membawakan sebuah dokumen untuk Liam. “Ini kontrak kerja sama kita dengan perusahaan Abimanyu.” Liam menerima dokumen tersebut, lantas meninggalkan ruang makan tanpa berkata apa-apa. setelah kepergian Liam, Rosa kembali mengutarakan pendapatnya. membuat Saras benar-benar merasa mual dan ingin muntah. seandainya saja ada kegiatan yang bisa ia lakukan, ia tidak ingin seharian bersama dengan wanita paruh baya bermulut pedas ini. Saras jadi ragu, benarkah wanita ini pern
Saras menatap berbagai macam makanan yang disajikan di atas meja. makanannya terlihat begitu enak, namun Saras tidak berselera sama sekali. pikirannya masih melayang pada Club yang baru saja mereka datangi. “Kenapa diam saja?” pertanyaan bernada rendah itu mampu membuyarkan lamunan Saras. gadis cantik itu terlihat menatap wajah Liam. “Kau akan menjualku?” pertanyaan itu yang sejak tadi muncul dalam kepalanya, dengan sedikit keberanian akhirnya Saras memberanikan diri untuk bertanya. “Jika iya, lantas apa masalahmu?” sahut Liam dengan tenang. Saras menelan ludahnya dengan perasaan berkecamuk. ingin marah, tapi tidak mampu menanggung beban akibat kemarahan nya sendiri pada Liam. dengan perasaan masih sakit karena jawaban Liam, Saras memutuskan untuk mencoba menikmati makanan di hadapannya. Ia tidak boleh kelaparan dan jatuh sakit, ia harus makan banyak dan tetap sehat jika ingin melawan Liam. Sedangkan Liam sendiri, sedikit takjub dengan sikap gadis itu. kedua mata indah Saras me
“Apa dia datang?” tanya seorang pria yang baru saja masuk ke dalam ruangan pria tua, pemilik club malam. “Seandainya tidak ada istrinya, aku pasti sudah menyusul Bagas ke alam yang berbeda.” Sahut pria yang tidak lain adalah Hartono, pria tua yang tadi hampir dihilangkan nyawanya oleh Liam. Pria muda dengan rambut gondrongnya itu terlihat duduk di Sofa, tempat yang tadi diduduki oleh Liam. sang pria tua yang bernama Hartono nampak memperhatikan pria muda itu. pria berwajah tampan dengan tubuh atletis itu melepas rambut palsunya sambil tersenyum menatap Hartono. “Kenapa kau seret aku ke dalam permainan kalian, Ricard?” Ya, pria muda itu tidak lain adalah Ricard, kakak kandung Liam. Ricard tidak menjawab, ia nampak mengeluarkan ponselnya dan menatap layar ponsel itu. “Bukankah dia sangat cantik?” Hartono mendesah pasrah, merasa pembicaraannya ini tidak ada ujungnya. pertanyaan yang ia harapkan ada jawabannya justru membuat pria itu harus bersabar dengan pertanyaan tidak penting Ric
“Tempat apa ini, Liam?” Saras menatap bingung, ini kali pertamanya datang ke tempat seperti ini. suara musik menggema di mana-mana, membuat suara Saras nyaris seperti bisikan yang tak terdengar di telinga Liam. Pria itu menarik tangan Saras agar mengikuti langkahnya, melewati beberapa pasang mata yang terlihat menatapnya penuh minat. Saras mengedarkan pandangannya, ia melihat beberapa wanita berpakaian seksi tengah berjoget-joget di atas panggung. dibawahnya ada banyak pria yang terlihat menikmati irama musik sambil tertawa menatap ke arah wanita-wanita itu. Saras menarik tangannya paksa, membuat pegangan tangan Liam terlepas. Liam berbalik menatap wajah Saras yang terlihat memucat. gadis itu terlihat menggeleng cepat, ia berusaha untuk mundur tapi percuma. beberapa anak buah Liam terlihat pasang badan untuk segala macam bentuk penolakan Saras. “Duduk!” Saras digiring ke dalam ruangan, gadis yang saat ini rambutnya diikat itu nampak begitu ketakutan. tentu saja, ia takut kalau Liam a
“M-menikah?” cicit Saras, melepas pelukan. Ia menatap wajah ayahnya yang terlihat begitu pucat, dan perasaan yang tidak ia pahami kembali merayap, menyesakkan dada. Kegelisahan itu bertambah saat matanya menyapu raut lelah sang ayah.“Tapi, Ayah ... kenapa begitu mendadak?” Suaranya bergetar, mencari jawaban yang terasa semakin sulit ia pahami. “Aku ... aku belum siap, Ayah.”Bagas hanya diam, memegang bahu Saras dengan tatapan penuh kepedihan, seolah setiap kata yang keluar adalah luka tersendiri baginya. “Ini sudah menjadi keputusan Ayah, Saras.” Kerutan di kening Saras semakin dalam. “Aku nggak mengerti ... Kenapa harus menikah? Apa karena—?” Tanyanya, dengan kebingungan dan ketakutan yang bercampur dalam dadanya.Bagas memegang erat tangan Saras, memotong perkataan Saras dan menuntunnya duduk di sofa. “Ayah hanya ingin memastikan kau aman. Kau harus menikah dengan pria yang bisa melindungi, yang bisa menggantikan Ayah kalau ... kalau terjadi sesuatu.”Saras terdiam. Kata-kata aya
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments