Share

Bab 4 ( Sikap Dingin Suamiku)

Setibanya di rumah keluarga Liam, dia tidak membuang waktu dan langsung masuk, ditemani oleh Saras yang mengekor di belakang.

Saras hanya bisa mengikuti Liam tanpa mengucapkan sepatah kata pun saat pria itu berjalan memasuki rumah mewah yang belum pernah ia lihat sebelumnya.

“Sudah pulang setelah membuat skandal baru dengan menikahi gadis bodoh ini!” Sambutan itu memang diarahkan pada Liam, tapi Saras bisa melihat jelas pandangan sinis dari wanita paruh baya itu tertuju padanya.

Liam yang menerima pesan dari ibunya untuk pulang ke rumah keluarga. Hal itu yang membuat wajahnya mengeras.

Liam tampak acuh, terus melangkah melewati ibunya tanpa memperdulikannya.

“Kau tidak akan mendapatkan apa-apa dengan menikahi keluarga Danuarta! Apalagi tua bangka itu sudah mati. Apa yang akan kau dapatkan, Liam?” Wanita itu mengalihkan tatapannya kepada Saras yang masih tertegun atas teriakan yang diterimanya.

Saras menggigit bibirnya, merasakan nyeri di dadanya mendengar hinaan tentang kematian sang ayahnya. Namun, dia tak berani berkata apa-apa. Setibanya di lantai atas, Liam berhenti dan berbalik menatap tajam ke arah Saras.

“Jangan berharap mendapatkan pembelaan dariku.” Ucapannya dingin, membuat Saras menahan napas.

Mereka berdua terdiam cukup lama, hingga akhirnya Saras memberanikan diri bertanya, “Sampai kapan aku harus menikah dengamnu?”

Liam meraih dagu Saras, mencengkeramnya tanpa kekerasan tetapi membuat Saras merasa diperlakukan tidak hormat. Tanpa menjawab, dia melepaskan pegangannya dan berbalik pergi begitu saja, meninggalkan Saras dengan perasaan sesak. Ia hanya bisa berdiri di sana, mengusap air mata yang tak terbendung.

**

Keesokan paginya, Saras mulai menyiapkan sarapan untuk Ibu Liam yang saat ini sudah menjadi Ibu mertuanya, dengan hati-hati dan memanggil Liam untuk dapat bergabung, “S-sarapannya sudah siap.” 

Namun, tidak ada respon. 

Akhirnya Saras kembali ke meja makan, ia hanya makan sendirian tanpa ditemani Ibu mertua dan suaminya. Sikap Liam dingin dan tidak tersentuh, membuat Saras terus berputus asa bagaimana caranya untuk keluar dari belenggu ini.

Ketika dia hendak meninggalkan meja makan, suara piring pecah membuatnya berbalik. Di hadapannya, piring yang telah ia tata dengan rapi kini berserakan di lantai. Saras mematung, sejak kapan Liam berada di hadapannya, dan juga merasa bingung dengan sikap Liam.

Tak lama setelah itu, terdengar ketukan di pintu utama. Sebelum Saras bisa melihat siapa yang datang, seorang wanita berkulit putih masuk begitu saja. Wanita itu tersenyum angkuh dan langsung menghampiri Liam.

“Bukankah kau merindukanku, sayang?” ucapnya sambil memeluk Liam tanpa sungkan. Liam tidak memberikan respon, hanya menatap dingin ke arah Saras yang terkejut melihat keberanian wanita itu.

“Aku sangat merindukanmu, sayang …” Wanita itu kemudian mencium Liam dengan bebas. Saras berdiri di dekatnya, terkejut hingga nyaris berteriak. Pemandangan itu hanya pernah ia lihat di layar ponsel dan televisi, tapi melihatnya terjadi di depan mata membuat dadanya sesak. Dia hendak pergi dari situ, tetapi langkahnya terhenti ketika Liam menarik tangannya.

“Mau kemana?” Liam menatapnya dingin.

Saras mundur dengan gugup dan tidak sengaja menginjak pecahan piring yang berserakan, melukai telapak kakinya. “A-aku harus membersihkan kolam renang,” katanya, mencari alasan untuk pergi dari situasi yang membuat kepalanya pusing. Namun, Liam hanya tersenyum remeh dan kembali duduk tanpa memedulikan Saras yang terluka.

Saat Saras akhirnya pergi, Liam berbalik pada wanita tadi, “Kenapa kau kembali, Luna?”

“Karena sudah sepantasnya aku berada di sisimu, Liam Anjaswara.”

Sementara itu, Saras duduk di dekat kolam renang sambil menarik pecahan piring dari kakinya yang berdarah. Dia kembali menangis dalam diam, meratapi nasibnya yang begitu jauh berbeda sejak ayahnya tiada.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status