Selamat Siang, sehat selalu untuk kita semua. dan selamat membaca Novel ini. Follow Tik Tok aku ya @Triharfa 🥰
“Bukankah dia istrimu, lantas mengapa sampai membuatnya pingsan?” tanya seorang wanita seumuran dengan Ibu Liam yang tengah memeriksa kondisi Saras. gadis malang itu masih belum sadarkan diri sampai saat ini. “demamnya tidak terlalu tinggi, namun bisa saja bertambah sewaktu-waktu. sepertinya ada luka robekan di bagian…”sang wanita yang tidak lain adalah dokter pribadi keluarga Liam itu nampak mengurungkan niatnya untuk melanjutkan kata-katanya. Ia yakin, Liam sudah sangat mengerti arah bicaranya. “Jangan berhubungan dulu dalam waktu dekat ini. jika itu terjadi, aku tidak yakin dengan kondisi mental psikisnya nanti. wanita mana pun, pasti akan lebih suka dengan cara yang lebih manusiawi.” Liam hanya diam mendengarkan perkataan sang dokter tanpa berminat untuk bertanya lebih jauh mengenai kondisi istrinya itu. Ia juga tidak tersinggung dengan kata-kata dokter itu. “Baiklah, aku sudah meninggalkan resep yang harus kau beli. ingat kata-kata ku Liam, jangan menyakiti fisiknya lebih dari
Sarastika masih belum sepenuhnya percaya atas apa yang dikatakan oleh Liam. tiga hari? tidak mungkin ia pingsan selama itu. lantas, siapa yang menggantikan pakaiannya dan mengurusnya selama ini? Saras tak berani bertanya lebih banyak lagi, ia memilih untuk mengganti posisi tidur bersandar pada kepala ranjang. melihat raut wajah Saras yang terlihat berubah agak pucat, Liam memilih untuk meninggalkan gadis cantik itu sendiri didalam kamar. *** Viktor menatap lama layar ponselnya, senyumnya mengembang saat mendapati bahwa orang yang mengirimkan pesan adalah lawan bisnis bosnya. “Sesuai perkiraan anda, Tuan.” Liam yang sudah berada di Perusahaan hanya mengangguk kecil tanpa membalas ucapan Viktor. “Apa anda yakin akan melakukan cara ini?” Liam mengalihkan pandangannya pada foto pernikahannya bersama Saras yang berada di atas meja kerjanya. dalam foto itu, nampak Saras memaksakan senyumnya. “Jangan banyak bertanya, Viktor. aku tahu apa yang aku lakukan.” Viktor membungkuk hormat,
Hari yang dijanjikan Liam telah tiba, dimana Saras harus memenuhi syarat yang diajukan Liam. Saras diantar ke sebuah rumah yang cukup mewah. selama perjalanan, Saras tidak bertanya tentang keberadaan Liam pada Viktor yang ditugaskan untuk mengantarkannya. Ia cukup tahu diri dan tak ingin mengetahui dimana Liam berada. pikirannya sudah terlalu banyak dan hal itu cukup membuatnya pusing. entah hal apa yang akan terjadi padanya saat memasuki rumah yang terlihat tertutup rapat itu. “Seseorang sudah menunggu anda di dalam, nyonya.” Perkataan Viktor membuyarkan lamunannya, gadis cantik itu menatap Viktor yang membukakan pintu untuknya. “Siapa?” Viktor hanya membungkuk hormat, mempersilahkan agar Saras masuk ke dalam saat pintunya sudah terbuka lebar. tidak mendapatkan jawaban dari Viktor,Saras memantapkan hati. ia yakin putusannya ini adalah yang terbaik. Setidaknya Liam tidak akan lagi menyentuh tubuhnya. walau dengan perasaan berkecamuk, Saras tetap saja masuk ke dalam rumah. bersamaan
Bab 16 Luna memutuskan untuk menemui Rosa, ibu Liam yang saat ini sedang berada di Butik. “Luna, apa yang terjadi sayang?” tanya Rosa saat melihat kedatangan Luna yang terlihat tidak bersemangat. Luna menggeleng lemah, keduanya memutuskan untuk ngobrol di ruang kerja Rosa. “Katakan sayang, apa yang terjadi? kau sakit atau-” “Gadis itu sudah mencuci otak Liam, Tante.” “Maksudmu?” tanya Rosa tidak mengerti. “Sikap Liam padaku sudah berubah, tidak sehangat dulu. semenjak menikah dengan Saras, ia tidak peduli lagi denganku. bahkan, tempo hari aku membawakan makanan kesukaannya dan ia justru memilih untuk tidak memakannya. Liam juga mengancamku, Tante…” balas Luna dengan deraian air matanya. Rosa mengepalkan kedua tangannya, tidak menyangka jika Liam berbuat sejauh ini. “Ini salah Tante, terlalu membebaskan Liam. Baiklah, Tante akan cari cara untuk menyingkirkan gadis itu sebelum ayah Liam datang. Kau tenang saja, Luna. Tante akan selalu mendukungmu.” Luna memeluk tubuh
“Hebat kalian, baru pulang jam segini!” sambut Rosa, matanya berkilat marah menatap wajah Saras dan Liam yang baru saja menginjakkan kaki di rumah. Liam nampak acuh, tak menanggapi perkataan Rosa. Saat akan melewati tubuh paruh baya itu, Liam menoleh ke belakang. Menatap wajah Saras, tanpa berkata apa-apa. ditatap seperti itu, Saras hanya mampu menundukkan wajahnya dan mengekor pada Liam. “Sekali lagi kau buat Luna menangis, ibu akan membuat istrimu itu menderita.” Ancam Rosa, membuat suasana semakin tegang. Liam menghentikan langkahnya, dan berbalik ke belakang. hal itu membuat Saras hampir saja menabrak tubuh Liam jika ia tidak melihat ke depan. “Tidak ada yang boleh menyakitinya, kecuali aku.” Liam memang menjawab pertanyaan itu untuk Rosa, namun pandangannya tertuju pada manik cokelat istrinya. Saras menghempaskan tubuhnya pada kasur empuk kamarnya. hari ini terasa begitu berat, melelahkan dan menguras tenaga. Ia kembali teringat saat Liam menutup kedua matanya saat menin
Liam membalik setiap dokumen yang diserahkan oleh Viktor. gerakannya tertahan saat ia melihat sebuah informasi perusahaan Danuarta yang diselipkan di dokumen tersebut. Liam mendongak, menatap pada Viktor, tatapannya menuntut tanpa harus repot-repot mengeluarkan suara. “Saya yakin, anda juga pasti curiga. tidak hanya manajer Perusahaan, tapi ada orang yang lebih kuat dan belum memunculkan diri.” Viktor menjelaskan secara singkat. “Sudah sejauh mana?” Liam kembali membuka lembaran, membaca seksama. “Beri saya waktu satu Minggu.” “Terlalu lama,” “Tiga hari dan anda akan mendapatkan nama orang itu.” Liam menutup dokumen tersebut, lalu menyandarkan tubuhnya pada kursi kebesarannya. ekspresinya kembali datar dan dingin. “Aku ingin tanah yang diberikan oleh Bondan dibangun taman.” Viktor nampak terkejut, namun ia berusaha bersikap biasa saja. Taman? ini kali pertamanya Liam meminta hal yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan bisnis yang mereka jalani. “Baik Tuan, untuk hari ini j
Liam mengerutkan keningnya, saat menyadari bahwa Saras tidak berada dalam kamarnya. pria itu lantas mengelilingi rumah, mencari keberadaan Sarah. Nihil, gadis itu tidak ada. “Liam, kau sudah pulang?” Rosa terkejut, mendapati Liam sudah berada dirumah. sedangkan ia tidak melihat mobil Liam saat diluar tadi. “Dimana istriku?” Rosa menelan ludahnya susah payah. ini tidak ada dalam rencananya. seharusnya Liam tidak pulang secepat ini. “I-ibu, baru saja pulang. mana mungkin ibu tahu dimana keberadaan istrimu.” Sahutnya tergagap. Liam tidak percaya begitu saja jawaban sang ibu. “Katakan atau-” “Makam ayahnya!” Rosa tidak ingin membuat masalah. Ia yakin, Liam tidak mungkin langsung mempercayai ucapannya. pria berwajah tampan itu lantas melenggang pergi meninggalkan wanita paruh baya itu tanpa mengatakan apa-apa. *** Setelah sudah cukup lama berada di makam ayahnya, Saras memutuskan untuk pergi. Saras tahu, tidak mungkin mertuanya akan kembali menjemput dirinya. Jadi Saras m
Mata wanita paruh baya itu melotot pada Saras, kesal karena dirinya tidak bisa membuat Liam percaya pada kata-katanya. tidak ingin membuat Liam kembali marah, Rosa memutuskan untuk pergi begitu saja. diam-diam Saras merasa lega, setidaknya wanita itu tidak akan membuat masalah baru dengannya. tapi, dalam hati Saras juga berterima kasih pada Rosa karena sudah mengantarkannya ke pemakaman ayahnya. rindunya sedikit terobati dengan mengunjungi makam. “Sudah melamunnya?” Saras mendongak, menatap manik hitam milik Liam. pria yang berdiri di hadapannya ini memiliki daya tarik tersendiri. alis mata yang tebal, hidung mancung menambah wajahnya semakin terlihat begitu sempurna. Tangan Liam terulur, mengelus lembut pipi Saras. gerakan tiba-tiba itu tentunya membuat Saras begitu terkejut. “Masuklah, istirahat.” Saras mengangguk mengiyakan, lalu memilih untuk pergi tanpa melihat ke arah Liam. Setelah Saras masuk kedalam rumah, Liam kembali masuk ke dalam mobil untuk kembali menjalani rutinita
“Liam!”Obrolan antara Liam dan Viktor terhenti saat keduanya mendengar ucapan lantang seseorang yang sudah berani masuk ke dalam ruangan kerja Liam. melihat sosok wanita yang baru saja menyebutkan namanya, membuat Liam mendengus dingin lalu mengisyaratkan agar Viktor keluar terlebih dahulu. “Tapi saya harap anda dapat mempertimbangkan aspek sosial yang nantinya akan berdampak terhadap lingkungan.” Setelah mengatakan hal itu, Viktor meninggalkan ruangan. walaupun ia sedikit kesal dengan kehadiran Luna yang menurutnya cukup mengganggu karena ia baru saja tengah membicarakan persoalan Perusahaan yang sangat penting.“Sudah berapa hari kau bersikap dingin padaku, Liam? apa salahku sehingga kau terus saja berusaha untuk menghindar? Apa karena gadis itu?” deretan pertanyaan itu sungguh membuat telinga Liam berdengung.“Aku sudah berusaha untuk meyakinkan diri, kau tidak akan tergoda padanya. namun, kau adalah pria normal.” Ada jeda waktu cukup lama, Luna terlihat memperhatikan wajah Liam
Sarastika memandang Perusahan milik sang ayah dengan perasaan berkecamuk. antara bahagia dan juga sedih melebur menjadi satu. bahagia karena bisa menginjakkan kaki kembali di tempat ini dan sedih karena sosok ayahnya yang sudah tidak akan pernah ia lihat lagi. Perusahaan ayahnya bergerak dalam berbagai macam bidang usaha antara lain adalah makanan olahan dari ikan dan daging. tidak sampai disitu, Perusahaan ayahnya juga mengelola olahan minuman dan juga penyedap rasa. semua merk dagang sudah hampir tersebar luas di seluruh Indonesia dan ada beberapa merk dagang tersebar sampai ke luar Negeri.“Ikuti aku.” Ucap Liam pada Saras tanpa memandang beberapa karyawan yang telah berusaha sekuat tenaga memberanikan diri untuk menyambut kedatangannya. Saras yang merasa kasihan pada karyawan itu berusaha untuk tersenyum dan memberikan semangat agar mereka tidak putus semangat. Setelah masuk ke dalam Lift, Saras dikejutkan dengan sikap Liam yang tiba-tiba saja menjepit dagunya, membuat gadis itu
Keesokan harinya, Sarastika sudah bersiap untuk pergi ke kantor bersama dengan Liam. Saras terlihat begitu cantik dengan setelan kemeja putih yang kerahnya terbuka. berlengan pendek dengan dipadukan celana kain panjang berwarna peach. rambut panjangnya dibiarkan tergerai bebas. sedangkan Liam sendiri memakai kemeja formal dengan memadukan antara kemeja lengan panjang yang berkerah yang didalamnya terdapat kaos berwarna putih.dan celana kain panjang berwarna hitam. Liam menatap dingin pada sosok mungil yang baru saja turun dari tangga. Ia memang mengagumi keindahan tubuh istrinya itu, tapi hal itu tidak untuk dipamerkan terutama pada bagian rambutnya. “Kau lupa ucapanku?” Langkah kaki Saras terhenti, saat pertanyaan Liam menyambutnya dengan sikap dinginnya. “Apa?” jujur saja, Saras tidak mengerti. “Rambut.” Saras membelalakkan matanya, teringat akan sesuatu yang pernah Liam ucapkan. tidak ingin membuat Liam marah, Saras gegas mengambil ikat rambut yang biasa ia bawa di dalam tasnya
Sesampainya di rumah, Sarastika bergegas untuk masuk ke dalam kamarnya dan mengambil sesuatu yang sudah lama ia simpan selama ini. tanpa sepengetahuan Liam. Saras mengeluarkan sebuah kotak kecil yang ia simpan di dalam kopernya. berharap kotak kecil pemberian Bagas masih ada. karena bisa saja, anak buah Liam menggeledah isi kopernya sebelum diantarkan ke rumah ini. “Masih ada!” seru Saras begitu bersemangat saat mengetahui kotak kecil pemberian Bagas masih ada. sebelum malam dimana dirinya dipaksa untuk menikah dengan Liam, ayahnya sudah mewanti-wanti agar membuka kotak ini setelah menikah dengan orang pilihannya. dengan hati-hati, Saras membuka kotak yang terbuat dari kayu itu dengan hati-hati. tidak ada sesuatu yang spesial, kecuali selembar kertas berwarna sedikit kusam. “Apa ini?” tanyanya keheranan. Saras mulai membuka lipatan kertas yang ternyata di dalamnya terdapat sebuah cincin emas dengan model yang begitu elegan. didalamnya terdapat ukiran nama Sarastika dan ditengah nya t
Saras dapat melihat dengan jelas dua orang pria yang tampak begitu serius membahas tentang sesuatu yang ia sendiri tidak tahu, apa yang dibicarakan dua pria itu. Yang dipikirkannya saat ini justru keberadaan Liam. “Maaf Nona, sudah menunggu terlalu lama.” Ucap Viktor yang baru saja masuk ke dalam mobil. lamunan Saras buyar seketika karena kedatangan Viktor yang tiba-tiba. Saras hanya tersenyum kaku, lalu kembali menatap ke jendela mobil. hal yang pertama ia lihat ialah lambaian tangan Ricard. “Tidak usah dipikirkan, anggap saja pria tidak waras.” Komentar Viktor saat mobil mulai bergerak meninggalkan parkiran. “Siapa pria itu?” tanya Saras saat mobil telah membelah jalanan kota. “Maaf Nona, saya tidak memiliki kuasa untuk menjawab pertanyaan anda.” Jawab Viktor tanpa mengalihkan pandangannya pada jalanan. “Apa perlu persetujuan suamiku hanya untuk menjawab pertanyaan sederhana ini?” Saras tidak pantang mundur. Ia ingin tahu, siapa sebenarnya pria itu. Bukan tanpa alasan, Saras b
Saras tersenyum bahagia saat memasuki gedung Perpustakaan yang berada tepat di jantung Kota. Perpustakaan dengan gaya bangunan klasik itu nampak begitu ramai pengunjung. Viktor menatap sekeliling, berjaga-jaga jika ada hal yang mencurigakan. “Kau suka membaca?” tanya Saras, langkahnya berhenti pada sebuah rak yang telah tersusun rapi berbagai macam jenis buku bacaan. “Tidak.” Sahut Viktor. pandangannya teralihkan saat seorang pria yang kedapatan menatap penuh minat pada Saras. tanpa ragu, pria berkacamata itu terlihat tersenyum lebar ketika beradu pandang dengan Saras. tatapan Viktor yang tadinya ramah berubah menjadi dingin dan ia tak segan untuk menjadi penghalang pandangan pria itu agar tidak bisa leluasa menatap wajah Saras. si pria berkacamata hanya dapat diam saat pandangannya tertutup oleh tubuh Viktor. mungkin itu adalah kekasihnya, pikirnya tanpa ambil pusing dan berlalu begitu saja. Saras terus melangkahkan kakinya, mencari buku yang sudah ada dalam daftar pencariannya. s
“Apa anda ingin keluar, Nona?” Saras disambut oleh Viktor. pria itu nampak jelas menunggu waktu yang tepat saat Saras akan keluar rumah. Saras mendesah pasrah, sebenarnya ingin keluar sekedar untuk mencari udara segar. namun, kemunculan Viktor membuat Saras kembali mengingat kata-kata Liam semalam yang akan memastikan dirinya akan selalu diawasi. jadi, ini maksudnya? “Jadi, kau orang yang akan mengawasi ku?” Viktor mengangguk mengiyakan, lalu memberi jalan pada Saras agar terlebih dahulu berjalan ke arah parkiran mobil. “Kemana Tuanmu?” tanya Saras mencoba untuk basa-basi, karena tidak ada bahan pembicaraan yang tepat untuk dibicarakan selain tentang Liam. Viktor tidak lantas menjawab, pria itu nampak berpikir sejenak sebelum mengeluarkan kata-kata. “Tuan sedang ada kerjaan dan tidak dapat diwakilkan. apa Nona ingin menelponnya?” Saras menggeleng cepat, sebuah reaksi yang cukup membuat Viktor penasaran bagaimana interaksi antara bos dan istrinya itu jika sedang berduaan. Saras kem
Bab 35 Liam tidak menjawab, pria itu justru berdiri dan berjalan ke arah lemari pakaian lalu mengambil baju Saras. sebenarnya bukan baju Saras, tumpukan baju itu sudah ada semenjak Saras datang. baju-baju itu juga masih terbungkus rapi di dalam plastik. Liam mengedarkan pandangannya, menatap baju-baju yang tertata rapi. “Aku tidak pernah melihatmu memakai baju-baju ini.” Liam kembali menutup pintu lemari, lalu berjalan kembali ke arah Saras. memang selama ini Saras selalu memakai baju miliknya sendiri tanpa berani menyentuh tumpukan baju itu. “Bukankah itu untuk Luna?” Saras menautkan kedua tangannya, ada rasa takut karena mempertanyakan hal yang seharusnya ia sendiri sudah tahu jawabannya. jika bukan untuk Luna, lantas apa ada alasan lainnya? seharusnya Liam menikah dengan wanita cantik itu dan bukan pada dirinya yang biasa saja. Liam kembali diam, sorot matanya mengisyaratkan sesuatu saat bertemu pandang dengan Saras. “Kenapa berpikir begitu?” Liam memilih untuk berdiri di hada
"Seharusnya kau ikut mati bersama dengan orang tuamu!" teriak Rosa, kedua pundaknya naik turun menahan diri agar tidak lagi melampiaskan kekesalannya pada Saras. ia harus tahu batasan, jika tidak ingin terlibat adu mulut dengan Liam. walaupun bagaimanapun Saras masih menjadi istri Liam dan ia tidak bisa mengabaikan hal itu. "hari ini kau selamat, tapi lain kali saat Liam sudah mendapatkan keinginannya. aku yakin, kau akan dibuang dan disaat itulah aku datang untuk membawamu menyusul ayah dan ibumu!" ada senyum kemenangan terpancar jelas dari raut wajah Rosa. setelah mengucapkan hal itu, wanita paruh baya itu hendak pergi meninggalkan kamar Saras. tetapi, saat berbalik hal yang tak terduga sama sekali muncul di hadapannya. "Li-liam?" "Ini kali kedua ibu melakukan kesalahan," Liam memasukkan dua tangannya ke dalam saku celana dan bersandar pada sisi pintu. bibirnya tersenyum manis, namun sorot matanya mengisyaratkan sesuatu yang begitu menakutkan. "jika sampai ke titik terakhir ibu