Share

2. Serangan Jantung

last update Last Updated: 2024-08-04 20:04:37

"Dhuha, bangun! Opa kamu datang tuh!"

"Ya ampun, Ma, Du baru aja tidur. Masa udah harus bangun lagi. Du ada meeting siang, jadi.... "

"Bangun, Opa perlu bicara!" Aku pun langsung melompat begitu mendengar suara ayah dari pihak papaku yang aku panggil opa. Mata ini langsung segar, apalagi Opa Fauzi sudah duduk di depanku.

"Maria, bawakan Papa pisang rebus di bawah."

"Baik, Pa." Mama pun keluar dari kamar. Tinggal aku berdua opa saja. Tumben sekali opaku masih jam tujuh pagi sudah ada di rumahku.

"Kamu ada masalah apa sama Monic?" aku mengernyit.

"Oh, Monic, terlalu lebay, Pa. Jajannya banyak. Baru sekali jalan, udah minta dibelikan emas. Memangnya saya juragan?"

"Baru sekali, coba lagi. Siapa tahu dia berubah." Opaku masih berusaha membujuk.

"Kesan pertama itu sangat membekas, Pa. Baru satu kali ketemu udah kapok."

"Tapi Opa udah janji mau jodohkan kamu dengan Monic. Begini, perusahaan akan bisa berkembang jika kamu menikahi Monic. Papa Monic dan almarhum papa kamu udah menjodohkan kamu dengan Monic, bahkan sejak kamu SD. Sebelum papa kamu meninggal, papa kamu berpesan.... "

"Pa, Dhuha udah nikah."

"Hah, apa?!" Opa Fauzi berdiri dengan wajah terkejutnya. Suaranya menggelegar hingga membuat nyali ini sedikit ciut.

"Dhuha udah nikah, Pa. Jadi, jangan jodohkan Dhuha dengan Monic!"

"Ada apa ini, Pa? Dhuha, kamu bicara apa dengan opa? Pa, Papa!" Opa memegang dadanya dan jatuh duduk di kursi. Aku dan mama panik, hingga melarikan opa ke rumah sakit.

Opa mendapatkan pertolongan pertama. Adik papaku, termasuk Hakim pun ikut menyusul ke rumah sakit. Papaku tiga bersaudara dan beliau anak pertama. Namun, dua tahun lalu papa meninggal karena serangan jantung. Anak kedua adalah Om Reno, papa dari Hakim, lalu Tante Nola, adik bungsu papa yang semua anaknya sekolah di luar negeri.

"Apa yang terjadi, Mbak?" tanya tante Nola pada mamaku.

"Gak tahu, No. Orang tadi waktu ke rumah, papa baik-baik aja. Terus papa bicara pada ini nih, cucu sulung yang hobi banget pulang malam bukan karena kerja, tapi nongkrong! Tiba-tiba papa pingsan."

"Ya ampun, Dhu, kamu bilang apa sama opa? Tanggung jawab loh, Dhu. Kamu tuh cucu lelaki pertama dari anak lelaki pertama, kenapa sih, sering banget bikin masalah?" tante Nola mendelik padaku.

"Kalian kenapa berisik? Udah tahu orang lagi sakit!" Kami semua menoleh saat mendengar suara opa.

"Pa, Papa udah enakan?" tanya mamaku.

"Dhuha, kamu udah nikah? Kamu gak bohong kan? Kamu jangan bohong sama Opa!"

"Apa, Dhuha udah nikah? Nggak mungkin, Pa. Ini anak pasti ngarang!" Mama melotot ke arahku. Mama bahkan mengguncang bahu ini dan terus menatapku meminta penjelasan.

"Udah nikah, Mami. Semalam." Hakim bersuara dari arah pintu kamar.

"Kamu udah nikah sama siapa, Dhuha? Marisa? Monic, Prilly?" tanya mamaku setelah syoknya reda. Aku dikelilingi oleh saudara, ada delapan orang berkumpul di ruangan perawatan VVIP tempat opa masih terbaring lemas.

"Kamu nikah semalam sama siapa, Dhuha? Kamu jangan bikin Mama ikut kena serangan jantung."

"Ma, Dhuha emang udah nikah, namanya... mm.. itu Aini."

"Aini? Apa pekerjaan orang tuanya? Apa Mama atau opa kamu kenal? Apa nama perusahaannya?" aku menggaruk rambut yang tidak gatal. Apa yang harus aku jawab? Gak mungkin aku bilang dia janda dan gelandangan. Mungkin kalau hanya janda saja, tapi anak pemilik perusahaan, opa dan mama akan terima saja. Bukan gelandangan.

"Dhuha, keluarga wanita itu siapa? Apa sesama... "

"Orang biasa, Opa. Orang sederhana aja."

"Oh, begitu, baik, Opa akan anggap serius ucapan kamu ini, jika kamu bisa bawa istri kamu ke sini. Jika tidak, Opa akan anggap ucapan kamu omong kosong dan kamu akan tetap Opa nikahkan dengan Monic!"

"Iya nanti Dhuha kenalkan ke Mama dan Opa. Biar Opa sehat dulu ya."

"Sekarang aja. Opa dan semua saudara kamu yang ada di sini menunggu kamu. Bawa sekarang ke sini! Jemput dia di kantornya atau di kampusnya jika dia masih mahasiswa." Hakim yang berdiri di sudut ruangan sejak tadi menahan tawa.

"Dhuha, masih bengong aja! Cepet susulin istri kamu!"

Comments (9)
goodnovel comment avatar
Suwaryo Aryo
smg jd berkah
goodnovel comment avatar
Nurmala
pokoknya debes cerita nya
goodnovel comment avatar
Hera Waty
semoga sja bisa di terimah di keluarganya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   3. Acie... Dhuha

    "Lu kenapa gak belain gue tadi?" tanyaku kesal pada Hakim yang sejak kami keluar dari kamar perawatan opa, terus saja tertawa cekikan. "Gue gak mau kena omel opa. Mana berani gue ikut campur." Aku menghela napas kesal mendengar alasannya. "Gue aja berasa kayak mimpi kalau lu udah nikah beneran." "Itu bukan nikah beneran namanya. Buset, gue gak tahu kayak apa nanti opa, mama, dan yang lainnya kalau tahu wanita itu gelandangan dan janda! Anaknya dua pula. Duh, nasibku.... " Hakim menyalakan mesin mobil. "Pikirkan nanti saja yang penting sekarang, kita jemput dulu istri lu ha ha ha.... " aku meninju lengan Hakim yang sudah siap memutar stir. Sepanjang jalan, aku gak tahu mau bicara apa karena aku pun bingung. Alasan apa nanti yang aku ucapkan pada mama, opa, dan yang lainnya. Keluargaku adalah keluarga terpandang. Bahkan opa sudah menyiapkan simpanan warisan yang bisa digunakan sampai anak dan cucu tujuh turunan. Asalkan, semua anak cucunya bisa mengelola usaha dengan baik. "Bil

    Last Updated : 2024-08-04
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   4. Kesepakatan Kerja Suami Istri

    "Ibu, bajunya bagus sekali. Ibu jadi cantik dan wangi. Hhuumm.... " Anak lelaki kecil itu terus memeluk ibunya dengan erat sambil tersenyum begitu lama. Nampak sekali ia bahagia dan terpesona dengan bentukan ibunya yang baru. Kuakui dengan berganti pakaian dan menumpang sholat di masjid, wajahnya tidak sekucel seperti awal. "Izzam, ikut Om beli mainan yuk! Ibu mau bicara dulu sama Ayah Dhuha." Hakim yang sudah aku beritahu apa tugasnya, langsung bergerak cepat. "Iya, Om." "Adik Izzam siapa namanya, Mbak?" tanyaku. "Intan, Mas.""Umur?" "Setahun setengah." Aku memandangi wajah kecilnya yang tengah terlelap beralaskan kain gendongan. "Mbak mulung, Anak-anak ditinggal berdua saja?" ia mengangguk. "Kasihan kalau dibawa dua-dua. Tapi memang saya mulung gak jauh-jauh, Mas. Saya dua kali pulang kalau pergi mulung dari jam tujuh pagi sampai jam dua belas." Aku mengangguk paham. "Ayahnya anak-anak ke mana?" "Udah gak ada.""Meninggal?" ia mengangguk. "Usia kamu berapa?" tanyaku lagi.

    Last Updated : 2024-08-04
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   5. Malam Pertama

    Benar seperti tebakanku bahwa mamaku terdiam sepanjang jalan pulang ke rumah. Wajahnya nampak tidak senang dengan kenyataan bahwa aku menikahi janda anak dua. Aku pun bingung mau mengatakan apa karena ini semua serba tiba-tiba dan aku belum menyiapkan plan A ataupun plan B. "Tante mau mampir ke mana, biar Hakim anter," kata Hakim mencaurkan suasana. "Pulang saja. Tante mau bicara sama sepupu kamu ini!" Jawab mama ketus. Aku menelan ludah. Aku perhatikan Aini pun sama. Ia tertunduk malu sambil memilih ujung bajunya. "Masih lama gak sih, mobil kamu bau banget ini, Dhu. Apa nggak dicuci?" tanya mamaku sebal. "Dikit lagi Tante. Sabar ya. Iya, ini Dhuha belum sempat cuci mobil semalam, cucian mobilnya udah keburu tutup." "Ck, ya sudah, cepat, cepat!" Lima belas menit berlalu dan kami pun tiba di rumahku. Lebih tepatnya rumah mamaku. Untung saja Izzam dan adiknya masih tidur sampai aku dan Hakim membawa keduanya masuk ke kamarku yang ada di lantai dua. "Kamu di sini dulu, Aini. Jangan

    Last Updated : 2024-08-04
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   6. Kesepakatan Kontrak Pernikahan

    "Buka baju, Mas?" tanyanya dengan wajah polos. Aku terbahak sambil mengibaskan tangan. "Bukan, mana mungkin kita tidur seperti suami istri. Mbak, ini tuh seperti pernikahan kontrak. Imbalannya anak-anak dapat tempat tinggal nyaman, bukan di sini. Saya ada rumah sendiri. Mbak punya suami yang menafkahi. Punya mertua dan keluarga. Saya akan kasih uang juga, meski gak banyak, tapi saya akan tetap tanggung jawab. Gimana?""Baik, Mas. Terima kasih banyak atas kebaikannya. Saya gak tahu bagaimana membalas kebaikan Mas dan juga keluarga Mas.""Kamu cukup lakukan apa yang aku perintahkan. Oke! Oh, iya, satu lagi, kamu gak boleh ikut campur urusan pribadi aku. Paham kan maksudnya?""Baik, Mas." Aku mengangguk sambil tersenyum. Anggap saja aku tengah beramal dengan janda miskin dan juga anak yatim. Pasti Tuhan akan balas kebaikanku dengan kebaikan pula. Aku mematikan lampu kamar, kemudian ikut terlelap. Aini dan dua anaknya masih tetap tidur di bawah. Aku tidak mau merayu meminta mereka pinda

    Last Updated : 2024-08-05
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   7. Pindah Rumah

    Aku seperti bermimpi bisa bicara lagi dengan Luna. Sudah lama sekali tidak pernah WA apalagi telepon. Hanya sesekali saja aku mengomentari jika ia update status di akun media sosial instagramnya. Itu pun bisa dihitung dengan jari berapa kali dia posting. Terlihat ia sangat sibuk dan aktif sehari-harinya dan setahuku, ia tidak pernah posting foto lelaki yang sedang dekatnya. Jika pun ada foto lelaki, aku rasa itu temannya karena fotonya beramai-ramai. "Dhuha, kamu mau bengong sampai kapan?" teguran dari mamaku membuatku tersentak. "Eh, nggak bengong, Ma. Cuma lagi mikirin mungkin akan ajak Aini pindah ke rumah Dhuha," jawabku salah tingkah. Mama membuang wajahnya dan terlihat jengah dengan kehadiran Aini dan juga dua anaknya. "Lekas kalian makan, lalu bawa saja mereka ke rumah kamu. Maaf, Mama masih merasa kalian bukan seperti pasangan lainnya. Ini terlalu aneh! Seperti tidak ada wanita lain saja di luaran sana. Kenapa harus.... ""Ma, ada anak-anak!" Potongku cepat. Aini sudah menu

    Last Updated : 2024-08-08
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   8. Tidak Boleh Naksir

    "Kamu gak papa, Mas? Kayaknya gak senang ketemu aku?" tanya Luna dengan wajah cemberut. "Gak papa. Aku cuma kaget aja kamu tiba-tiba ada di kantorku. Dari mana kamu tahu? Oh, iya, aku buru-buru banget, ada meeting dan aku udah telat satu jam. Kamu tunggu di sini saja kalau gak bosan. Atau kamu bisa main ke mana dulu, nanti baru balik lagi sore. Aku beneran repot banget hari ini. Oke, Luna!" aku langsung berjalan cepat meninggalkan Luna yang tak sempat menjawab ucapanku. Jujur aku kaget dan senang, hanya saja timing-nya tidak pas. Aku benar-benar ditunggu untuk briefing. Jika aku terlambat lebih parah dari kemarin, bisa-bisa Om Aldo malah melaporkanku pada opa. Meeting baru selesai malam hari. Aku mendapatkan pesan WA Luna yang mengisyaratkan bahwa wanita itu sedikit kecewa karena aku abaikan. Tentu saja aku langsung membalas pesan itu dengan mengatakan bahwa besok malam, aku yang akan mengunjunginya. "Balik, Pak," sapa Erwin ; staf keuangan perusahaan yang kebetulan satu lift deng

    Last Updated : 2024-08-10
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   9. Ngajak Balikan

    "Maaf, Mas, saya sudah lancang menggunakan alat masaknya. S-soalnya saya beneran mau ngebantu bikin sarapan. Ini---" aku begitu senang melihat ada nasi goreng di atas meja, lengkap dengan telur mata sapi. Semalam aku memesan belanjaan dapur secara online dan aku memesan telur juga. "Wah, gak papa, Mbak. Bagus malah. Pantesan wangi banget aromanya sampai kamarku." "Syukurlah." Aku menarik kursi makan, sedangkan Mbak Aini menuangkan teh ke dalam gelasku. "Pagi ini kita belanja pakaian anak-anak, setelah kita dari rumah sakit. Opa ingin ketemu Mbak lagi." Wanita itu terdiam sejenak. "Saya agak khawatir. Takut kalau... ""Jangan khawatir, lebih galak aku daripada opa. Seperti yang pernah aku ajarkan, jangan bicara apapun saat ditanya, biar aku yang jawab nanti." "Baik, Mas, saya paham!""Anak-anak mana?" tanyaku saat tak melihat Intan maupun Izzam. Suaranya pun tidak kedengeran. "Masih tidur, Mas." "Oh, ya sudah, jangan dibangunkan. Kita sarapan saja dulu." Ia mengangguk, lalu meng

    Last Updated : 2024-08-13
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   10. Aku Jomlo

    Anak-anak terlihat happy, terutama Izzam. Kalau Intan karena masih terlalu kecil, sehingga belum keliatan antusiasnya. Hanya saja, bayi kecil sebelas bulan itu terus tersenyum sambil tepuk tangan. Jelas sekali kalau mereka belum pernah diajak ngemall. "Seriusan gak pernah masuk mall?" tanyaku pada Aini. Wanita itu menggeleng. "Pernah dulu sekali. Udah lupa juga dan mall nya gak sebesar ini," jawab Aini yang langkahnya masih tertinggal di belakangku. Wanita itu pasti tidak percaya diri karena penampilannya. Meski sudah memakai baju yang sempat tempo hari kami beli, ia tetap tidak percaya diri berjalan santai di dalam mall yang isinya kaum menengah ke atas. "Oh, gitu, pantesan Izzam keliatan senang dan agak norak he he he.... ""Jangankan ke mall, Mas, bisa mendapatkan botol plastik bekas, wadah air mineral gelas bekas untuk ditukar dengan yang saja rasanya udah bersyukur. Paling gak anak-anak gak sampe kelaparan." Aku mengangguk penuh simpati. Hidup yang dijalani mbak Aini pasti sa

    Last Updated : 2024-08-14

Latest chapter

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   249. Kecelakaan

    Hari-hari berlalu dalam rutinitas melelahkan bagi Aini. Diana semakin manja dengan alasan kehamilannya, sementara Erwin selalu memintanya untuk bersabar. Aini tak punya pilihan selain mengurus rumah, memasak, dan menjaga Izzam seorang diri, tanpa dibayar. Jika saja aku berani untuk angkat kaki dari sini? Ada satu hal yang mengusik pikirannya belakangan ini. Setiap kali ia pulang dari mengantar Izzam mengaji, selalu ada aneka makanan di meja makan. Kadang nasi kotak lengkap dengan lauk, kadang buah-buahan segar, atau bahkan kue-kue mahal yang tak biasa mereka beli."Kak Diana, banyak sekali makanan sore ini," panggil Aini sambil menunjuk ke arah tumpukan paper bag logo bakery dan juga ada parcel buah. "Ini dari mana, ya?"Diana menoleh sekilas, lalu mengangkat bahu. "Nggak tahu. Pas aku ke dapur tadi udah ada di situ.""Mungkin dari mama aku. Tapi dia suka gak bilang-bilang anter makanan. Tiba-tiba aja udah di meja teras. Asistennya mungkin yang anter." Aini mengernyit. "Kenapa, Ai?

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   248. Kembali Membabu

    Sejak mengetahui dirinya hamil, sikap Diana kembali ke setelan awal. Jika sebelumnya ia cukup mandiri dalam mengurus rumah, kini semuanya berbeda. Ia lebih sering berbaring di kamar, mengeluh lelah, atau sekadar duduk di ruang tamu sambil menonton televisi. Jika sebelumnya, ia masih mau mencuci piring, sekarang sudah tidak mau melakukan pekerjaan rumah tangga apapun. "Aku nggak bisa masak, baunya bikin mual," keluh Diana suatu pagi saat Aini sedang menyiapkan sarapan.Aini yang tengah mengiris sayuran hanya melirik sekilas. "Kalau begitu, aku yang masak saja."Diana tersenyum puas dan kembali bersandar di sofa. Izzam, anaknya yang berusia tiga tahun, berlari ke arahnya sambil membawa mobil-mobilan."Mama, main!" seru Izzam, menarik-narik tangan ibunya.Diana menghela napas panjang. "Izzam, main sendiri dulu, ya. Mama lagi capek."Anak kecil itu merengek, tapi Diana tetap diam. Akhirnya, Aini yang menghampiri dan menggendong Izzam."Sini, Nak. Biar Ibu yang temani main," katanya lembu

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   247. Sebuah Keputusan

    Langit di luar rumah sakit mendung, seolah turut berduka atas kepergian Nara. Di ruang tunggu, Erwin, Rio, dan Aini berdiri dalam diam, menanti dokter keluar dari ruang gawat darurat.Pintu terbuka, dan seorang dokter melangkah keluar dengan wajah sendu."Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tetapi..." Dokter menarik napas panjang sebelum melanjutkan, "Maafkan kami. Ibu Nara telah berpulang."Seakan waktu berhenti sejenak."Tidak... tidak mungkin," Rio berbisik, matanya membulat tak percaya.Erwin terduduk lemas di kursi, sementara Aini menutup mulutnya dengan tangan, berusaha meredam isakan yang mulai pecah."Dok... benarkah?" suara Erwin serak, hampir tidak terdengar.Dokter mengangguk pelan. "Seperti yang tadi saya katakan, Beliau mengalami serangan jantung mendadak. Kami telah mencoba segalanya."Air mata yang ditahan Rio akhirnya jatuh. "Ibu..."Aini, yang sejak tadi berusaha tegar, akhirnya terisak keras. Ia menunduk, bahunya bergetar. "Aku bahkan belum sempat bicara banyak d

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   246. Kontrakan Sederhana

    Rumah kontrakan itu sederhana. Sebuah rumah kecil dengan dua kamar tidur, ruang tamu yang sempit, dan dapur mungil di bagian belakang. Tidak ada halaman luas seperti di panti. Tidak ada suara riang anak-anak yang berlarian. Hanya keheningan yang sesekali dipecahkan oleh suara tangisan Izzam atau helaan napas panjang dari salah satu penghuni rumah.Malam pertama di rumah baru terasa berat bagi Aini. Ia duduk di lantai ruang tamu, memeluk lututnya, menatap kosong ke dinding. Bayangan panti, suara anak-anak, dan semua kenangan yang ia tinggalkan masih menghantuinya. Rumah ini bukan rumahnya. Ia merasa asing, seolah tempat ini tidak bisa menggantikan tempat di mana ia tumbuh besar selama 24 tahun terakhir.Nara sudah berbaring di kamar setelah menyadari ia sudah bukan di tempat tidur biasanya. Rio duduk di kursi kayu di sudut ruangan, menatap diam ke arah Erwin yang duduk dengan kepala tertunduk. Tidak ada yang berbicara selama beberapa menit. Namun, akhirnya, Rio membuka suara.“Kamu ak

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   245. Diambil Alih

    Di ruang tamu Panti Cahaya Kasih, suasana terasa berat. Pak Zainal, pria paruh baya yang selama ini menjadi penjaga panti dan tangan kanan Bu Nara, duduk berhadapan dengan Fauzi. Donatur yang dianggap Pak Zainal, bisa menolongnya. “Terima kasih sudah datang, Pak Zainal,” ujar Fauzi memulai percakapan. Tangannya Pak Zainal gemetar. Pak Fauzi tersenyum tipis. “Saya yang terima kasih, Pak. karena akhirnya Pak Zainal menyempatksn mampir ke kantor saya.""Ada yang bisa saya bantu, Pak?" tanya pak Fauzi sambil memandang tamu di depannya dengan seksama. Pak Zainal menarik napas panjang. “Pak, saya mohon maaf harus mengatakan ini, tapi situasi panti benar-benar kritis. Kami... kami terancam kehilangan tempat ini.”Alis Pak Fauzi terangkat. “Kehilangan? Apa maksudmu?”Pak Zainal menunduk, lalu menjelaskan semuanya—utang Erwin, ancaman dari dua pria yang datang ke panti, dan risiko kehilangan rumah yang selama ini menjadi tempat berlindung bagi puluhan anak yatim piatu. “Pak, saya tidak tahu

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   244. 700 Juta

    Siang itu, matahari bersinar terik, memanaskan atap genting panti Cahaya Kasih yang dikelola Bu Nara sejak belasan tahun lalu. Anak-anak panti sedang bermain di halaman, riang tertawa sambil berlarian ke sana ke mari. Aini, yang sedang menyuapi bayi kecilnya, Diana, duduk di ruang depan bersama bayi tiga tahun lainnya yang tengah merengek pelan. Meski hari itu tampak biasa saja, suasana damai itu segera berubah saat dua pria asing masuk ke pekarangan panti tanpa permisi.“Permisi, ini panti Cahaya Kasih, kan?” salah satu pria, bertubuh tinggi besar dan bersuara berat, menghampiri Aini yang duduk di dekat pintu masuk.Aini menoleh. Wajahnya berubah heran. "Iya, betul. Ada yang bisa saya bantu, Pak?""Ada apa ini?" Pak Zainal dengan tergopoh menghampiri Aini yang berdiri di depan pintu berhadapan dengan dua orang pria. Wajah pria itu sangat asing. Pria itu tidak langsung menjawab. Ia melirik rekan di sebelahnya, seorang pria berperawakan lebih kecil namun dengan wajah yang tampak ding

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   243. Prematur

    Siang itu, rumah sakit dipenuhi ketegangan. Diana dibawa masuk ke ruang persalinan darurat setelah dokter memastikan bahwa ia mengalami komplikasi yang memaksa kelahiran dini. Kehamilannya baru memasuki usia tujuh bulan, tetapi kondisi pendarahan yang terus berlangsung membuat dokter tidak punya pilihan lain.Rio duduk gelisah di ruang tunggu bersama Aini menunggu Erwin yang belum juga tiba. Wajahnya tegang, tangannya terus menggenggam ponsel. Sesekali ia melirik ke arah pintu, menanti kedatangan Erwin, suami Diana, yang sedang dalam perjalanan.“Aini, gimana ini?” bisik Rio dengan suara gemetar. “Kita berdoa saja, Mas. Dokter-dokter di sini pasti akan melakukan yang terbaik. Kak Diana dan bayinya akan baik-baik saja. Kak Diana wonder Woman he he.... ""Saya tahu hati kamu bersih, Ai. Meskipun Diana bersikap jahat sama kamu, tapi kamu tidak membalasnya." Aini yang duduk diam di sudut ruangan memandang lantai dengan tatapan kosong. Ia tahu Diana sering bersikap semena-mena padanya, t

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   242. Kembali Bertemu Aini

    Siang itu, Dhuha tiba di panti asuhan Cahaya Kasih dengan sebuah mobil penuh sembako dan peralatan sekolah. Ini adalah kunjungan ketiga sebenarnya setelah sebelumnya ia mengantar bantuan dari opa Fauzi. Kunjungan kedua, Hakim yang melakukan karena bulan lalu, ia masih galau karena diputuskan Luna. Kemarin ia sudah bertekad untuk tidak terus larut dalam kegalauan karena putus cinta. Rio yang sedang cuti kerja, muncul untuk menyambut Dhuha di depan panti. Rio mengenakan kemeja kasual biru muda dan celana jeans, terlihat ramah dan santai.“Mas Dhuha, ya? saya Rio. Selamat datang lagi di Cahaya Kasih,” sapa Rio sambil menjabat tangan Dhuha dengan hangat.“Iya, Mas. Maaf, tadi saya sempat macet sebentar. Biasanya Mbak Diana yang menyambut,” ujar Dhuha. “Oh, Mbak Diana lagi istirahat di dalam. Katanya tadi sempat kontraksi palsu, jadi disuruh bed rest sama dokter,” jawab Rio sambil tersenyum tipis."Oh, Mbak Diana sedang hamil?""Iya betul. Tidak keliatan ya karena memang perutnya kecil

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   241. Kenapa Tidak Menyerah Saja?

    Belum lagi reda rasa terkejutnya, sebuah pesan kembali masuk ke ponselnya. Kali ini bukan kontak Luna, tapi mamanya. "Dhuha, maafkan aku. Aku tidak bisa melanjutkan hubungan ini lagi. Jarak ini terlalu sulit untukku. Aku tidak ingin membuatmu terus berharap pada sesuatu yang mungkin tidak bisa kupenuhi. Aku harap kamu bisa mengerti. Terima kasih untuk segalanya. Kamu akan selalu menjadi bagian penting dalam hidupku."Pesan itu kembali menghantam dadanya dengan keras. Dhuha membaca ulang kata-kata itu beberapa kali, berharap ia salah paham, berharap ini hanya mimpi buruk yang akan berlalu saat ia membuka mata. Namun, kenyataan tetap tidak berubah. Luna telah memutuskan hubungan mereka.Ia merasakan air mata mengalir tanpa ia sadari. Perasaan kecewa, kehilangan, dan kesepian bercampur menjadi satu. Dhuha ingin membalas pesan itu, ingin memohon pada Luna untuk mempertimbangkan ulang, tetapi ia sadar bahwa tidak ada gunanya memaksakan sesuatu yang tidak lagi diinginkan oleh Luna.Sebagia

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status