Share

2. Serangan Jantung

last update Terakhir Diperbarui: 2024-08-04 20:04:37

"Dhuha, bangun! Opa kamu datang tuh!"

"Ya ampun, Ma, Du baru aja tidur. Masa udah harus bangun lagi. Du ada meeting siang, jadi.... "

"Bangun, Opa perlu bicara!" Aku pun langsung melompat begitu mendengar suara ayah dari pihak papaku yang aku panggil opa. Mata ini langsung segar, apalagi Opa Fauzi sudah duduk di depanku.

"Maria, bawakan Papa pisang rebus di bawah."

"Baik, Pa." Mama pun keluar dari kamar. Tinggal aku berdua opa saja. Tumben sekali opaku masih jam tujuh pagi sudah ada di rumahku.

"Kamu ada masalah apa sama Monic?" aku mengernyit.

"Oh, Monic, terlalu lebay, Pa. Jajannya banyak. Baru sekali jalan, udah minta dibelikan emas. Memangnya saya juragan?"

"Baru sekali, coba lagi. Siapa tahu dia berubah." Opaku masih berusaha membujuk.

"Kesan pertama itu sangat membekas, Pa. Baru satu kali ketemu udah kapok."

"Tapi Opa udah janji mau jodohkan kamu dengan Monic. Begini, perusahaan akan bisa berkembang jika kamu menikahi Monic. Papa Monic dan almarhum papa kamu udah menjodohkan kamu dengan Monic, bahkan sejak kamu SD. Sebelum papa kamu meninggal, papa kamu berpesan.... "

"Pa, Dhuha udah nikah."

"Hah, apa?!" Opa Fauzi berdiri dengan wajah terkejutnya. Suaranya menggelegar hingga membuat nyali ini sedikit ciut.

"Dhuha udah nikah, Pa. Jadi, jangan jodohkan Dhuha dengan Monic!"

"Ada apa ini, Pa? Dhuha, kamu bicara apa dengan opa? Pa, Papa!" Opa memegang dadanya dan jatuh duduk di kursi. Aku dan mama panik, hingga melarikan opa ke rumah sakit.

Opa mendapatkan pertolongan pertama. Adik papaku, termasuk Hakim pun ikut menyusul ke rumah sakit. Papaku tiga bersaudara dan beliau anak pertama. Namun, dua tahun lalu papa meninggal karena serangan jantung. Anak kedua adalah Om Reno, papa dari Hakim, lalu Tante Nola, adik bungsu papa yang semua anaknya sekolah di luar negeri.

"Apa yang terjadi, Mbak?" tanya tante Nola pada mamaku.

"Gak tahu, No. Orang tadi waktu ke rumah, papa baik-baik aja. Terus papa bicara pada ini nih, cucu sulung yang hobi banget pulang malam bukan karena kerja, tapi nongkrong! Tiba-tiba papa pingsan."

"Ya ampun, Dhu, kamu bilang apa sama opa? Tanggung jawab loh, Dhu. Kamu tuh cucu lelaki pertama dari anak lelaki pertama, kenapa sih, sering banget bikin masalah?" tante Nola mendelik padaku.

"Kalian kenapa berisik? Udah tahu orang lagi sakit!" Kami semua menoleh saat mendengar suara opa.

"Pa, Papa udah enakan?" tanya mamaku.

"Dhuha, kamu udah nikah? Kamu gak bohong kan? Kamu jangan bohong sama Opa!"

"Apa, Dhuha udah nikah? Nggak mungkin, Pa. Ini anak pasti ngarang!" Mama melotot ke arahku. Mama bahkan mengguncang bahu ini dan terus menatapku meminta penjelasan.

"Udah nikah, Mami. Semalam." Hakim bersuara dari arah pintu kamar.

"Kamu udah nikah sama siapa, Dhuha? Marisa? Monic, Prilly?" tanya mamaku setelah syoknya reda. Aku dikelilingi oleh saudara, ada delapan orang berkumpul di ruangan perawatan VVIP tempat opa masih terbaring lemas.

"Kamu nikah semalam sama siapa, Dhuha? Kamu jangan bikin Mama ikut kena serangan jantung."

"Ma, Dhuha emang udah nikah, namanya... mm.. itu Aini."

"Aini? Apa pekerjaan orang tuanya? Apa Mama atau opa kamu kenal? Apa nama perusahaannya?" aku menggaruk rambut yang tidak gatal. Apa yang harus aku jawab? Gak mungkin aku bilang dia janda dan gelandangan. Mungkin kalau hanya janda saja, tapi anak pemilik perusahaan, opa dan mama akan terima saja. Bukan gelandangan.

"Dhuha, keluarga wanita itu siapa? Apa sesama... "

"Orang biasa, Opa. Orang sederhana aja."

"Oh, begitu, baik, Opa akan anggap serius ucapan kamu ini, jika kamu bisa bawa istri kamu ke sini. Jika tidak, Opa akan anggap ucapan kamu omong kosong dan kamu akan tetap Opa nikahkan dengan Monic!"

"Iya nanti Dhuha kenalkan ke Mama dan Opa. Biar Opa sehat dulu ya."

"Sekarang aja. Opa dan semua saudara kamu yang ada di sini menunggu kamu. Bawa sekarang ke sini! Jemput dia di kantornya atau di kampusnya jika dia masih mahasiswa." Hakim yang berdiri di sudut ruangan sejak tadi menahan tawa.

"Dhuha, masih bengong aja! Cepet susulin istri kamu!"

Komen (9)
goodnovel comment avatar
Suwaryo Aryo
smg jd berkah
goodnovel comment avatar
Nurmala
pokoknya debes cerita nya
goodnovel comment avatar
Hera Waty
semoga sja bisa di terimah di keluarganya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   3. Acie... Dhuha

    "Lu kenapa gak belain gue tadi?" tanyaku kesal pada Hakim yang sejak kami keluar dari kamar perawatan opa, terus saja tertawa cekikan. "Gue gak mau kena omel opa. Mana berani gue ikut campur." Aku menghela napas kesal mendengar alasannya. "Gue aja berasa kayak mimpi kalau lu udah nikah beneran." "Itu bukan nikah beneran namanya. Buset, gue gak tahu kayak apa nanti opa, mama, dan yang lainnya kalau tahu wanita itu gelandangan dan janda! Anaknya dua pula. Duh, nasibku.... " Hakim menyalakan mesin mobil. "Pikirkan nanti saja yang penting sekarang, kita jemput dulu istri lu ha ha ha.... " aku meninju lengan Hakim yang sudah siap memutar stir. Sepanjang jalan, aku gak tahu mau bicara apa karena aku pun bingung. Alasan apa nanti yang aku ucapkan pada mama, opa, dan yang lainnya. Keluargaku adalah keluarga terpandang. Bahkan opa sudah menyiapkan simpanan warisan yang bisa digunakan sampai anak dan cucu tujuh turunan. Asalkan, semua anak cucunya bisa mengelola usaha dengan baik. "Bil

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-04
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   4. Kesepakatan Kerja Suami Istri

    "Ibu, bajunya bagus sekali. Ibu jadi cantik dan wangi. Hhuumm.... " Anak lelaki kecil itu terus memeluk ibunya dengan erat sambil tersenyum begitu lama. Nampak sekali ia bahagia dan terpesona dengan bentukan ibunya yang baru. Kuakui dengan berganti pakaian dan menumpang sholat di masjid, wajahnya tidak sekucel seperti awal. "Izzam, ikut Om beli mainan yuk! Ibu mau bicara dulu sama Ayah Dhuha." Hakim yang sudah aku beritahu apa tugasnya, langsung bergerak cepat. "Iya, Om." "Adik Izzam siapa namanya, Mbak?" tanyaku. "Intan, Mas.""Umur?" "Setahun setengah." Aku memandangi wajah kecilnya yang tengah terlelap beralaskan kain gendongan. "Mbak mulung, Anak-anak ditinggal berdua saja?" ia mengangguk. "Kasihan kalau dibawa dua-dua. Tapi memang saya mulung gak jauh-jauh, Mas. Saya dua kali pulang kalau pergi mulung dari jam tujuh pagi sampai jam dua belas." Aku mengangguk paham. "Ayahnya anak-anak ke mana?" "Udah gak ada.""Meninggal?" ia mengangguk. "Usia kamu berapa?" tanyaku lagi.

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-04
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   5. Malam Pertama

    Benar seperti tebakanku bahwa mamaku terdiam sepanjang jalan pulang ke rumah. Wajahnya nampak tidak senang dengan kenyataan bahwa aku menikahi janda anak dua. Aku pun bingung mau mengatakan apa karena ini semua serba tiba-tiba dan aku belum menyiapkan plan A ataupun plan B. "Tante mau mampir ke mana, biar Hakim anter," kata Hakim mencaurkan suasana. "Pulang saja. Tante mau bicara sama sepupu kamu ini!" Jawab mama ketus. Aku menelan ludah. Aku perhatikan Aini pun sama. Ia tertunduk malu sambil memilih ujung bajunya. "Masih lama gak sih, mobil kamu bau banget ini, Dhu. Apa nggak dicuci?" tanya mamaku sebal. "Dikit lagi Tante. Sabar ya. Iya, ini Dhuha belum sempat cuci mobil semalam, cucian mobilnya udah keburu tutup." "Ck, ya sudah, cepat, cepat!" Lima belas menit berlalu dan kami pun tiba di rumahku. Lebih tepatnya rumah mamaku. Untung saja Izzam dan adiknya masih tidur sampai aku dan Hakim membawa keduanya masuk ke kamarku yang ada di lantai dua. "Kamu di sini dulu, Aini. Jangan

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-04
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   6. Kesepakatan Kontrak Pernikahan

    "Buka baju, Mas?" tanyanya dengan wajah polos. Aku terbahak sambil mengibaskan tangan. "Bukan, mana mungkin kita tidur seperti suami istri. Mbak, ini tuh seperti pernikahan kontrak. Imbalannya anak-anak dapat tempat tinggal nyaman, bukan di sini. Saya ada rumah sendiri. Mbak punya suami yang menafkahi. Punya mertua dan keluarga. Saya akan kasih uang juga, meski gak banyak, tapi saya akan tetap tanggung jawab. Gimana?""Baik, Mas. Terima kasih banyak atas kebaikannya. Saya gak tahu bagaimana membalas kebaikan Mas dan juga keluarga Mas.""Kamu cukup lakukan apa yang aku perintahkan. Oke! Oh, iya, satu lagi, kamu gak boleh ikut campur urusan pribadi aku. Paham kan maksudnya?""Baik, Mas." Aku mengangguk sambil tersenyum. Anggap saja aku tengah beramal dengan janda miskin dan juga anak yatim. Pasti Tuhan akan balas kebaikanku dengan kebaikan pula. Aku mematikan lampu kamar, kemudian ikut terlelap. Aini dan dua anaknya masih tetap tidur di bawah. Aku tidak mau merayu meminta mereka pinda

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-05
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   7. Pindah Rumah

    Aku seperti bermimpi bisa bicara lagi dengan Luna. Sudah lama sekali tidak pernah WA apalagi telepon. Hanya sesekali saja aku mengomentari jika ia update status di akun media sosial instagramnya. Itu pun bisa dihitung dengan jari berapa kali dia posting. Terlihat ia sangat sibuk dan aktif sehari-harinya dan setahuku, ia tidak pernah posting foto lelaki yang sedang dekatnya. Jika pun ada foto lelaki, aku rasa itu temannya karena fotonya beramai-ramai. "Dhuha, kamu mau bengong sampai kapan?" teguran dari mamaku membuatku tersentak. "Eh, nggak bengong, Ma. Cuma lagi mikirin mungkin akan ajak Aini pindah ke rumah Dhuha," jawabku salah tingkah. Mama membuang wajahnya dan terlihat jengah dengan kehadiran Aini dan juga dua anaknya. "Lekas kalian makan, lalu bawa saja mereka ke rumah kamu. Maaf, Mama masih merasa kalian bukan seperti pasangan lainnya. Ini terlalu aneh! Seperti tidak ada wanita lain saja di luaran sana. Kenapa harus.... ""Ma, ada anak-anak!" Potongku cepat. Aini sudah menu

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-08
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   8. Tidak Boleh Naksir

    "Kamu gak papa, Mas? Kayaknya gak senang ketemu aku?" tanya Luna dengan wajah cemberut. "Gak papa. Aku cuma kaget aja kamu tiba-tiba ada di kantorku. Dari mana kamu tahu? Oh, iya, aku buru-buru banget, ada meeting dan aku udah telat satu jam. Kamu tunggu di sini saja kalau gak bosan. Atau kamu bisa main ke mana dulu, nanti baru balik lagi sore. Aku beneran repot banget hari ini. Oke, Luna!" aku langsung berjalan cepat meninggalkan Luna yang tak sempat menjawab ucapanku. Jujur aku kaget dan senang, hanya saja timing-nya tidak pas. Aku benar-benar ditunggu untuk briefing. Jika aku terlambat lebih parah dari kemarin, bisa-bisa Om Aldo malah melaporkanku pada opa. Meeting baru selesai malam hari. Aku mendapatkan pesan WA Luna yang mengisyaratkan bahwa wanita itu sedikit kecewa karena aku abaikan. Tentu saja aku langsung membalas pesan itu dengan mengatakan bahwa besok malam, aku yang akan mengunjunginya. "Balik, Pak," sapa Erwin ; staf keuangan perusahaan yang kebetulan satu lift deng

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-10
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   9. Ngajak Balikan

    "Maaf, Mas, saya sudah lancang menggunakan alat masaknya. S-soalnya saya beneran mau ngebantu bikin sarapan. Ini---" aku begitu senang melihat ada nasi goreng di atas meja, lengkap dengan telur mata sapi. Semalam aku memesan belanjaan dapur secara online dan aku memesan telur juga. "Wah, gak papa, Mbak. Bagus malah. Pantesan wangi banget aromanya sampai kamarku." "Syukurlah." Aku menarik kursi makan, sedangkan Mbak Aini menuangkan teh ke dalam gelasku. "Pagi ini kita belanja pakaian anak-anak, setelah kita dari rumah sakit. Opa ingin ketemu Mbak lagi." Wanita itu terdiam sejenak. "Saya agak khawatir. Takut kalau... ""Jangan khawatir, lebih galak aku daripada opa. Seperti yang pernah aku ajarkan, jangan bicara apapun saat ditanya, biar aku yang jawab nanti." "Baik, Mas, saya paham!""Anak-anak mana?" tanyaku saat tak melihat Intan maupun Izzam. Suaranya pun tidak kedengeran. "Masih tidur, Mas." "Oh, ya sudah, jangan dibangunkan. Kita sarapan saja dulu." Ia mengangguk, lalu meng

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-13
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   10. Aku Jomlo

    Anak-anak terlihat happy, terutama Izzam. Kalau Intan karena masih terlalu kecil, sehingga belum keliatan antusiasnya. Hanya saja, bayi kecil sebelas bulan itu terus tersenyum sambil tepuk tangan. Jelas sekali kalau mereka belum pernah diajak ngemall. "Seriusan gak pernah masuk mall?" tanyaku pada Aini. Wanita itu menggeleng. "Pernah dulu sekali. Udah lupa juga dan mall nya gak sebesar ini," jawab Aini yang langkahnya masih tertinggal di belakangku. Wanita itu pasti tidak percaya diri karena penampilannya. Meski sudah memakai baju yang sempat tempo hari kami beli, ia tetap tidak percaya diri berjalan santai di dalam mall yang isinya kaum menengah ke atas. "Oh, gitu, pantesan Izzam keliatan senang dan agak norak he he he.... ""Jangankan ke mall, Mas, bisa mendapatkan botol plastik bekas, wadah air mineral gelas bekas untuk ditukar dengan yang saja rasanya udah bersyukur. Paling gak anak-anak gak sampe kelaparan." Aku mengangguk penuh simpati. Hidup yang dijalani mbak Aini pasti sa

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-14

Bab terbaru

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   201. Keramas Pagi-pagi

    Ruang televisi yang tadinya dipenuhi suara tawa dari film komedi romantis kini senyap, hanya menyisakan desahan napas tertahan dari dua insan yang saling berpandangan. Dhuha masih duduk di sofa, matanya membulat, sementara Aini berdiri terburu-buru. Wajahnya memerah hingga ke telinga. Ia tidak menunggu lama untuk berlari masuk ke kamarnya, meninggalkan Dhuha yang masih membeku di tempat. Detak jantungnya masih tak beraturan. Di kamar, Aini menjatuhkan dirinya ke ranjang. Jantungnya berdetak terlalu cepat, tangannya gemetar saat menyentuh bibirnya sendiri. "Apa yang aku lakukan?!" bisiknya. Ia menutup wajah dengan kedua tangannya, berharap rasa malu itu bisa mereda. Tapi semakin ia mengingat kejadian tadi, semakin panas wajahnya."Kenapa aku nekat cium Dhuha? Ya ampun, malunya!"Ia telah mencium Dhuha. Bukan kecupan iseng, melainkan ciuman yang terasa nyata, penuh emosi. Dan yang membuatnya semakin sulit menerima adalah kenyataan bahwa ia yang memulai. Ia yang duduk di pangkuan Dhuha,

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   200. Ajak Aku Bercinta

    Telepon genggam Aini kembali berdering dan kali ini tak kunjung berhenti. Alex menghentikan gerakan mencium Aini dengan membabi-buta. "Sialan!" Alex mengumpat kesal. Tok! Tok! Suara pintu apartemen digedor dengan keras. Wajah Alex berubah tegang. Dia melepaskan cengkeramannya pada Aini, lalu melangkah mundur."Aini, aku tahu kamu di dalam. Kalau kamu nggak buka, aku dobrak pintunya!" seru Hakim lagi.Bugh! Disaat Alex lengah, Aini berhasil mendorong suaminya itu hingga jatuh duduk. Lalu Aini mengumpulkan keberanian untuk berlari ke pintu dan membukanya. Begitu pintu terbuka, Hakim langsung masuk dan melihat Alex yang berdiri di tengah ruangan dengan wajah marah. Melihat pakaian Aini kocar-kacir, Hakim langsung mengambil taplak meja berbahan kain, lalu ia berikan pada Aini sambil memalingkan wajahnya. "Kamu lagi?!" Hakim mendengus, berjalan mendekati Alex. "Nggak cukup kemarin kamu bikin masalah?""Ini bukan urusanmu, Hakim," balas Alex dengan nada dingin."Tapi ini urusan sepupu

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   199. Meminta Hak

    "Aini, Alhamdulillah akhirnya kamu sadar?" suara Dhuha terdengar gemetar, memecah keheningan di ruangan rumah sakit yang serba putih itu. Matanya menatap lekat wajah Aini yang perlahan membuka mata. Perasaan lega bercampur bersalah membanjiri hatinya.Aini mengerjapkan mata beberapa kali, mencoba memahami di mana dia berada. Seluruh tubuhnya terasa lemah, terutama di bagian sudut bibir kirinya yang masih terasa perih. "Dhuha?" gumamnya lirih, suaranya terdengar serak. Aini meringis seperti tengah menahan sakit. "Iya, ini aku," jawab Dhuha, mendekatkan kursi yang dia duduki ke sisi ranjang. Tangannya berusaha menggenggam tangan Aini, tapi ragu-ragu. "Aku… aku minta maaf, Aini. Aku nggak bisa menjaga kamu. Aku nggak pernah bermaksud bikin kamu terluka. Ini semua salahku."Aini tersenyum lemah, meskipun matanya masih tampak lelah. "Jangan ngomong begitu, Dhuha. Aku yang seharusnya minta maaf. Aku ikut udah banyak bikin kamu susah." Dia menundukkan kepala, mengingat bagaimana dia mencoba

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   198. Dilarikan ke Rumah Sakit

    Langit di luar gedung pengadilan gelap, menggambarkan situasi hati yang tengah memanas di antara Alex dan Dhuha. Baru saja mereka resmi berpisah, tanda tangan perceraian selesai, tetapi bukan berarti permusuhan di antara keduanya ikut berakhir.Saat melangkah keluar dari ruang sidang, Alex mendadak berhenti. Pandangannya tajam menusuk ke arah Dhuha, seolah semua amarahnya yang terpendam hendak diluapkan saat itu juga. “Ini semua salahmu,” ucap Alex, suaranya berat dengan nada tuduhan.Dhuha mengangkat sebelah alis. Ia mencoba bersikap tenang, meskipun dadanya bergemuruh. “Sudah cukup, Alex. Kita sudah menyelesaikannya di dalam. Jangan perpanjang masalah ini.”Namun, Alex bukan tipe yang mudah mendengar. Dengan langkah cepat, ia mendekati Dhuha, lalu tanpa aba-aba, tinjunya melayang ke udara. Dhuha jatuh tersungkur, tetapi pria itu cepat berdiri kembali. Saat Alex sekali lagi mencoba melayangkan tinjunya, Dhuha menghindar dengan lincah, langkahnya mundur ke belakang.“Alex, hentikan!”

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   197. Sudah Tidur Dengannya

    Langit senja menyelimuti kota Bandung dengan rona keemasan, tetapi suasana di rumah Bu Asma jauh dari keindahan itu. Sepi dan senyap. Tidak ada siapa-siapa ada di rumahnya, hanya ia dan seorang pembantu saja. Alex putra sulungnya tinggal di rumah miliknya sendiri, lalu Jerry masih sibuk kerja di Jakarta. Belum ada niatan menikah katanya. Oleh karena itu, Bu Asma sering kali main, bahkan menginap di rumah Alex agar ia tidak kesepian. Ketukan di pintu pagar terdengar terburu-buru. "Assalamu'alaikum." "Wa'alaykumussalam." Wanita itu menaruh telepon genggamnya di atas meja. "Siapa, ya?" gumam Bu Asma sambil melangkah menuju pintu. Ketika pintu terbuka, ia mendapati Suci berdiri di ambang, wajahnya basah oleh air mata."Suci? Kamu kenapa, Nak?" tanya Bu Asma dengan nada penuh kkekhawatiran"Bik, Bik, tolong buka pagarnya, Bik!" Teriakan bu Asma mengundang sosok wanita muda keluar dari pintu samping dengan langkah tergopoh."Buka pagarnya cepat!""Oh, baik, Bu."Suci tak sanggup menjawa

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   196. Rindu Anak-anak

    Dhuha menatap Aini yang duduk di hadapannya, menikmati hidangan sarapan sekaligus makan siang di restoran apartemen. Restoran itu sepi, hanya ada mereka berdua di salah satu sudut ruangan. Cahaya matahari masuk melalui jendela besar di belakang Aini, memantulkan keindahan wajahnya yang selalu memikat hati Dhuha. Hampir pagi mereka pulang dari Ancol, maka dari itu keduanya bangun kesiangan. “Aini,” panggil Dhuha pelan, memecah keheningan di antara mereka.Aini mengangkat wajahnya, menatap Dhuha dengan senyum tipis. “Ada apa, Dhuha?”Dhuha meletakkan sendok dan garpunya, lalu menatap Aini dengan serius. “Aku rasa, untuk hari ini, kamu tidak perlu ikut ke rumah sakit menjenguk Mamaku. Mama mungkin belum siap melihatmu di sana. Kamu tahu sendiri, mama masih belum berubah. Aku gak mau kamu malah sakit hati karena ucapan mamaku."Aini terdiam, merasa sedikit tersinggung meski ia tahu Dhuha hanya berusaha melindunginya. “Aku hanya ingin membantu. Aku tidak ingin membuat keadaan semakin rum

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   195. Pergi Saja Kau!

    Alex berdiri di lobi hotelnya di Jakarta, menatap layar ponsel dengan wajah tegang. Beberapa menit lalu, ia menerima telepon dari orang suruhannya, seseorang yang ia bayar untuk mencari tahu keberadaan Aini. Informasi yang ia terima membuat hatinya bergolak.“Tuan, saya menemukan Aini. Dia sedang tinggal di sebuah apartemen di Jakarta bersama Dhuha,” kata suara Joe di seberang telepon.“Dhuha?” Alex mengernyit, nama itu terdengar familier.“Iya, Dhuha. Orang yang dulu pernah menjadi teman Anda,” lanjut pria itu.Alex terdiam sejenak. Ia sudah bisa menebak sebelumnya, bahwa Aini memang tengah bersama Dhuha, tetapi ia tidak menyangka jika mereka tinggal satu apartemen kembali. Apa hubungan perselingkuhan itu sudah begitu berat? Batin Alex berkecamuk. Marah, kesal, kecewa, semua menjadi satu dalam kepalanya saat ini. “Lalu, ada kabar apa lagi?” tanya Alex, mencoba menenangkan gejolak emosinya.“Yang saya dengar, ibunya Dhuha sedang dirawat di rumah sakit. Sepertinya kondisi beliau cukup

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   194. Rencana Alex yang Lain

    Alex berdiri di sudut kamar rumah sakit, memegang ponsel di tangannya. Matanya tampak lelah, pikirannya penuh dengan kekhawatiran, rasa bersalah, dan berbagai rencana yang belum tersusun dengan baik. Setelah menarik napas panjang, ia akhirnya memutuskan untuk menelepon seseorang yang selalu menjadi tempatnya mencari nasihat.“Halo, Ma,” ucap Alex dengan suara pelan.“Halo, Alex? Tumben pagi-pagi telpon, kenapa, Nak? Ada apa?” Suara Bu Asma terdengar tegas di seberang telepon.Alex terdiam sejenak, mencoba merangkai kata. “Ma, tolong datang ke rumah sakit sekarang.”Di seberang sana, Bu Asma terdengar terkejut. “Rumah sakit? Kenapa? Apa yang terjadi? Suci atau anak-anak?"Alex mengusap wajahnya, mencoba menenangkan diri. “Nanti aku jelaskan kalau Mama sudah sampai. Tapi tolong cepat.”“Alex, kalau ada yang parah, lebih baik kamu jelaskan sekarang,” desak Bu Asma.“Mama, tolong percaya sama aku. Aku nggak bisa bicara panjang sekarang.”Dengan suara mendesah panjang, Bu Asma akhirnya se

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   193. Suci Gak Kuat, Ma!

    Izzam membuka jendela kamarnya, membiarkan angin pagi menyapa wajahnya yang penuh senyum licik. Rencana kedua telah disusun dengan matang. Setelah berhasil mengacaukan sore kemarin, kali ini dia ingin menguji kesabaran Suci di pagi hari. Baru satu kali dan anak kecil itu berencana membuat kacau setiap hari. “Aku harus bikin tante yang bikin ibu sedih, keluar dari rumah ini,” gumam Izzam sambil melirik pintu kamar mandi.Tepat saat Suci lewat di depan kamarnya dengan handuk kecil yang ditaruh di pundak, Izzam memanggilnya.“Tante Suci! Tolong, dong, air shower di kamar mandiku macet. Aku nggak bisa mandi.”Suci berhenti, menatap Izzam dengan alis terangkat. “Macet? Kok bisa? Padahal kemarin baik-baik saja.”Izzam mengangkat bahu, memasang wajah polos. “Aku juga nggak tahu, Tante. Tapi aku nggak bisa mandi kalau nggak pakai shower.”Dengan menghela napas panjang, Suci berjalan ke kamar mandi Izzam. “Ya sudah, sini Tante cek.” Wanita itu sama sekali tidak menaruh rasa curiga sedikitpun.

DMCA.com Protection Status