Share

Malam Pertama dengan Janda Anak 2
Malam Pertama dengan Janda Anak 2
Author: Diganti Mawaddah

1. Satu Kamar Mandi

last update Last Updated: 2024-08-04 20:02:19

"Pak, saya bisa jelaskan ini. Ini semua salah paham. Saya gak kenal wanita ini dan.... "

"Kalau gak kenal, kenapa bisa ada di sini? Kamar mandi masjid pula. Kamu gak punya duit buat sewa hotel apa?! Gak kenal tapi udah pelorotin celana!"

"Benar, bikin maksiat di rumah Allah. Udahlah, kita arak aja lelaki ini! Buka bajunya! Kalau perlu arak sampai kantor polisi!" Seru yang lain saling sahut menyahut.

Semua orang sudah mengelilingiku. Mereka semua marah dan bersiap menghajarku karena kepergok berada di kamar mandi masjid bersama wanita yang aku pun gak tahu siapa. Bisa mati konyol aku jika terus memaksa membela diri. Masyarakat yang tengah gaduh tak mungkin aku lawan seorang diri saja.

Di dalam kamar mandi, emangnya orang biasanya ngapain? Kalau udah buka celana tandanya emang kebelet. Gak mungkin aku buka warung di kamar mandi, apa lagi buka endors. Ampun, benar-benar warga di sini!

"Heh, malah bengong! Cepet!"

"Oke, oke, saya akan nikahi wanita ini!" Aku merasa tidak punya pilihan lain. Otakku yang biasanya bisa diajak berpikir logis, kali ini benar-benar buntu.

"Mbak mau gak mau harus nikah sama lelaki ini, paham!"

"I-iya, t-tapi saya udah gak punya orang tua, s-saya.... "

"Wali hakim saja. Ayo, jangan ditunda lama-lama, keburu banyak warga nanti malah main hakim sendiri!" Seru seorang bapak yang sibuk menaikkan sarungnya yang melorot.

Aku dan wanita yang tidak aku kenal itu akhirnya dibawa masuk ke dalam masjid. Ia terus menunduk dengan tubuh yang aku perhatikan gemetaran. Wajahnya pun tidak bisa aku lihat jelas karena tatapan kami tak pernah bertemu. Aku mengirimkan pesan pada Hakim, sahabatku, aku mengatakan bahwa saat ini aku sedang dalam masalah besar.

"Nama kamu siapa?"

"Dhuha Fajar Pratama, Pak." Aku menelan ludah. Bisa-bisa mama dan keluarga besarku kena serangan jantung jika tahu aku kena sial seperti ini.

"Ayo, Mas Dhuha. Silakan ijab qabulnya bisa dimulai sekarang. Lihat warga makin banyak ini!" Aku menoleh ke belakang dan begitu kagetnya aku, karena puluhan orang, baik lelaki dan perempuan. Bapak-bapak, ibu-ibu, remaja, bahkan anak kecil  menontonku dari halaman masjid. Bahkan ada yang sudah baw pentungan, golok, dan juga kayu besar. Membuat nyaliku semakin ciut saja.

"Nama Mbak siapa?" tanyaku sekilas meliriknya yang masih dalam keadaan menunduk.

"Aini binti Hamdan." Aku mengangguk.

Saya terima nikah dan kawinnya Aini binti Hamdan dengan mas kawin uang tunai satu juta rupiah, dibayar tunai!

Aku jadi suami? Aku harap segera bangun dari mimpi ini. Namun, begitu aku lihat mobil Hakim di depan masjid, maka dipastikan aku benar-benar tidak sedang bermimpi.

Sahabatku yang masih ada hubungan sepupu denganku itu terheran-heran melihatku. Ia menghampiriku yang tengah terduduk di tangga masjid.

"Apa yang terjadi, Du? Lo nikah? Dikawinin? Mana perempuannya?" tanya Hakim menoleh ke kanan dan ke kiri.

"Itu!" Aku menunjuk wanita itu dengan daguku. Ia masih menunduk sambil memilin ujung bajunya yang sepertinya lusuh.

"Serius? Itu? Lo yakin?" suara Hakim tak percaya. Aku mengangguk pasrah.

"Du, itu malah kayak gelandangan. Gila aja! Benar-benar orang di.... "

Sssttt!!! Aku menutup mulut Hakim agar tidak kebablasan menghardik.

"Udah terlanjur! Ayo, kita pulang!" Aku pun bangun dari duduk dan berjalan menuju motor gede yang tengah parkir manis di halaman masjid. Jika saja tidak kebelet buang air, maka aku juga tidak mau mampir ke masjid, tetapi malah semua jadi salah sangka dan yang terjadi adalah aku ternyata sudah punya istri.

"Hei, Aini, lo mau ikut gak? Apa mau mojok aja di situ?" tanyaku gemas karena sejak tadi, ia tidak bicara apapun. Ia bangun dengan cepat, lalu menyusul langkahku.

"Rumah lo di mana?"

"Di simpang dekat flyover depan, Mas."

"Oke, gue anter lo pulang."

"Mas, t-tapi kita udah nikah. S-saya udah jadi istri Mas Dhuha. Berarti saya.... " aku tertawa. Menertawakan perempuan kucel dan bau ini karena ia begitu percaya diri dengan apa yang barusan ia ucapkan.

"Lo kira, kita nikah beneran? Ya ampun, Mbak. Masih untung gue gak tampar lu karena bikin gue kena masalah gini. Udah, jangan bacot! Ayo, gue anter pulang!"

"Naik motor lu, ya? Bau banget. Gue gak mau mobil gue ternoda bini gelandangan lu!" bisik Hakim setengah bergidik.

"Iya, dia naik motor sama gue. Ayo, jalan!" Wanita itu pun duduk menyamping di boncengan belakang. Benar-benar aromanya membuatku ingin muntah, padahal aku sudah pakai masker.

"Mas, ini uangnya saya pakai untuk beli makanan boleh ya, mampir ke toko roti dulu atau tukang nasi, saya.... "

"Ah, lama! Gue anter lu pulang. Setelah itu urusan lo mau beli makan atau mau koprol!" Aku melaju dengan kecepatan tinggi menuju tempat tinggal yang ia sebutkan.

"Di ujung itu, Mas." Ia menunjuk bawah jembatan dengan jari telunjuknya.

"Mau ngapain lu disitu?"

"Di bawahnya rumah saya."

"Oh, gitu." Aku melambatkan laju motor sampai akhirnya berhenti di depan titik yang dituju wanita itu.

"Terima kasih, Mas. Ini uang maharnya sangat manfaat untuk.... "

"Ibu.... " aku terkejut mendengar suara anak kecil berseru dari arah bawah. Aku ikut menoleh meskipun tidak terlalu jelas.

"Lo udah nikah? Udah punya anak?" ia mengangguk gugup. Aku ternganga dibuatnya. Apalagi, bukan hanya satu anak, tetapi dua anak kecil muncul bersamaan dari lorong gelap. Anak kecil yang menggendong adik kecilnya.

"S-saya janda, Mas. Anak saya dua." Aku makin terkejut dibuatnya.

"Ibu, dapat makanan gak hari ini? Izzam sama adek udah lapar."

"I-ibu belum dapat makanan, Sayang. Tapi Om baik ini kasih Ibu uang. Kita beli makan sekarang ya." Bukan hanya aku, Hakim pun terdiam.

"Mas, terima kasih sudah mau kasih saya uang. Maafkan tadi sudah hampir membuat kita celaka. Mari, s-saya permisi."

Bersambung

Mohon dukungan teman-teman untuk cerbung baru saya. Terima kasih

Comments (20)
goodnovel comment avatar
Rina Kurniawati
lanjut..menarik
goodnovel comment avatar
Anisa Triasih
baru di awal TPI ceritanya dh oke bngt.........
goodnovel comment avatar
Ainy Eka Syafitri
menarik.. semoga selanjutnya gak ngebosenin
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   2. Serangan Jantung

    "Dhuha, bangun! Opa kamu datang tuh!" "Ya ampun, Ma, Du baru aja tidur. Masa udah harus bangun lagi. Du ada meeting siang, jadi.... ""Bangun, Opa perlu bicara!" Aku pun langsung melompat begitu mendengar suara ayah dari pihak papaku yang aku panggil opa. Mata ini langsung segar, apalagi Opa Fauzi sudah duduk di depanku. "Maria, bawakan Papa pisang rebus di bawah.""Baik, Pa." Mama pun keluar dari kamar. Tinggal aku berdua opa saja. Tumben sekali opaku masih jam tujuh pagi sudah ada di rumahku. "Kamu ada masalah apa sama Monic?" aku mengernyit. "Oh, Monic, terlalu lebay, Pa. Jajannya banyak. Baru sekali jalan, udah minta dibelikan emas. Memangnya saya juragan?""Baru sekali, coba lagi. Siapa tahu dia berubah." Opaku masih berusaha membujuk. "Kesan pertama itu sangat membekas, Pa. Baru satu kali ketemu udah kapok.""Tapi Opa udah janji mau jodohkan kamu dengan Monic. Begini, perusahaan akan bisa berkembang jika kamu menikahi Monic. Papa Monic dan almarhum papa kamu udah menjodohka

    Last Updated : 2024-08-04
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   3. Acie... Dhuha

    "Lu kenapa gak belain gue tadi?" tanyaku kesal pada Hakim yang sejak kami keluar dari kamar perawatan opa, terus saja tertawa cekikan. "Gue gak mau kena omel opa. Mana berani gue ikut campur." Aku menghela napas kesal mendengar alasannya. "Gue aja berasa kayak mimpi kalau lu udah nikah beneran." "Itu bukan nikah beneran namanya. Buset, gue gak tahu kayak apa nanti opa, mama, dan yang lainnya kalau tahu wanita itu gelandangan dan janda! Anaknya dua pula. Duh, nasibku.... " Hakim menyalakan mesin mobil. "Pikirkan nanti saja yang penting sekarang, kita jemput dulu istri lu ha ha ha.... " aku meninju lengan Hakim yang sudah siap memutar stir. Sepanjang jalan, aku gak tahu mau bicara apa karena aku pun bingung. Alasan apa nanti yang aku ucapkan pada mama, opa, dan yang lainnya. Keluargaku adalah keluarga terpandang. Bahkan opa sudah menyiapkan simpanan warisan yang bisa digunakan sampai anak dan cucu tujuh turunan. Asalkan, semua anak cucunya bisa mengelola usaha dengan baik. "Bil

    Last Updated : 2024-08-04
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   4. Kesepakatan Kerja Suami Istri

    "Ibu, bajunya bagus sekali. Ibu jadi cantik dan wangi. Hhuumm.... " Anak lelaki kecil itu terus memeluk ibunya dengan erat sambil tersenyum begitu lama. Nampak sekali ia bahagia dan terpesona dengan bentukan ibunya yang baru. Kuakui dengan berganti pakaian dan menumpang sholat di masjid, wajahnya tidak sekucel seperti awal. "Izzam, ikut Om beli mainan yuk! Ibu mau bicara dulu sama Ayah Dhuha." Hakim yang sudah aku beritahu apa tugasnya, langsung bergerak cepat. "Iya, Om." "Adik Izzam siapa namanya, Mbak?" tanyaku. "Intan, Mas.""Umur?" "Setahun setengah." Aku memandangi wajah kecilnya yang tengah terlelap beralaskan kain gendongan. "Mbak mulung, Anak-anak ditinggal berdua saja?" ia mengangguk. "Kasihan kalau dibawa dua-dua. Tapi memang saya mulung gak jauh-jauh, Mas. Saya dua kali pulang kalau pergi mulung dari jam tujuh pagi sampai jam dua belas." Aku mengangguk paham. "Ayahnya anak-anak ke mana?" "Udah gak ada.""Meninggal?" ia mengangguk. "Usia kamu berapa?" tanyaku lagi.

    Last Updated : 2024-08-04
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   5. Malam Pertama

    Benar seperti tebakanku bahwa mamaku terdiam sepanjang jalan pulang ke rumah. Wajahnya nampak tidak senang dengan kenyataan bahwa aku menikahi janda anak dua. Aku pun bingung mau mengatakan apa karena ini semua serba tiba-tiba dan aku belum menyiapkan plan A ataupun plan B. "Tante mau mampir ke mana, biar Hakim anter," kata Hakim mencaurkan suasana. "Pulang saja. Tante mau bicara sama sepupu kamu ini!" Jawab mama ketus. Aku menelan ludah. Aku perhatikan Aini pun sama. Ia tertunduk malu sambil memilih ujung bajunya. "Masih lama gak sih, mobil kamu bau banget ini, Dhu. Apa nggak dicuci?" tanya mamaku sebal. "Dikit lagi Tante. Sabar ya. Iya, ini Dhuha belum sempat cuci mobil semalam, cucian mobilnya udah keburu tutup." "Ck, ya sudah, cepat, cepat!" Lima belas menit berlalu dan kami pun tiba di rumahku. Lebih tepatnya rumah mamaku. Untung saja Izzam dan adiknya masih tidur sampai aku dan Hakim membawa keduanya masuk ke kamarku yang ada di lantai dua. "Kamu di sini dulu, Aini. Jangan

    Last Updated : 2024-08-04
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   6. Kesepakatan Kontrak Pernikahan

    "Buka baju, Mas?" tanyanya dengan wajah polos. Aku terbahak sambil mengibaskan tangan. "Bukan, mana mungkin kita tidur seperti suami istri. Mbak, ini tuh seperti pernikahan kontrak. Imbalannya anak-anak dapat tempat tinggal nyaman, bukan di sini. Saya ada rumah sendiri. Mbak punya suami yang menafkahi. Punya mertua dan keluarga. Saya akan kasih uang juga, meski gak banyak, tapi saya akan tetap tanggung jawab. Gimana?""Baik, Mas. Terima kasih banyak atas kebaikannya. Saya gak tahu bagaimana membalas kebaikan Mas dan juga keluarga Mas.""Kamu cukup lakukan apa yang aku perintahkan. Oke! Oh, iya, satu lagi, kamu gak boleh ikut campur urusan pribadi aku. Paham kan maksudnya?""Baik, Mas." Aku mengangguk sambil tersenyum. Anggap saja aku tengah beramal dengan janda miskin dan juga anak yatim. Pasti Tuhan akan balas kebaikanku dengan kebaikan pula. Aku mematikan lampu kamar, kemudian ikut terlelap. Aini dan dua anaknya masih tetap tidur di bawah. Aku tidak mau merayu meminta mereka pinda

    Last Updated : 2024-08-05
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   7. Pindah Rumah

    Aku seperti bermimpi bisa bicara lagi dengan Luna. Sudah lama sekali tidak pernah WA apalagi telepon. Hanya sesekali saja aku mengomentari jika ia update status di akun media sosial instagramnya. Itu pun bisa dihitung dengan jari berapa kali dia posting. Terlihat ia sangat sibuk dan aktif sehari-harinya dan setahuku, ia tidak pernah posting foto lelaki yang sedang dekatnya. Jika pun ada foto lelaki, aku rasa itu temannya karena fotonya beramai-ramai. "Dhuha, kamu mau bengong sampai kapan?" teguran dari mamaku membuatku tersentak. "Eh, nggak bengong, Ma. Cuma lagi mikirin mungkin akan ajak Aini pindah ke rumah Dhuha," jawabku salah tingkah. Mama membuang wajahnya dan terlihat jengah dengan kehadiran Aini dan juga dua anaknya. "Lekas kalian makan, lalu bawa saja mereka ke rumah kamu. Maaf, Mama masih merasa kalian bukan seperti pasangan lainnya. Ini terlalu aneh! Seperti tidak ada wanita lain saja di luaran sana. Kenapa harus.... ""Ma, ada anak-anak!" Potongku cepat. Aini sudah menu

    Last Updated : 2024-08-08
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   8. Tidak Boleh Naksir

    "Kamu gak papa, Mas? Kayaknya gak senang ketemu aku?" tanya Luna dengan wajah cemberut. "Gak papa. Aku cuma kaget aja kamu tiba-tiba ada di kantorku. Dari mana kamu tahu? Oh, iya, aku buru-buru banget, ada meeting dan aku udah telat satu jam. Kamu tunggu di sini saja kalau gak bosan. Atau kamu bisa main ke mana dulu, nanti baru balik lagi sore. Aku beneran repot banget hari ini. Oke, Luna!" aku langsung berjalan cepat meninggalkan Luna yang tak sempat menjawab ucapanku. Jujur aku kaget dan senang, hanya saja timing-nya tidak pas. Aku benar-benar ditunggu untuk briefing. Jika aku terlambat lebih parah dari kemarin, bisa-bisa Om Aldo malah melaporkanku pada opa. Meeting baru selesai malam hari. Aku mendapatkan pesan WA Luna yang mengisyaratkan bahwa wanita itu sedikit kecewa karena aku abaikan. Tentu saja aku langsung membalas pesan itu dengan mengatakan bahwa besok malam, aku yang akan mengunjunginya. "Balik, Pak," sapa Erwin ; staf keuangan perusahaan yang kebetulan satu lift deng

    Last Updated : 2024-08-10
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   9. Ngajak Balikan

    "Maaf, Mas, saya sudah lancang menggunakan alat masaknya. S-soalnya saya beneran mau ngebantu bikin sarapan. Ini---" aku begitu senang melihat ada nasi goreng di atas meja, lengkap dengan telur mata sapi. Semalam aku memesan belanjaan dapur secara online dan aku memesan telur juga. "Wah, gak papa, Mbak. Bagus malah. Pantesan wangi banget aromanya sampai kamarku." "Syukurlah." Aku menarik kursi makan, sedangkan Mbak Aini menuangkan teh ke dalam gelasku. "Pagi ini kita belanja pakaian anak-anak, setelah kita dari rumah sakit. Opa ingin ketemu Mbak lagi." Wanita itu terdiam sejenak. "Saya agak khawatir. Takut kalau... ""Jangan khawatir, lebih galak aku daripada opa. Seperti yang pernah aku ajarkan, jangan bicara apapun saat ditanya, biar aku yang jawab nanti." "Baik, Mas, saya paham!""Anak-anak mana?" tanyaku saat tak melihat Intan maupun Izzam. Suaranya pun tidak kedengeran. "Masih tidur, Mas." "Oh, ya sudah, jangan dibangunkan. Kita sarapan saja dulu." Ia mengangguk, lalu meng

    Last Updated : 2024-08-13

Latest chapter

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   302. Keberanian

    "Aini! Mama!" Dhuha refleks menangkap tubuh ibunya yang hampir jatuh ke lantai. Wajah Maria pucat, napasnya tersengal.Aini yang juga panik langsung berjongkok di samping suaminya. "Mas, kita harus bawa Mama ke rumah sakit!"Dhuha mengangguk cepat. Tanpa membuang waktu, ia mengangkat tubuh ibunya ke dalam gendongan. Aini berlari lebih dulu untuk menekan tombol lift.Saat pintu lift terbuka, mereka masuk dengan tergesa. Dhuha terus memegangi tubuh Maria yang lemas dalam dekapannya, sementara Aini mencoba menenangkan dirinya sendiri. Meski ia kesal dengan Maria, tapi bagaimanapun wanita itu adalah ibu mertuanya.Begitu sampai di basement, Dhuha langsung membawa Maria ke kursi belakang mobil. Aini dengan cepat masuk ke kursi pengemudi dan menyalakan mesin."Aku yang nyetir, Mas. Kamu fokus ke Mama," ucap Aini cepat."Sayang, kamu gak papa?" Aini mengangguk cepat. Dhuha tak membantah. Ia terus mengecek denyut nadi dan suhu tubuh Maria. "Ma, bertahan, ya," bisiknya.Maria hanya mengerang

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   301. Jangan Ganggu Suamiku

    "Monic, kenapa suara kamu lemes gitu, Sayang? kamu sakit?""Iya, Tante, saya lagi sakit. Gak bisa bangun dari ranjang. Sayang bibik yang bisa nemenin di apartemen mendadak pulang kampung.""Ya, ampun, Sayang, kasihan sekali kamu. Berarti sekarang kamu sendirian?""Iya, Tante, uek! uek!""Ya ampun, b-begini, mungkin Tante akan ke sana minta dianter Dhuha.""Jangan, Tante, Tante masih sakit.""Tante udah enakan kok, kamu jangan sungkan."Suara lirih itu keluar dari ponsel Maria, membuat hatinya tergerak. Monic adalah gadis yang sangat ia harapkan menjadi menantu. Menikah dengan Dhuha, tetapi putranya malah memilih Aini, mantan istrinya. Maria keluar dari kamarnya. Dhuha baru saja selesai meeting melalui zoom karena hari ini ia WFA."Dhuha, kamu bisa antar Mama ke apartemen Monic? Dia sakit," pinta Maria kepada putra tunggalnya yang sedang duduk di ruang tamu, menikmati teh sore bersama Aini.Dhuha terdiam sejenak, menatap mamanya yang baru saja pulih dari sakitnya sendiri. "Ma, Mama ka

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   300. Pilih Aku atau Dia

    Anton terdiam, jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Ia tidak menyangka Amel akan berkata sejauh itu.“Amel, jangan seperti ini. Aku—”“Kamu pikir aku tidak serius?” potong Amel dengan suara dingin. “Aku sudah cukup bersabar, Mas. Aku sudah berusaha memahami. Tapi aku bukan wanita bodoh yang akan membiarkan suaminya terus terikat dengan masa lalunya.”Anton mengusap wajahnya, merasa buntu. Ia tahu Amel berhak marah, tapi bukan seperti ini caranya."Amel, aku mencintaimu. Aku nggak mau kehilanganmu," ucap Anton dengan nada putus asa.“Tapi kamu juga nggak bisa meninggalkan Luna, kan?” Amel mengejek. “Setiap dia butuh kamu, kamu selalu ada di sana. Kamu nggak pernah benar-benar melepaskan dia, Mas. Apa sebenarnya kamu masih punya perasaan dengannya?"Anton terdiam. Dalam hati, ia tahu ada kebenaran dalam ucapan Amel.Amel tidak menunggu lebih lama. Setelah menutup telepon, ia segera mengambil tas dan menyambar kunci mobilnya. Amarah membakar hatinya. Ia harus menyelesaikan ini,

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   299. Tanggung Jawab

    Amel masih terpaku dalam diam. Pikirannya terus berkecamuk, seolah ada dua suara yang beradu di kepalanya. Satu suara ingin mempercayai Anton, ingin mencoba memahami situasinya. Tapi suara lainnya terus meneriakkan ketakutan terbesar yang selalu berusaha ia abaikan—bahwa dirinya hanyalah pelarian, bahwa Anton akan kembali pada Luna, bahwa semua janji dan harapan yang ia bangun dengan Anton akan runtuh begitu saja.Hakim, yang masih duduk di sampingnya, menatap adiknya dengan penuh pemahaman. Ia mengerti apa yang dirasakan Amel, tapi ia juga tahu bahwa membiarkan rasa cemburu dan sakit hati menguasai pikiran hanya akan memperburuk keadaan."Kamu nggak bisa terus seperti ini, Mel," ucap Hakim lembut. "Kalau memang kamu sayang sama Anton, kalau kamu percaya sama dia, kamu harus bicara langsung. Tatap matanya, dengarkan penjelasannya. Jangan biarkan ketakutanmu merusak pernikahan kalian."Amel menghela napas panjang. "Mas nggak ngerti... Ini bukan cuma soal percaya atau nggak. Ini soal pe

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   298. Maju Kena, Mundur Kena.

    Anton menatap layar ponselnya yang kini gelap setelah Amel menutup telepon dengan kasar. Dadanya terasa sesak. Ia tahu Amel marah—bukan hanya marah, tapi juga kecewa dan merasa dikhianati. Namun, meninggalkan Luna dalam kondisi seperti ini? Itu bukan pilihan.Ia mendesah panjang, menatap Aris yang masih menunggu jawaban darinya. Mata polos anak itu dipenuhi kebingungan."Bapak,di perut Ibu beneran ada adiknya Aris, ya?"Anton menelan ludah. Ia berjongkok, menyamakan tinggi dengan putranya, lalu menggenggam tangan kecilnya dengan lembut."Iya, Nak," jawabnya pelan. "Ibu hamil, dan kamu akan punya adik." Ia terpaksa mengatakan hal ini pada Aris, karena putranya terlanjur mendengar ucapan dokter tadi. Aris terdiam, seakan mencoba memahami kata-kata ayahnya. Perlahan, ia menatap perut ibunya yang masih tertutup selimut."Adiknya Aris siapa?" tanyanya polos.Anton tersenyum tipis. "Kita belum tahu. Nanti kalau sudah lahir, baru bisa kita beri nama."Anak itu tampak berpikir sebentar sebel

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   297. Hati-hati dengan Mantan

    “Ibu, kok perut Ibu buncit? ada adiknya ya?”Luna yang sedang duduk di sofa, mengelus perutnya refleks, menatap anak lelakinya, Aris, dengan senyum tipis. Bocah lima tahun itu baru saja tiba di apartemennya untuk menghabiskan akhir pekan bersama. Namun, ketajaman mata anak sekecil itu ternyata bisa menangkap perubahan pada tubuhnya.“Ibu cuma kekenyangan, Sayang,” Luna berusaha mengelak, mengacak rambut Aris pelan.“Tapi perut Ibu gendut banget. Apa Ibu gemuk?,” protes Aris, mendekatkan wajahnya ke perut Luna, seakan ingin mendengar sesuatu dari dalam sana. “Apa ada adik di dalamnya?”Luna menelan ludah, menahan debar yang tiba-tiba memenuhi dadanya. Ia belum siap menghadapi pertanyaan seperti ini, apalagi dari Aris yang masih polos.“Aris, Ibu cuma makan kebanyakan tadi. Makanya perut Ibu begini,” katanya, mencoba terdengar santai.Namun, ekspresi Aris masih penuh selidik. Ia memiringkan kepala kecilnya, lalu mengangkat bahu. “Ya udah. Tapi kalau nanti Ibu perutnya makin sakit, bil

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   296. Tidak Perlu Menjadi Sempurna

    Aku mengambil piring dim sum yang diulurkan Pak Alex, uap panasnya masih mengepul, dan aroma jahe yang khas tercium samar. Hatiku masih berdebar dengan apa yang baru saja terjadi. Aku sudah menerima lamarannya di hadapan keluarganya, tapi aku masih butuh waktu untuk benar-benar menyesuaikan diri dengan semua ini.“Terima kasih, Pak,” ucapku pelan.Pak Alex tersenyum, lalu duduk di sebelahku di sofa ruang keluarga. Lampu temaram memberikan suasana hangat di ruangan ini. Dari kamar anak-anak, terdengar suara Intan yang bergumam dalam tidurnya. Aku tersenyum kecil, membayangkan bagaimana nanti kehidupanku akan berubah sepenuhnya setelah pernikahan ini.Malam ini pak Alex memutuskan untuk menginap di rumah bu Asma karena ingin menemani mamanya. Lagian, saudara masih pada asik bercakap-cakap. Tentu pak Alex tidak mungkin pulang begitu saja. Aku tersenyum melihat ke arah pintu masuk rumah besar bu Asma. Sebentar lagi, aku bukan hanya pengasuh cucunya, tapi aku akan menjadi menanti beliau .

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   295. Jika Dia Bahagia, maka Aku Pun Juga

    POV ZitaAku masih berdiri di ruang tamu, memandangi punggung Pak Alex yang baru saja masuk ke kamar setelah pembicaraan kami. Hatiku masih berdebar kencang, seakan tak percaya dengan keputusan yang baru saja aku ambil.Menikah lagi.Itu adalah sesuatu yang tidak pernah aku pikirkan sejak pernikahan pertamaku berakhir dengan begitu banyak luka. Aku sudah berjanji pada diri sendiri untuk tidak terjebak dalam hubungan yang bisa menyakitiku lagi. Aku ingin hidup tenang, cukup dengan pekerjaanku dan anak-anak Pak Alex yang sudah seperti keluarga bagiku.Tapi Pak Alex…Dia datang dengan tawaran yang berbeda. Bukan dengan janji-janji manis, bukan dengan rayuan. Hanya dengan kejujuran dan rasa tanggung jawab yang bisa aku lihat dari caranya memperlakukan anak-anaknya.Aku kembali duduk di sofa, menatap ke arah tanganku yang saling menggenggam.Apakah aku melakukan kesalahan?Aku menggeleng pelan, mencoba menepis keraguan yang mulai mengusik. Aku sudah memikirkannya selama berhari-hari. Aku s

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   294. Deg-degan

    Alex duduk di kamarnya, ponsel masih tergenggam di tangan. Ia menatap layar dengan ragu sebelum akhirnya menghubungi sang mama.“Halo, Lex?” suara ibunya terdengar lembut namun penuh harapan.“Ma, aku mau bicara.”“Tentang apa? tumben malam-malam gini, apa ada masalah sama anak-anak?"Alex menarik napas panjang sebelum menjawab, “Tentang Zita.”Hening sejenak di seberang telepon. Lalu, suara ibunya kembali terdengar, kali ini lebih antusias. “Akhirnya kamu mempertimbangkannya?”“Aku masih belum yakin, Ma. Aku hanya ingin tahu... kalau misalnya aku serius mempertimbangkan untuk menikahi Zita, menurut Mama, bagaimana?”Sang ibu tertawa kecil. “Tentu saja Mama setuju! Zita itu gadis baik, sabar, perhatian sama anak-anak. Sejak dia datang, rumah ini lebih hidup, kan? Gak papa dia janda, kamu juga duda kan. Lagian Zita itu pernah sekolah D1 guru TK, pantesan bisa dekat anak-anak."Alex mengangguk, meskipun ibunya tak bisa melihatnya. “Iya, itu benar. Tapi aku masih ragu. Aku takut jika ini

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status