Aera memang memimpikan bisa menikah dengan seorang laki-laki yang sangat ia cintai, tapi bukan dengan "Reagan" kakak dari pacarnya sendiri. Bagaimana bisa keluarganya bahkan pacarnya sendiri menyetujui dan mendukung perjodohan antara dirinya dan kakak kandung dari pacarnya itu di usianya yang baru menginjak 19 tahun? Untuk menolak? Itu tidak akan mengubah apapun yang sudah menjadi keputusan ayah dan ibunya. Masalah kian datang saat rasa cinta itu tumbuh, namun nyatanya sikap acuh tak acuh yang Reagan berikan membuatnya semakin bimbang. Dan berakhir pada kenyamanan dengan sang solois terkenal yang merupakan artis di bawah naungan Agensi milik Reagan.
Lihat lebih banyak"Kau sudah pulang?" tanya Aera basa-basi saat mendati Reagan masuk tanpa mengucapkan sepatah katapun, melewatinya yang kini tengah duduk santai di depan TV.Tak mendapat jawaban dari Reagan, Aera inisiatif untuk mengikutinya. Belakangan ini tugasnya sudah bertambah, yaitu menyiapkan air hangat untuk Reagan setiap pria itu pulang dari kerjanya."Kau mau kubuatkan sesuatu untuk makan malam?" tanya Aera lagi saat sudah berhadapan langsung dengan Reagan.Reagan menghela nafas kasar, sepertinya dia punya banyak masalah hari ini, lihatlah wajahnya yang tertekuk masam dan juga tampak sangat letih.Dan ya Aera! Sebaiknya kau jangan banyak bicara dan bertanya padanya. Atau kalau tidak pasti kau akan berakhir oleh repetannya yang sangat memekakkan telinga."Kau ingin menonton?"Aera sontak memutar tubuhnya yang hampir mencapai pintu kamar mandi. Matanya membola dengan sempurna, apakah ini ajakan kencan?Wah, Reagan
"Sepertinya konsentrasimu sedang terganggu ya?" tanya Aile, karena sedari tadi ia memanggil pria di sampingnya ini namun tak kunjung mendapatkan sahutan darinya. "Ya?" seperti tersadar, Dalva mmebawa buku miliknya lagi ke dala ruang matanya, berpura-pura membacanya tanpa suara. "Aku sedang bicara padamu, kenapa kau malah melihat ke situ, dasar tidak sopan sekali!" rutuk Aile seraya menarik buku bacaan milik Dalva. Karena mereka punya banyak waktu libur, jadi keduanya memutuskan untuk menghabiskan masa libur mereka dengan membaca buku. Ya hitung-hitung untuk menambah ilmu sebelum mereka masuk kuliah bulan depan. "Ck, menganggu saja!" keluh Dalva, tampaknya tak suka dengan perlakuan Aile. Gadis itu mendengus pelan, dia tentunya tahu pria di sampingnya inu jelas-jelas tengah memikirkan sesuatu yang berat. Setidaknya jika Dalva mau, dirinya bersedia mendengar ceritanya. Dari dulu juga begitu bukan? Jika ada masalah antara Aera dan juga Dalva,
-Sepertinya moodmu sedang baik hari ini?-"Tau dari mana dia moodku sedang baik hari ini, dasar sok tau. Aera bercelutuk pelan, mendapati pesan dari Aiden. Sesaat setelahnya senyum kecil muncul dibibirnya.-Sok tau banget-Balasnya kemudian. Ia tunggu beberapa menitpun tak kunjung mendapat balasan dari Aiden, akhirnya Aera memutuskan untuk beranjak dari tempat tidurnya. Reagan sudah pergi beberapa jam yang lalu, hubungan merekapun jadi membaik belakangan ini.Ia ayunkan kakinya, upaya menuju balkon kamarnya, angin sejuk langsung menerpa tubuh mungilnya. Aera membawa kedua tangannya ke atas pagar balkon yang menjadi pembatas kamarnya dan juga ruang kosong di depan sana.Tatapannya kini turun kebawah, lagi-lagi Aera tak bisa membayangkan bagaimana nasibnya jika jatuh je bawah sana. Pasti sangat sakit, oh atau lebih tepatnya dia akan meregang nyawa saat itu juga."Mmmm tak ada hal bagus yang bisa aku lakukan saat ini," perlaha
Sepasang tungkai itu sampai lada depan pintu apartemen Aera, sedikit memberikan senyuman perpisahan dan juga lambaian tangan yang terpaksa, Aera akhirnya memijakan kakinya masuk ke dalam.Masih sama, terasa sepi, Reagan beluk juga pulang. Jika boleh jujur, Aera sedikit merindukan pria pemilik bahu lebar itu."Kenapa pikiranmu terus terdoktrin padanya sih Ra? Dasar menyebalkan sekali," rutuknya tak terima memukul kepalanya sendiri."Dia itu pria yang menyebalkan kau tahu? Egois dan hanya mementingkan diri sendiri, tidak tahu malu dan sangat kurang ajar!" umpatannya tak berhenti sampai di situ saja.Perhatiannya teralihkan sesaat ketika ponselnya bergetar, ada pesan masuk ke dalam sana. Meski malas melihatnya tapi pada akhirnya ia memeriksa pesan itu, dan benar saja meski itu tanpa keterangan nama di sana dia sudah bisa menebak itu dari siapa. Siapa lagi kalau bukan orang yang mengantarnya barusan.Aera dengan sangat terpaksa
"Bisakah kita berteman?" pertanyaan itu terlontar cepat dari bibir Aiden. Senyuman tipis turut terpatri di wajah mereka. Kini keduanya sudah keluar dari cafe dan berada memilih tempat yang lebih privacy lagi untuk berbincang, seperti di dalam mobil Aiden ini contohnya. Detik itu juga Aera menyesali untuk di antar oleh Aiden kembali ke apartemen. Mengharuskan dirinya kini berakhir menuju hubungan yag semakin dekat dengan Aiden. Susah cukup saja pikirannya menjadi sakit beberapa dan batinnya tertekan semenjak menikah dengan Reagan, tentu ia tak ingin menambah kesialan lagi bukan. "Teman?" gadis berparas cantik itu menoleh pada Aiden yang kini tengah mengemudikan mobilnya. Tersirat jelas bahwa ia tak ingin berlarut-larut terlibat dengan pria di sampingnya ini. "Ya, kenapa tidak? Kau seharusnya merasa bangga karena aku sang "solois terkenal -Aiden" mau menawarkanmu pertemanan. Jarang-jarang aku bersikap baik seperti ini," j
"Mau kemana kalian pagi-pagi begini?" Aera tahu, pertemuan dirinya dengan kedua orang itu bukanlah kebetulan, pasti mereka sudah membuat janji untuk temuan. "Kami akan pergi untuk mendaftar ulang di kampu," jawab Aile. Aera mendengus kasar, jika mengingat pembicaraan mereka bertiga tadi. Sungguh merasa sangat iri bisa kembali belajar dan bertemu banyak orang, sedangkan dirinya hanya seperti orang bodoh yang tidak tahu harus bagaimana menghabiskan hari yang membosankan ini. Aera memilih satu tempat, si sebuah cafe yang letaknya tak jauh dari taman kota, aneh memang pagi-pagi sudah ke cafe saja. Tapi mau bagaimana, dia juga tidak suka jika harus terkena paparan sinar matahari. Saat pikirannya masih teralihkan pada beberapa orang yang masuk ek dalam cafe, ponsel miliknya bergetar serta mengeluarkan nyanyian yang ia kenali sebagai nada dering ponselnya. Segera ia meraih ponselnya di dalam tas, kedua netranya membelalak tak
Ketiganya terdiam, duduk berhadapan dengan pandangan saling mengarah ke arah lain, tak banyak yang mereka bicarakan sedari tadi.Salah satu diantaranya mulai menggerakkan matanya, menilik sang sahabat yang hidungnya memerah, serta matanya yang masih sembab karena menangis tadi. Rasa simpati terus mendatanginya, memikirkan bagaimana kehidupan Aera semenjak pernikahannya. Dan semenjak itu pula mereka lost contact.Aile jelas sangat merindukan Aera lebih dari apapun, dia sudah menganggap gadis itu sebagai saudara kandungnya sendiri. Aile tak bisa membayangkan jika hal ini terjadi padanya, dirinya menikah dengan kakak dari pacarnya sendiri.Sudut matanya menangkap beberapa tanda kemerahan pada leher Aera yang hampir memudar, sungguh ia sangat terkejut. Tapi bukankah hal itu wajar bagi pasangan yang sudah menikah. Apakah Aera benar-benar sudah melakukannya dengan Reagan? Pertanyaan itu kini terngiang-ngiang di otaknya.Hembusan nafas lembut l
Pagi menjelang begitu cepat meninggalkan mereka yang masih tertidur nyenyak dan bermain lebih lama dengan dunia mimpinya. Namun beberapa diantaranya lebih memilih untuk bangun lebuh awal sebelum snah surya menyonsong, entah itu dikarenakan pekerjaan yang mereka miliki, ataupun permasalahan pribadi lainnya. Kedua tangan itu dengan cekatan menyusun beberapa menu sarapan yang sudah ia masak beberapa waktu yang lalu. Memiliki untuk sarapan lebih dulu, padahal ini belum masuk jadwalnya untuk sarapan. Masih terlalu dini, tapi ia mencoba tidak perduli. Pikirannya sedang berkutat keras. Siap denga sarapannya, gadis itu-Aera membawa dirinya masuk kedalam kamarnya lagi, sesudah sebelumnya meninggalkan notes kecil di atas meja. Untuk orang lain yang tinggal bersamanya. Sejak kejadian dua hari lalu itu, Aera selalu menghindari Reagan bagaimanapun caranya. Dan salah satunya begini, bangun pagi-pagi dan sarapan dengan diam secara sendiri. Setelahnya ia akan m
"Tunggu!" "Kya!" pekik Aera kuat, tak bisa menahan rasa keterkejutannya tatkala mendapati kehadiran Reagan yang tiba-tiba di depan pintu kamarnya. "Apa yang mau kau lakukan?" tanyanya lagi, berusaha menutup pintu kamarnya yang sedikit lagi akan menutup dengan sempurna, tapi sayang tinggal sayang, Reagan menahan agar pintu itu tidak tertutup dengan kedua tangannya. Dirinya harus benar-benar menyelesaikan masalah ini dengan Aera. "Ada yang ingin aku bicarakan padamu!" tuturnya masih menahan pintu. "Apapun itu, aku tidak peduli! Sana pergi! Aku mau tidur!" usir Aera, namun selanjutnya Aera melotot lebar sesaat mendapati tubuh sempurna Reagan kini sudah berhasil masuk ke dalam kamarnya. Tubuhnya reflkes menjauh untuk berjaga-jaga Reagan akan berbuat yang tidak-tidak padanya. Ujung matanya kini sibuk mencari benda untuk ia layangkan kehadapan Reagan. Aera berjalan cepat mendekati tempat tidurnya, sebelum
"Aku gak mau pergi! Hiks. Huaa!" suara teriakan yang di susul dengan isak tangis itu jelas memenuhi ruang sempit mobil yang tengah melaju dengan kecepatan sedang itu."Aaa, kenapa kalian tega membuangku dengan cara seperti ini?" gadis itu-Aera tengah meratap melihat perkomplekan rumahnya yang mulai tertinggal jauh di belakang. Tak butuh waktu lama akhirnya mereka sampai dijalan raya yang ramai dengan kendaraan yang tengah lalu-lalang.Kedua tangannya masih gencar memukul-mukul kaca mobil di sampingnya. Tidak perduli jika si pemilik mobil akan marah padanya.Bangunan serta gedung-gedung bertingkat mulai menghilang dan berganti pepohonan yang rimbun di sepanjang pinggir jalan.Sudah lewat hampir dua puluh menit, tapi Aera tetap tidak mau menghentikan tangisnya dan masih setia menahan isakan yang sengaja ia buat-buat."Berisik!" lirih pria yang mengambil alih kemudi di sampingnya, meski berkata begitu dia sama sekali tidak mengalihkan pandangannya dari
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen