Blurb “Tenang saja, kamu mengandung tanpa harus saya sentuh,” ucap Kapten Yudha. “Jadi, aku ini istri sewa rahim?” tanya Tari terhenyak. Andi Ayudia Batari, terpaksa menikah dengan Kapten Yudha Giriandra. Dibayar 300 juta untuk mengandung benih yang dirahasiakan oleh pria itu. Namun, petaka mulai terjadi saat Yudha bertugas. Pria itu luka parah dan kehilangan separuh ingatannya. Disaat yang sama, seseorang mengatakan jika bayi dalam kandungan Tari bukan anak kandung Yudha. Bagaimana bisa Yudha membiarkannya hamil anak pria lain? Apa yang harus dilakukan Tari saat jawabannya hanya ada dalam ingatan Yudha? Semua dimulai dengan tantangan menaklukkan hati sang Kapten. Simak kisahnya yang mengharu biru!
View MoreWalau hanya rumah dinas sederhana, tapi Tari benar-benar bahagia. Ia memiliki wewenang untuk mengatur semua hal di rumah itu. Termasuk semua kebutuhan harian Yudha.Rumah itu tidak memiliki banyak perabot. Perabot yang ada pun, benar-benar dipilih sesuai fungsi dan ukuran ideal untuk kebutuhan mereka berdua.Ruang tamu hanya diisi satu set kursi rotan, satu vas bunga besar di sudut ruangan dan foto-foto Yudha dan timnya selama ini.Bagian yang paling disenangi Tari tentu saja adalah dapur. Ia sungguh tak menyangka jika kakak iparnya menghadiahkan beberapa perangkat khusus untuk membua kue. Dapur minimalis itu bahkan sudah seperti dapur toko kue.Yang membuat Tari sempat tercengang adalah, kulkas di dapurnya adalah kulkas dua pintu. Padahal, ia dan Yudha hanya tinggal berdua saja. Pemborosan, bukan?Yudha hanya minta agar Tari tidak ikut campur masalah pribadinya. Tidak, selama Yudha tidak meminta pendapat Tari. Seperti halnya kotak furniture
Yudha dan Tari telah tiba di markas kesatuan tempat Yudha selama ini dinas. Selama sesi wawancara, Tari tak mampu menyembunyikan degub jantungnya. Organnya yang satu ini tak bisa tenang.Berbanding terbalik dengan Yudha. Pria itu menjalani sesi wawancara seolah hanya ngobrol dengan teman-temannya. Padahal, beberapa pria berseragam resmi di hadapan mereka itu memiliki pangkat dan jabatan yang lebih tinggi.Hampir dua jam, sesi tersebut akhirnya selesai. Tari dan Yudha lega karena semuanya berjalan lancar. Yudha akui Tari gadis cerdas yang mampau memberikan jawaban lugas dan realistis.Atasannya sampai terkesan. Mengira jika selama ini ia dan Tari memang diam-diam menjalni LDR. Mereka pun mengisi beberapa berkas yang diperlukan sebelum keluar dari kantor.“Akhirnya Kapten Hot batalion ini sold out juga,” goda salah satu istri atasan Yudha.Rekan kapten yang menjalani sesi wawancara dengan Yudha dan Tari tadi ikut terkekeh. Pasalnya, banyak kowad dan staf di satuan mereka yang patah hati.
Lusiana kembali memijat kepalanya yang baru saja selesai dipijat oleh ART-nya. Sejak mendengar kabar Yudha memboyong Tari berbulan madu ke Bali, entah kenapa ia jadi kesal. Ia masih setengah hati mengharapkan cucu dari rahim gadis miskin itu.“Mama kenapa?” tanya Rudi yang baru saja pulang bersama putra sulungnya. Tadinya ia pikir, istrinya tidur karena salam mereka tidak dibalas.Lusiana yang bersantai di sofa depan tv mendongak. Setelah melihat kedatangan suami dan anaknya, wanita itu tak juga beranjak. Tetap rebahan santai dengan kaki tersilang. Bahkan wajahnya tetap cemberut.“Ma, perusahaan sedikit tidak stabil. Kalau dalam tiga bulan masalah di internal perusahaan belum berhasil diatasi, mungkin kita akan bangkrut,” ucap Arbian mengedipkan sebelah mata pada papanya.“APA??!!!” Lusiana sontak turun dari sofa lalu berbalik menatap suaminya.Rudi memilih diam mengikuti sandiwara putranya. Rasanya ia ingin tert
Tak kehabisan akal, Yudha mencari tahu apa yang diinginkan Tari. Diam-diam ia mengecek ponsel Tari. Ada beberapa menu makanan yang terlihat di daftar pencarian. Yudha sengaja pamit keluar sebentar menemui seseorang.Tari hanya mengangguk dan memilih diam. Perdebatan kecil sore tadi belum berakhir. Hal itu membuat Yudha jadi serba salah. Sampai setengah jam kemudian, Yudha kembali dengan membawa beberapa jagung. Selain itu ada beberapa buah lain yang dibelinya di warung sayur tak jauh dari vila. Sengaja menghindar dari minimarket yang mungkin saja memiliki cctv.“Mas beli jagung buat apa?” tanya Tari. Padahal, di dalam kepalanya sudah terbayang jagung bakar.“Tadi paksa ibu warungnya beli,” jawab Yudha asal.Tanpa diajak, Tari sudah mendekat ke meja dapur. “Katanya dipaksa beli. Tapi ada mentega sama arang,” gumam Tari mengulum senyum.“Lain kali, kalau mau makan sesuatu, bilang Tari. Jangan dipendam sendiri
Tok tok tok! Ayana menunggu dengan sabar Yudha membukakan pintu. Mau bagaimana lagi, pintu kamar rawat inap itu terkunci dari dalam. Dengan seulas senyum paksa, ia menghampiri Tari. Bagaimanapun, ia tetap harus mempertahankan citranya di depan Yudha. “Bagaimana perasaanmu?” tanya Ayana kala berdiri di sisi pembaringan. “Masih lemas dan sedikit pegal,” jawab Tari apa adanya. Ayana mengangguk seraya berujar, “Itu termasuk gejala normal. Sebisa mungkin, hindari aktivitas berat. Setidaknya selama dua pekan sejak prosedur IVF ini. Kamu tahu sendiri kan, suamimu sangat mengharapkan kehadiran anak ini?” Tari mengangguk lalu menatap Yudha. Sesaat kebekuan melanda mereka. Sementara Ayana diam-diam melirik Yudha yang sedang bertatapan dengan Tari. Ingin sekali Ayana menggantikan posisi Tari. Mengandung benih Yudha dan mendapatkan segala perhatian dari pria itu. “Apa ada hal lain, Ayana?” tanya Yudha to the point. Kalau boleh jujur, ia tidak begitu senang ada orang lain di ruangan ini. Ap
Yudha tak bisa memungkiri. Perasaannya saat ini jauh lebih tegang dibandingkan saat diminta menjinakkan bom. Ada keinginan untuk menemani Tari di dalam ruang penanganan. Namun, ia sendiri tidak bisa tenang."Kenapa kamu sehawatir itu, Yud? Dia cuma ibu surogasi untuk benih rahasia itu. Aku bahkan ragu itu benih kamu. Apa sepenting itu benih yang tidak jelas itu bagimu?" batin Ayana melirik ke jendela kaca.Dari dalam ruangan, mereka bisa melihat seseorang yang berdiri di luar. Berbeda dengan Yudha yang tidak bisa melihat dengan jelas apa yang terjadi di dalam sana. Dokter yang membantu proses bayi tabung itu pun tersenyum melihat tingkah suami pasiennya."Sepertinya suamimu lebih tegang dibandingkan denganmu. Saya yakin, kamu akan jadi ibu yang hebat dan anak kalian akan tumbuh kuat. Berdasarkan pengalamanku, suamimu sepertinya akan sangat memanjakan anak kalian nantinya," ujar dokter paruh baya itu tersenyum lalu memulai prosedur penanaman zigot ke dalam rahim Tari.Tari mengangguk le
Setelah makan malam bersama, Tari membereskan kotak kemasan makanan mereka. Yudha duduk di ruang tamu sambil menerima telpon. Entah siapa yang menghubungi Yudha karena pria itu menyahut dengan ogah-ogahan. Tari sendiri duduk termenung di dapur. Ia bingung apakah harus masuk ke kamar atau menunggu. Sesekali ia hanya berselancar di dunia maya. Berita tentang pernikahannya benar-benar menjadi salah satu topik hangat di kota ini. 'Cinderella Keluarga Giriandra' 'Kekasih Rahasia Putra Giriandra' 'Gadis Yatim Piatu Jadi Ratu' ‘Istri Cantik Kapten Penjinak Bom’ ‘Cantik, Semoga Tidak Licik’ Tari menghela napas panjang membaca deretan judul artikel itu. Gadis yang mengenakan dress selutut itu tidak tahu harus sedih atau bahagia. Hidupnya berubah dalam sekejap dari gadis yatim piatu menjadi seorang istri dan menantu keluarga kaya. Lelah yang menumpuk membuat Tari terlelap begitu saja. Tak mendengar adanya suara dari arah dapur, Yudha menoleh. Di sana Tari menyandarkan tubuhnya di atas me
Tari tetap diam mengikuti langkah suaminya. Meski dilanda rasa penasaran dan resah, tapi tak ada yang bisa dilakukannya selain diam. Dari sorot mata Yudha saja, Tari tahu jika suaminya itu masih marah. "Hufh ...." Yudha menghentikan langkah dan menoleh ke belakang. Larut dalam kemarahan membuatnya sempat lupa pada Tari. Tari yang langkahnya ikut terhenti menatap telapak tangan yang terulur di depannya. Ia lantas mendongak menatap Yudha. Dengan bola mata yang gelisah, Tari celingak-celinguk memperhatikan sekitarnya. "Apa Mas berniat mengakhiri kesepakatan kita di sini?" tanya Tari berbisik. Kini giliran Yudha yang heran. "Maksud kamu?" "Mas mau jabat tangan maksudnya apa coba?" tanya Tari bingung. Yudha tersenyum tipis dan maju selangkah. Mengikis jarak yang kini tersisa sejengkal sehingga Tari terpaksa mendongak. Kepalanya tepat berada di bawah dagu suaminya. "Aku meminta tanganmu untuk digenggam, bukan untuk berjabat tangan," ucap Yudha merealisasikan ucapannya. Seketika telap
Yudha tidak bisa membayangkan jika kondisi Tari sakit dan mengalami penyakit serius. Rencananya untuk secepatnya melakukan proses bayi tabung akan tertunda. Lebih dari itu, mungkin saja bisa membuat nyawa Tari melayang. “Yudha, mama min-” “Mama tidak perlu minta maaf karena Yudha rasa, Mama tidak menyesalinya,” potong Yudha menahan geram. Rasanya ingin sekali meninju tiang rumah ini sampai roboh. “Aku menyesal mengikuti keinginan kalian membawa istriku pulang ke rumah ini. Mama tenang saja, Tari tidak akan membalas Mama. Apa Mama tahu alasannya?” tanya Yudha tanpa menoleh. “Pasti takut tidak kebagian warisan. Iya, ‘kan?” tebak Lusiana yang juga sudah lelah bersandiwara. Belum sampai 24 jam seatap dengan menantunya, sandiwara Lusiana sudah berakhir. Yudha menoleh lalu berkata, “Bukan, sama sekali bukan karena itu, Ma.” “Terus apa?” tantang Lusiana. Seperti biasa, dagunya sudah terangkat naik seperti menantang lawan bicaranya. “Tari bukan wanita picik. Dia tidak mata duitan sepert
“Kalau minta sumbangan itu, jangan sampai memeras donaturnya!” sindir seorang wanita paruh baya yang melemparkan segopok uang ke pangkuan seorang gadis berambut sebahu.Mata gadis itu berembun. Dengan tangan gemetar ia menyentuh dua bundel uang pecahan seratus ribu rupiah itu. Uang dengan nominal yang telah dijanjikan pemilik perusahaan tempat Tari bekerja sebagai cleaning service. Tanpa mampu ia bendung, tetesan bening itu jatuh satu persatu membasahi uang di pangkuannya.Tari sama sekali tidak berniat memeras. Ia hanya sedang berusaha mengumpulkan uang sumbangan untuk biaya operasi jantung salah satu adik pantinya. Ia juga tidak meminta, tapi Tuan Giriandra, suami dari wanita di hadapannya itulah yang memintanya datang ke rumah mewah ini. Pria itu mendadak harus ke luar kota sehingga tidak sempat mampir ke panti.Dengan bibir bergetar dan menelan getir, Tari berucap, “Te-terima kasih banyak, Nyonya.”“Hem!” gumamnya duduk menyilang kaki.Tari menelan saliva untuk kesekian kalinya s...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments