All Chapters of Malam Pertama dengan Janda Anak 2: Chapter 91 - Chapter 100

236 Chapters

91. Strata Sosial

"Bagaimana kabarnya, Mbak?" tanya Viona, mama dari Hakim pada Maria; iparnya yang masih terbaring lemas. "Kamu lihat aja begini, Vi. Bisa sih ke kamar mandi, tapi gak bisa berdiri lama-lama. Kakiku lemes." Viona duduk di ujung kaki kakak iparnya. "Udah dapat kabar dari Dhuha?" tanya Viona lagi. Maria menggelengkan kepala. "Nomorku dia blokir. Katanya dia gak mau diganggu siapapun. Ada anak yang bisa begitu sama orang tua. Apa cuma anakku saja? Hem... beda banget sama Hakim yang penurut. Gak pernah macam-macam di luaran sana. Beruntung kamu punya Hakim. Seandainya Dhuha itu seperti Hakim yang selalu tunduk apa kata orang tua." Viona mengulum senyum getir. Ia tahu maksud ucapan sang Ipar. "Setiap anak pasti ada kekurangannya, Mbak. Kalau Hakim sesempurna itu, sudah pasti sekarang dia punya istri. Lihat saja, aneka model wanita sudah saya sodorkan padanya, tetapi gak ada yang cocok. Minta yang sederhana katanya, bukan yang menor." Viona tertawa, begitu juga Maria. "Selera Hakim dan
last updateLast Updated : 2024-10-28
Read more

92. Akun Media Sosial Alex

"Pak Dhuha mau ke mana, Pak?" tanya Agnes pada Dhuha yang saat itu tengah merapikan meja kerjanya. Agnes masuk sambil membawa beberapa dokumen yang dibutuhkan Dhuha. "Saya hanya sedang ingin beres-beres saja, Nes. Berkasnya taruh saja di meja saya ya.""Perlu saya bantu, Pak?""Gaka usah, makasih, Nes. Kamu masih ada pekerjaan lain yang lebih penting. Lagian ini cuma beresin biasa kok." Wajah Agnes berubah sendu. Sejak Agnes dan tantenya berkunjung ke rumah Dhuha beberapa tempo hari, Dhuha langsung menjaga jarak. Ia tetap berkomunikasi baik dengan Agnes hanya untuk urusan pekerjaan. Sesekali ia mentraktir Agnes kopi saat pulang bekerja, tetapi sekarang tidak lagi. "Bapak nanti mau balik bareng saya lagi?" tanya Agnes sebelum benar-benar keluar dari ruangan Dhuha. "Tidak, kamu boleh duluan." Dhuha sekali lagi memberikan senyumnya. "Boleh ditutup pintunya, Nes!" Agnes pun tersentak dan langsung mengangguk paham. Setelah Agnes keluar, Dhuha bergegas merapikan bagian laci meja kerjany
last updateLast Updated : 2024-10-30
Read more

93. Tentang Dhuha

PoV AiniBiasanya aku bisa bangun jam lima pagi, tetapi hari ini rasanya malas. Jam tujuh aku masih santai di kamar. Apalagi hari ini aku sedang datang bulan. Izzam dan Intan sudah diurus bibik. Biasanya aku ikut sarapan, tapi pagi ini rasanya malas melakukan apapun. Mungkin karena si Tamu bulanan yang datang tiba-tiba. Aku menandai kalender duduk yang ada di samping ranjangku. Tersenyum melihat tanda hati di tanggal 31 di bulan Oktober. Hari pernikahan yang selama ini aku impikan. Menikah dengan orang yang mencintai kita itu lebih baik daripada menikah tanpa cinta atau hanya kita saja yang cinta. Berarti tepat di hari pernikahan aku masa subur. Semoga saja nanti kembali diberi keturunan. Cklek"Ibu!" Izzam berjalan mendekat ke arahku dengan baju kaus dan celana gunung. Tidak ada seragam sekolah seperti sekolah lainnya jika anak kita bersekolah di sekolah alam. "Udah rapi anak solih Ibu. Ada apa?""Hari ini jadwalnya aku jualan di sekolah. Aku harus bawa uang kembalian.""Oh, iya,
last updateLast Updated : 2024-10-31
Read more

94. Gak Mungkin Dhuha

"A-aini, ini Aini kan?""Salah sambung, saya Ainun!"Aku memutus panggilan dari lelaki yang mengaku Dhuha. Tidak mungkin laki-laki seperti Dhuha tiba-tiba menelepon, halo, Aini, apa kabar? How are you? Kesambet tiang listrik kali dia! Pasti orang gak waras yang mencoba menggodaku. Untunglah aku tak mudah tergoda. Apalagi dengan nama Dhuha. Mohon maaf, aku sudah kapok. Menerima telepon salah sambung tadi benar-benar merusak mood jalan-jalanku hari ini. Aku segera berdandan secantik mungkin demi mas Alex yang sebentar lagi akan menjadi suamiku. Dua minggu lagi tidak lama. Parfum kesukaan mas Alex juga sudah aku semprot kan ke seluruh tubuh ini. Setelah yakin dengan penampilanku, aku pun menunggu mas Alex di ruang tengah. "Ibu cantik sekali pagi ini. Mau pergi dengan Pak Alex?" tanya bik Amih.""Iya, Bik, saya mungkin pulang agak sore. Mau ngecek kesiapan resto untuk pernikahan saya sambil makan siang. Anak-anak hari ini pulang seperti biasa. Hanya Izzam yang pulang lebih sore karena
last updateLast Updated : 2024-11-01
Read more

95. Rekaman CCTV

"Kenapa, Ai?""Gak tahu, Mas, sebenarnya saya gak terlalu jelas mendengarnya, tapi menyebut nama Anton.""Anton? Ada banyak nama Anton di dunia ini, Sayang. Sudah, jangan dipikirkan ya. Kita langsung ke resto saja." Aku mengangguk, lalu sekali lagi menoleh ke belakang. Anak kecil itu sudah tidak terlihat lagi, tapi aku mengenal jalan yang saat ini aku lalui. Jika suatu saat nanti aku bertemu, akan aku tanyakan lagi. "Mas, nanti kalau pulang malam lewat sini lagi ya, siapa tahu ketemu anak yang tadi." "Masih penasaran?" aku mengangguk. "Oke, apa sih yang tidak untuk calon ibu anak-anakku!" "Makasih, Mas Alex." Kami pun melanjutkan perjalanan sampai di area parkir restoran. Pak Mukminin yang hapal mobil mas Alex, langsung saja mengangkat tangan tanda hormat. "Siang, Pak, " sapa kami bersamaan. "Siang, Bu Aini, Pak Alex. Sebelah sini, Pak!" Pak Mukminin pun mengarahkan mobilku untuk dapat parkir karena parkiran mobil hampir penuh. "Jam makan siang ramai sekali," komentar mas Alex
last updateLast Updated : 2024-11-01
Read more

96. Makan Siang Romantis

"Kamu yakin gak papa? Kamu gak perlu terkejut menatapku seperti itu. Kamu seperti gugup? Apa ada seseorang yang menelepon?""Tidak ada apa-apa, Mas. Hanya saat genggam telepon ini tangan saya licin, jadi henponnya nyium lantai deh. Mana mati lagi. Dah, di jalan nanti saya coba nyalain. Ayo, kita makan di luar. Katanya udah lapar." Aku menyambar tas selempang yang ada di atas meja kerjaku, dan langsung menggandeng lengan mas Alex. Mas Alex gak boleh tahu kalau Mas Dhuha menghubungiku. Mas Alex gak boleh tahu kalau ternyata mas Hakim pernah ke restoran dan pasti mencari informasi tentangku. Aku harus bisa bersikap biasa demi menjaga perasaan mas Alex. Aku gak mungkin mengecewakannya. Gak mungkin bikin sedih mama Asma. Mereka sekeluarga sudah teramat baik bagiku. Sepanjang jalan aku tidak tenang setelah melihat CCTV. Mas Hakim ke restoranku sudah tiga kali. Hanya saat pertama kali saja nampak berbicara dengan Nung, salah satu karyawanku yang senior di sana. Aku jadi penasaran mereka bi
last updateLast Updated : 2024-11-02
Read more

97. Obat Perangsang

"Aku Hakim, bukan Dhuha, Mbak. Astaghfirullah, kamu hampir saja celaka." Aku tersentak. "H-hakim, t-tapi... ini saya gerah! Mas Hakim, t-tolong saya!""Iya, sebentar.""Kita mau kemana? Saya sudah gak tahan, gerah tolong!" Aku tidak tahu harus melakukan apa karena tubuhku gelisah. Aku belum pernah seperti ini sebelumnya. Ini benar-benar tersiksa. Aku haus, aku gerah, dan tidak tahu bagaimana melukiskannya. Kepalaku juga pusing. Tubuhku seolah-olah ingin disentuh. Kenapa ini? Apa aku alergi makanan yang tadi aku makan. "Kita ke sini, Mbak Aini masuk ke dalam kamar mandi. Guyur dengan air dingin yang lama! Tolong, saya akan segera panggil dokter. Mbak Aini tolong bantu saya. Mbak Aini baru saja minum obat perang sang dan itu bisa berakibat fatal jika bertemu dengan lelaki hidung belang. Masuk, Mbak! Cepat!" Hakim mendorong tubuhku masuk ke dalam kamar mandi yang ada di kamar hotel. Tanganku gemetar menggeser kran air ke arah kanan yang bertanda biru. "Assh!" Aku mendesis, tapi juga i
last updateLast Updated : 2024-11-03
Read more

98. Maafkan Aku

"Alhamdulillah, sudah sadar juga Mbak Putri kita," ucap Hakim diikuti senyuman yang melebar di wajahnya. Aku membuang muka. Jelas saja malu bertemh Dhuha dan Hakim disaat aku bangun tidur seperti ini. Sudah pasti rambutku seperti singa dan air liur ku mengering di pinggir bibir ini. Ish! Pertemuan empat tahun yang sangat tidak perlu untuk diingat. "Kalian berdua dari tadi di kamar ini melihat aku tidur?" tanyaku kesal, tanpa mau melihat keduanya. "Iya." Mereka menjawab serentak. "Kenapa?""Gak papa." Keduanya lagi-lagi menjawab serentak. "Terus sekarang aku udah bangun, kenapa masih di situ? Keluar sana!" Kataku lagi. Aku segera menarik selimut hanya untuk mengendurkan rasa grogi ku saja. "Lo keluar, Kim. Gue mau.... ""Kamu juga keluar! Kalian berdua keluar! Kenapa malah liat-liatan? Gak denger kupingnya?" "Dengar!""Ya udah, sana!" Aku pun bergerak turun dari ranjang, tapi kakiku tidak hati-hati sehingga... Hap! "Hampir nyium lantai'kan kepalanya! Hati-hati, Ai!""Lepas, bu
last updateLast Updated : 2024-11-03
Read more

99. Kamu Masih Istriku

"Kenapa sih, hobi banget jadi janda? Biar dapat berondong, iya? Berondong kayak Alex yang hampir ambil kesempatan atas diri kamu yang dikuasai obat? Untung ada Hakim datang, coba kalau aku, bisa sama aku kan! Bukan malah diguyur air dingin. Kamu gak sakit, Ai? Gak masuk angin kena guyur air shower lama banget?" "Udah selesai ngomongnya?! Sekarang keluar!""Gak mau! Mau di sini saja. Kenapa sih, lagian kita masih suami istri?"Itu-itu terus alasan pria ini bila aku usir. "Aku lapar, aku mau pulang. Izzam dan Intan pasti cariin aku, Dhuha. Aku mau pulang." Suaraku yang setengah memohon membuat pria itu tertawa pelan. "Sama suami gak boleh panggil nama, dosa!" Katanya santai. "Panggil, Mas Dhuha kayak sebelumnya atau panggil sayang juga boleh," tambahnya lagi. "Bodo amat! Saya gak punya suami, titik!" Balasku tidak mau kalah. "Terus saya apa? Ini suaminya Ibu Aini, S.E." Aku berhasil menjauh dari Dhuha. Jika kami terus saja berasa dalam satu ruangan yang sama, maka kami akan berten
last updateLast Updated : 2024-11-04
Read more

100. Lampu Merah

"Gimana?" Hakim menghampiri Dhuha di apartemen yang pria itu sewa untuk beberapa hari ke depan. "Baru aja nganter Aini. Masih begitu. Dia kayaknya gak mudah maafin gue," jawab Dhuha tanpa semangat. "Ya, wajar, Dhu. Lu tiba-tiba nongol disaat dia mau nikah," balas Hakim. "Ya, karena lu yang ngabarin gue. Mungkin kalau lu gak ngabarin gue, maka selamanya emang gue anggap Aini itu udah nikah." Dhuha memberikan satu cangkir kopi susu pada sepupunya itu. Hakim menerimanya, menyesapnya pelan-pelan karena masih sangat panas. "Tapi lu seneng kan, ternyata Aini belum jadi istri orang? Secara agama, lo masih suami Aini. Mending lo jumpai Alex. Gue mau nemenin. Gue di sini sampa lusa. Ada kerjaan juga emang." "Benar juga ide lu. Mending gue aja Alex ketemu ya.""Gak usah ditelepon, langsung samperin aja ke kantornya. Kalau lo ajak ketemu, belum tentu mau!" Dhuha berpikir sejenak. Pria itu menyesap kopinya perlahan. "Bener sih, mending kita samperin aja ke sana. Tunggu ya, gue mandi dulu."
last updateLast Updated : 2024-11-05
Read more
PREV
1
...
89101112
...
24
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status