Share

96. Makan Siang Romantis

last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-02 21:15:34

"Kamu yakin gak papa? Kamu gak perlu terkejut menatapku seperti itu. Kamu seperti gugup? Apa ada seseorang yang menelepon?"

"Tidak ada apa-apa, Mas. Hanya saat genggam telepon ini tangan saya licin, jadi henponnya nyium lantai deh. Mana mati lagi. Dah, di jalan nanti saya coba nyalain. Ayo, kita makan di luar. Katanya udah lapar." Aku menyambar tas selempang yang ada di atas meja kerjaku, dan langsung menggandeng lengan mas Alex. Mas Alex gak boleh tahu kalau Mas Dhuha menghubungiku. Mas Alex gak boleh tahu kalau ternyata mas Hakim pernah ke restoran dan pasti mencari informasi tentangku. Aku harus bisa bersikap biasa demi menjaga perasaan mas Alex. Aku gak mungkin mengecewakannya. Gak mungkin bikin sedih mama Asma. Mereka sekeluarga sudah teramat baik bagiku.

Sepanjang jalan aku tidak tenang setelah melihat CCTV. Mas Hakim ke restoranku sudah tiga kali. Hanya saat pertama kali saja nampak berbicara dengan Nung, salah satu karyawanku yang senior di sana. Aku jadi penasaran mereka bi
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (16)
goodnovel comment avatar
DeSy
mas duha.... q tetap padamu mas ......
goodnovel comment avatar
Nurmila Karyadi
siapa yg jahat ngasih obat. kok aku g rela aini m alex ya. meskipun dhuha rada" tp lbh setujuh aini dan dhuha.
goodnovel comment avatar
Alisya Ayudia Rahmadani
kasihan jg alex klo akhirnya sifatnya harus jd jelek gini thor... kan bs dgn kebaikan,alex melepas aini.kayak misal lebih berkorban demi aini bisa bersatu sm dhuha, jd alex melepas aini.bukan dgn cara yg mengecewakan. kan secara mamanya alex baik bgt, alex jg tau apa yg sblmnya terjadi pd hidup aini
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   97. Obat Perangsang

    "Aku Hakim, bukan Dhuha, Mbak. Astaghfirullah, kamu hampir saja celaka." Aku tersentak. "H-hakim, t-tapi... ini saya gerah! Mas Hakim, t-tolong saya!""Iya, sebentar.""Kita mau kemana? Saya sudah gak tahan, gerah tolong!" Aku tidak tahu harus melakukan apa karena tubuhku gelisah. Aku belum pernah seperti ini sebelumnya. Ini benar-benar tersiksa. Aku haus, aku gerah, dan tidak tahu bagaimana melukiskannya. Kepalaku juga pusing. Tubuhku seolah-olah ingin disentuh. Kenapa ini? Apa aku alergi makanan yang tadi aku makan. "Kita ke sini, Mbak Aini masuk ke dalam kamar mandi. Guyur dengan air dingin yang lama! Tolong, saya akan segera panggil dokter. Mbak Aini tolong bantu saya. Mbak Aini baru saja minum obat perang sang dan itu bisa berakibat fatal jika bertemu dengan lelaki hidung belang. Masuk, Mbak! Cepat!" Hakim mendorong tubuhku masuk ke dalam kamar mandi yang ada di kamar hotel. Tanganku gemetar menggeser kran air ke arah kanan yang bertanda biru. "Assh!" Aku mendesis, tapi juga i

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-03
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   98. Maafkan Aku

    "Alhamdulillah, sudah sadar juga Mbak Putri kita," ucap Hakim diikuti senyuman yang melebar di wajahnya. Aku membuang muka. Jelas saja malu bertemh Dhuha dan Hakim disaat aku bangun tidur seperti ini. Sudah pasti rambutku seperti singa dan air liur ku mengering di pinggir bibir ini. Ish! Pertemuan empat tahun yang sangat tidak perlu untuk diingat. "Kalian berdua dari tadi di kamar ini melihat aku tidur?" tanyaku kesal, tanpa mau melihat keduanya. "Iya." Mereka menjawab serentak. "Kenapa?""Gak papa." Keduanya lagi-lagi menjawab serentak. "Terus sekarang aku udah bangun, kenapa masih di situ? Keluar sana!" Kataku lagi. Aku segera menarik selimut hanya untuk mengendurkan rasa grogi ku saja. "Lo keluar, Kim. Gue mau.... ""Kamu juga keluar! Kalian berdua keluar! Kenapa malah liat-liatan? Gak denger kupingnya?" "Dengar!""Ya udah, sana!" Aku pun bergerak turun dari ranjang, tapi kakiku tidak hati-hati sehingga... Hap! "Hampir nyium lantai'kan kepalanya! Hati-hati, Ai!""Lepas, bu

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-03
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   99. Kamu Masih Istriku

    "Kenapa sih, hobi banget jadi janda? Biar dapat berondong, iya? Berondong kayak Alex yang hampir ambil kesempatan atas diri kamu yang dikuasai obat? Untung ada Hakim datang, coba kalau aku, bisa sama aku kan! Bukan malah diguyur air dingin. Kamu gak sakit, Ai? Gak masuk angin kena guyur air shower lama banget?" "Udah selesai ngomongnya?! Sekarang keluar!""Gak mau! Mau di sini saja. Kenapa sih, lagian kita masih suami istri?"Itu-itu terus alasan pria ini bila aku usir. "Aku lapar, aku mau pulang. Izzam dan Intan pasti cariin aku, Dhuha. Aku mau pulang." Suaraku yang setengah memohon membuat pria itu tertawa pelan. "Sama suami gak boleh panggil nama, dosa!" Katanya santai. "Panggil, Mas Dhuha kayak sebelumnya atau panggil sayang juga boleh," tambahnya lagi. "Bodo amat! Saya gak punya suami, titik!" Balasku tidak mau kalah. "Terus saya apa? Ini suaminya Ibu Aini, S.E." Aku berhasil menjauh dari Dhuha. Jika kami terus saja berasa dalam satu ruangan yang sama, maka kami akan berten

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-04
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   100. Lampu Merah

    "Gimana?" Hakim menghampiri Dhuha di apartemen yang pria itu sewa untuk beberapa hari ke depan. "Baru aja nganter Aini. Masih begitu. Dia kayaknya gak mudah maafin gue," jawab Dhuha tanpa semangat. "Ya, wajar, Dhu. Lu tiba-tiba nongol disaat dia mau nikah," balas Hakim. "Ya, karena lu yang ngabarin gue. Mungkin kalau lu gak ngabarin gue, maka selamanya emang gue anggap Aini itu udah nikah." Dhuha memberikan satu cangkir kopi susu pada sepupunya itu. Hakim menerimanya, menyesapnya pelan-pelan karena masih sangat panas. "Tapi lu seneng kan, ternyata Aini belum jadi istri orang? Secara agama, lo masih suami Aini. Mending lo jumpai Alex. Gue mau nemenin. Gue di sini sampa lusa. Ada kerjaan juga emang." "Benar juga ide lu. Mending gue aja Alex ketemu ya.""Gak usah ditelepon, langsung samperin aja ke kantornya. Kalau lo ajak ketemu, belum tentu mau!" Dhuha berpikir sejenak. Pria itu menyesap kopinya perlahan. "Bener sih, mending kita samperin aja ke sana. Tunggu ya, gue mandi dulu."

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-05
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   101. Cerita Aris

    "Hei, mau ke mana lo?!" Hakim dan Dhuha berhenti melangkah. Aris mengeratkan pelukan pada Dhuha dengan wajah yang ia sembunyikan di bahu pria itu. "Anak saya mau dibawa ke mana? Mau nyulik lo ya? Sini!" Pria berperawakan kurus tinggi itu hendak mengambil Aris dari gendongan Dhuha, tetapi tidak mudah. Dhuha menahan tubuhnya dan Hakim pun turut menepis tangan pria yang berpenampilan seperti pengamen itu. "Ini anak gue, lo yang nyulik, bang zat!" Sebelah tangan Dhuha menarik baju pria itu dengan kuat. "Sini, lo, ikut gue ke kantor polisi. Ikut gue ke rumah sakit, biar tahu lo adalah penculik sebenarnya! Ikut!""Lepas!" Pria itu berhasil lepas dan berlari sekencang mungkin meninggalkan Dhuha dan Hakim yang kini menjadi pusat perhatian orang banyak. Aris menangis sesegukan karena takut. "Maaf, Pak, Bu, ini anak saya. Pria tadi yang menculiknya. Saya akan bawa ke rumah sakit. Bapak Ibu ada yang mau ikut saya untuk memastikan ucapan saya tidak bohong!" Ajakan Dhuha tentu saja membuat ora

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-06
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   102. Hakim Menjumpai Aini

    Dhuha akhirnya membawa Aris ke apartemen yang sudah ia sewa. Anak kecil itu mandi dengan bersih karena sengaja dimandikan oleh Dhuha. Setelah mandi, Aris pun makan nasi dengan lahap. Begitu kenyang, anak umur empat tahun itu tertidur. Wajahnya sangat lelah . Dhuha memperhatikan Aris yang terlelap, hingga sesekali anak kecil itu sesegukan. "Udah tidur?" tanya Hakim setengah berbisik. Dhuha mengangguk. Lalu Dhuha keluar dari kamarnya bersama Hakim. "Lu kabari Aini. Minta Aini hubungi Anton. Aini pasti pegang nomor teman baiknya itu. Aris malam ini sampai besok, biarkan dahulu di sini. Kita gak tahu keadaan di Jakarta sana seperti apa. Kehidupan berat apa yang dijalani Aris saat bersama Luna," ujar Dhuha sedih. "Gue percaya ucapan Aris. Anak kecil gak mungkin bicara omong kosong," komentar Hakim. "Iya, makanya lo telepon Aini atau lo datang ke rumahnya sekalian cari tahu kabarnya. Telepon gue soalnya udah di blokir. Kalau gue yang datang, gue gak bakalan dibukain pintu. Kalau, lu, mu

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-07
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   103. Apartemen Dhuha

    "Lex, kamu mau pulang jam berapa? Ini sudah sore. Kita mau ke rumah Aini.""Alex ada lemburan, Ma. Besok saja kita ke sana. Alex udah mastiin keadaan Aini. Aink baik-baik saja. Cuma lagi healing katanya lagi gak pengen diganggu.""Masa, sih? Bukannya Aini yang minta kita berdua ke rumahnya?""Iya, Ma, tapi masih bisa besok. Alex ada lemburan. Besok siang kita ke sana, oke?" Bu Asma tidak punya pilihan lain, selain setuju dengan ucapan putranya. Sebenarnya ia sangat penasaran dengan apa yang akan disampaikan Aini, tetapi ia harus bersabar sampai besok. Bu Asma pun mengetik pesan untuk Aini yang mengabarkan bahwa ia dan Alex tidak bisa berkunjung malam ini karena putranya itu lembur. Namun, pesan yang ia kirimkan hanya ceklis satu saja. Apa aku sendirian saja ke sana? Tapi kata Aini, dia minta aku dan Alex. Duh, ada apa sih, benar-benar penasaran jadinya. Batin bu Asma. Kring! Kring! Ponselnya pun berdering. Muncul nama salah satu temannya di layar ponsel. "Halo, iya, Mbak.""Halo,

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-07
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   104. Hubungan Ini Tak Bisa Dilanjutkan

    "Makasih udah selamatin Aris." Aini tersenyum tipis. Wanita itu merapikan selimut Aris yang tersingkap. "Aris pernah aku anggap anakku, Ai, sebelum tes DNA." Aini tertawa. "Ya, hanya bayiku saja yang tak pernah dianggap anak." Dhuha merasa sudah mengucapkan kalimat yang salah. Keinginan untuk rujuk dengan Aini tidak mudah. Ada banyak hal yang sangat menyinggung wanita itu baik sebagai istri, maupun ibu. Dhuha berjalan masuk dan duduk di dekat Aini. "Tidak seperti itu maksudnya, Ai. Kamu selalu saja salah paham denganku. Aku minta maaf jika ucapanku menyinggung kamu, tapi aku gak bermaksud. Aku suka anak-anak Ai. Sebagaimana aku dekat dengan Izzam dan Intan." Aini membuang pandangannya. Ia lekas berdiri dan keluar dari kamar Dhuha. Sudah ada Hakim yang menunggu di kursi tamu. "Bagaimana, Mbak?" tanya Hakim. "Besok akan kita bawa ke Jakarta. Aris harus segera dipertemukan dengan Anton." "Mbak Aini ikut nganter?" Aini mengangguk. "Apa gak papa anak-anak ditinggal ke Jakarta?" "Bi

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-08

Bab terbaru

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   326. Buah Kesabaran

    Hari itu, matahari bersinar lembut, seolah ikut merayakan kebahagiaan yang memenuhi hati Aini dan Dhuha. Kabar kehamilan Aini menjadi hadiah yang tidak pernah mereka sangka akan datang secepat ini. Setelah bertahun-tahun penantian dan berbagai ujian, akhirnya doa mereka terjawab.Setelah meninggalkan klinik, Dhuha tidak henti-hentinya menggenggam tangan Aini. Tatapan matanya penuh dengan cinta dan rasa syukur.“Aku masih tidak percaya, Sayang,” gumamnya sambil mencuri pandang ke arah istrinya yang duduk di sebelahnya di dalam mobil.Aini tersenyum, meski air matanya belum benar-benar kering. “Aku juga, Mas. Sepertinya Allah benar-benar ingin menguji kesabaran kita sebelum akhirnya memberikan anugerah ini.”Dhuha mengangguk. “Dan kamu lulus ujian itu dengan begitu sabar dan tulus.”Aini menatap suaminya. “Bukan cuma aku. Kita berdua.”Sesampainya di rumah, Dhuha langsung menghubungi keluarganya. Maria awalnya tidak percaya, tapi saat Dhuha menunjukkan foto USG Aini, maka wanita paruh b

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   325. Kejutan dari Ria

    Ria berdiri tidak jauh dari meja mereka, mengenakan blouse berwarna pastel dan rok panjang yang anggun. Wajahnya tampak terkejut, tetapi segera berubah menjadi senyum hangat saat ia mendekat."Aku tidak menyangka akan bertemu kalian di sini," katanya sambil menarik kursi kosong di samping Aini.Dhuha hanya mengangguk kecil. Ia masih merasa canggung setiap kali bertemu Ria, mengingat alasan keberadaan wanita itu dalam hidup mereka. Sementara itu, Aini mencoba tersenyum, meski di dalam hatinya ada perasaan tak nyaman yang berputar."Kak Aini, bagaimana kabarmu?" tanya Ria, nada suaranya lembut dan penuh perhatian."Baik, meskipun sedikit tidak enak badan hari ini," jawab Aini sambil menyandarkan tubuhnya ke kursi.Dhuha menatap istrinya dengan cemas. "Kalau masih merasa pusing, kita pulang saja, Sayang. Istirahat lebih penting."Aini menggeleng pelan. "Tidak apa-apa, Mas. Aku justru senang bertemu Ria di sini."Mata Ria menatap Dhuha dan Aini bergantian. Ia bisa merasakan ketegangan yan

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   324. Ucapan Maria

    Sore itu, langit menguning keemasan, memberi nuansa hangat yang kontras dengan perasaan Dhuha yang penuh beban. Ia melangkah menuju rumah besar yang sudah sejak kecil ia tinggali, rumah tempat ibunya, Maria, menunggunya dengan segudang pertanyaan yang selalu ia hindari."Duduklah, Nak," Maria mempersilakan putranya duduk di kursi teras yang nyaman. Di hadapannya, teh melati mengepul, menebar aroma menenangkan. Namun, Dhuha tahu, pembicaraan kali ini tidak akan senyaman teh itu."Apa kabar, Ma?" tanya Dhuha, mencoba mencairkan suasana. Pria itu membuka sepatunya, sekaligus melepas dua kancing kemeja abu-abunya paling atas. "Mama sehat, kamu minum dulu!" Dhuha mengangguk. Mengambil teh melati yang aromanya sangat sedap itu. "Mama bikin pisang goreng?" "Bukan, bibik yang masak. Kamu cuci tangan dulu sana, kalau mau makan pisang goreng." Dhuha mengangguk dan langsung masuk ke dalam rumah. Ia mencuci tangan di wastafel ruang tengah. "Keliatannya Mama sehat, ada apa Mama panggil aku ke

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   323. Bertemu Izzam dan Intan

    Aini meraih tangan Alex dan menjabatnya pelan. Kesepakatan ini mungkin bukan yang terbaik baginya, tapi setidaknya ini adalah langkah awal untuk bisa kembali dekat dengan anak-anaknya."Terima kasih, Mas," ucapnya dengan suara nyaris berbisik.Alex mengangguk tanpa ekspresi, sementara Zita masih menampilkan senyum ramahnya. Dhuha yang duduk di samping Aini tetap tenang, meskipun tatapannya sesekali bergeser pada Zita, menilai bagaimana wanita itu bersikap."Kapan aku bisa mulai bertemu mereka?" tanya Aini hati-hati.Alex menatap Zita sejenak, seolah meminta pendapatnya."Bagaimana kalau akhir pekan ini? Hari Sabtu setelah makan siang? Kita bisa bertemu di taman dekat rumah," usul Zita."Anak-anak pasti senang sekali," tambahnya masih dengan senyum yang sama. Aini tersenyum lega. "Baik, aku akan datang."Percakapan pun berlanjut dengan membahas hal-hal ringan mengenai kegiatan anak-anak. Zita dengan santai bercerita bagaimana Intan kini semakin menyukai menggambar dan Izzam mulai tert

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   322. Berdamai dengan Takdir

    Mobil sedan hitam itu berhenti di halaman rumah besar dengan taman yang tertata rapi. Anton menatap bangunan megah itu dengan napas berat. Sudah lebih dari sebulan Amel tinggal di sini, di rumah orang tuanya, meninggalkan rumah mereka yang seharusnya menjadi tempat membangun kebahagiaan bersama.Anton turun dari mobil, mengetuk pintu dengan sedikit ragu. Tak lama, seorang asisten rumah tangga membukakan pintu.“Masuklah, Mas. Mbak Amel ada di ruang tamu,” katanya dengan sopan.Anton melangkah masuk, mendapati Amel duduk di sofa, wajahnya dingin tanpa ekspresi. Sejujurnya, ia sudah mengira istrinya akan bereaksi seperti ini.“Assalamualaykum, Amel…” Anton membuka suara, suaranya bergetar. Kakinya melangkah pelan, sesekali melirik ruang tengah yang besar itu teramat sepi. Amel duduk di depan televisi dengan tatapan kosong. "Amel," panggil Anton lagi. Amel menoleh sekilas, lalu kembali menatap layar ponselnya tanpa minat. “Ada perlu apa datang ke sini?” tanya wanita itu sinis. Anton m

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   321. Bertemu Alex

    Pagi harinya, Aini bangun dengan tubuh lebih segar, meski pikirannya masih penuh dengan pertanyaan yang belum terjawab. Setelah menunaikan salat subuh berjamaah dengan Dhuha, ia menyiapkan sarapan sederhana berupa roti panggang dan omelet.Dhuha duduk di meja makan sambil menggulir layar ponselnya. Sesekali ia menatap Aini sambil tersenyum. "Aku selalu senang kalau lihat rambut kamu basah." Aini yang sedang mengangkat roti dari panggangan, langsung menoleh ke belakang. "Dih, dingin tahu!" balasnya sambil tersipu malu. Malu bila ingat kejadian semalam, ia yang terlalu bersemangat sampai mereka berdua jatuh dari ranjang. Suara tawa Dhuha menggema. "Tapi aku suka sama yang semalam. Boleh diulang dia hari lagi ha ha ha.... ""Emmoh!" Aini menaruh piring yang sudah ada roti panggang coklat di depan suaminya. "Diulang gerakannya, bukan jatohnya, ha ha ha... huk! huk!""Makanya jangan iseng, jadinya tersedak!" Aini memberikan air putih pada suaminya. "Maaf, Sayang, kenapa sih, aku selal

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   320. Siapa Wanita Itu?

    Aini menghapus air matanya dengan ujung jari, berusaha menenangkan diri. Dhuha masih menggenggam tangannya erat, memberikan kehangatan di tengah gemuruh emosinya. Dari kejauhan, ia memperhatikan Intan dan Izzam berjalan masuk ke dalam gerbang sekolah, sesekali menoleh ke belakang untuk melambaikan tangan pada wanita yang mengantar mereka.Siapa dia? Wanita itu tersenyum hangat, begitu akrab dengan Intan dan Izzam. Aini menelan ludah. Ada perasaan aneh yang menjalar di hatinya—perasaan kehilangan yang semakin nyata. Wanita yang sama persis dengan yang ada di media sosial Alex tempo hari. Apa wanita itu sudah menjadi istri Alex? "Mas, aku ingin tahu siapa dia," gumamnya pelan, hampir seperti bisikan.Dhuha menoleh ke arahnya, menatap dengan mata penuh pengertian. "Kalau kamu penasaran, kita bisa cari tahu. Tapi kamu harus siap dengan jawabannya."Aini menarik napas panjang. Apakah ia benar-benar siap? Ia tidak tahu. Namun, melihat bagaimana anak-anaknya terlihat nyaman dengan wanita it

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   319. Rindu Intan dan Izzam

    Maria menatap Miranti lekat-lekat, memastikan bahwa gadis itu benar-benar yakin dengan keputusannya. Sejak awal, ia tidak pernah membayangkan akan ada seseorang yang begitu rela mengorbankan dirinya seperti ini.“Tante akan bicara dengan Dhuha dan Aini,” ulang Maria, memastikan Miranti tidak berubah pikiran.Miranti mengangguk. “Terima kasih, Tante. Saya siap menghadapi mereka kapan pun. Kami hanya perlu bicara dari hati ke hati. Apapun nanti jawaban Aini dan Dhuha, saya juga gak keberatan."Maria menyandarkan punggungnya ke kursi. Pikirannya mulai mencari cara terbaik untuk menyampaikan hal ini kepada putranya dan menantunya. Aini mungkin masih belum sepenuhnya terbuka terhadap gagasan ini, meskipun ia sendiri yang mengusulkannya. Dhuha? Maria yakin putranya masih berada dalam fase menolak.Namun, waktu terus berjalan.Setelah makan siang mereka selesai, Maria dan Miranti berpisah. Namun, bagi Maria, ini bukan akhir, melainkan awal dari perjalanan yang lebih rumit. Apa Dhuha akan set

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   318.

    Aini terdiam mendengar syarat yang diajukan Dhuha. Matanya menatap suaminya, mencari keyakinan di balik permintaannya."Satu tahun, Mas?" ulangnya pelan.Dhuha mengangguk. "Iya, Ai. Kita sudah menunggu sejauh ini. Aku ingin kita memberi waktu untuk pernikahan kita lebih matang sebelum kita mengambil keputusan sebesar ini. Lagipula, dokter bilang kamu masih punya peluang hamil secara alami. Kenapa kita tidak mencoba lebih lama? Kamu bukan tidak bisa hamil, tapi memang belum waktunya. Sayang, aku ingin kita benar-benar yakin akan langkah yang ke depannya kita tempuh ini. Termasuk segala hal berkaitan dengan dampaknya, terutama mama."Aini menggigit bibirnya. Ia tahu suaminya tidak sepenuhnya setuju dengan usulannya, tapi setidaknya Dhuha tidak langsung menolaknya mentah-mentah. Ini sudah lebih baik daripada tidak ada kompromi sama sekali.Ria, yang sejak tadi memperhatikan mereka, akhirnya ikut angkat bicara. "Menurut saya, keputusan Mas Dhuha masuk akal, Kak Aini. Ini bukan hal kecil.

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status