All Chapters of Malam Pertama dengan Janda Anak 2: Chapter 101 - Chapter 110

212 Chapters

101. Cerita Aris

"Hei, mau ke mana lo?!" Hakim dan Dhuha berhenti melangkah. Aris mengeratkan pelukan pada Dhuha dengan wajah yang ia sembunyikan di bahu pria itu. "Anak saya mau dibawa ke mana? Mau nyulik lo ya? Sini!" Pria berperawakan kurus tinggi itu hendak mengambil Aris dari gendongan Dhuha, tetapi tidak mudah. Dhuha menahan tubuhnya dan Hakim pun turut menepis tangan pria yang berpenampilan seperti pengamen itu. "Ini anak gue, lo yang nyulik, bang zat!" Sebelah tangan Dhuha menarik baju pria itu dengan kuat. "Sini, lo, ikut gue ke kantor polisi. Ikut gue ke rumah sakit, biar tahu lo adalah penculik sebenarnya! Ikut!""Lepas!" Pria itu berhasil lepas dan berlari sekencang mungkin meninggalkan Dhuha dan Hakim yang kini menjadi pusat perhatian orang banyak. Aris menangis sesegukan karena takut. "Maaf, Pak, Bu, ini anak saya. Pria tadi yang menculiknya. Saya akan bawa ke rumah sakit. Bapak Ibu ada yang mau ikut saya untuk memastikan ucapan saya tidak bohong!" Ajakan Dhuha tentu saja membuat ora
last updateLast Updated : 2024-11-06
Read more

102. Hakim Menjumpai Aini

Dhuha akhirnya membawa Aris ke apartemen yang sudah ia sewa. Anak kecil itu mandi dengan bersih karena sengaja dimandikan oleh Dhuha. Setelah mandi, Aris pun makan nasi dengan lahap. Begitu kenyang, anak umur empat tahun itu tertidur. Wajahnya sangat lelah . Dhuha memperhatikan Aris yang terlelap, hingga sesekali anak kecil itu sesegukan. "Udah tidur?" tanya Hakim setengah berbisik. Dhuha mengangguk. Lalu Dhuha keluar dari kamarnya bersama Hakim. "Lu kabari Aini. Minta Aini hubungi Anton. Aini pasti pegang nomor teman baiknya itu. Aris malam ini sampai besok, biarkan dahulu di sini. Kita gak tahu keadaan di Jakarta sana seperti apa. Kehidupan berat apa yang dijalani Aris saat bersama Luna," ujar Dhuha sedih. "Gue percaya ucapan Aris. Anak kecil gak mungkin bicara omong kosong," komentar Hakim. "Iya, makanya lo telepon Aini atau lo datang ke rumahnya sekalian cari tahu kabarnya. Telepon gue soalnya udah di blokir. Kalau gue yang datang, gue gak bakalan dibukain pintu. Kalau, lu, mu
last updateLast Updated : 2024-11-07
Read more

103. Apartemen Dhuha

"Lex, kamu mau pulang jam berapa? Ini sudah sore. Kita mau ke rumah Aini.""Alex ada lemburan, Ma. Besok saja kita ke sana. Alex udah mastiin keadaan Aini. Aink baik-baik saja. Cuma lagi healing katanya lagi gak pengen diganggu.""Masa, sih? Bukannya Aini yang minta kita berdua ke rumahnya?""Iya, Ma, tapi masih bisa besok. Alex ada lemburan. Besok siang kita ke sana, oke?" Bu Asma tidak punya pilihan lain, selain setuju dengan ucapan putranya. Sebenarnya ia sangat penasaran dengan apa yang akan disampaikan Aini, tetapi ia harus bersabar sampai besok. Bu Asma pun mengetik pesan untuk Aini yang mengabarkan bahwa ia dan Alex tidak bisa berkunjung malam ini karena putranya itu lembur. Namun, pesan yang ia kirimkan hanya ceklis satu saja. Apa aku sendirian saja ke sana? Tapi kata Aini, dia minta aku dan Alex. Duh, ada apa sih, benar-benar penasaran jadinya. Batin bu Asma. Kring! Kring! Ponselnya pun berdering. Muncul nama salah satu temannya di layar ponsel. "Halo, iya, Mbak.""Halo,
last updateLast Updated : 2024-11-07
Read more

104. Hubungan Ini Tak Bisa Dilanjutkan

"Makasih udah selamatin Aris." Aini tersenyum tipis. Wanita itu merapikan selimut Aris yang tersingkap. "Aris pernah aku anggap anakku, Ai, sebelum tes DNA." Aini tertawa. "Ya, hanya bayiku saja yang tak pernah dianggap anak." Dhuha merasa sudah mengucapkan kalimat yang salah. Keinginan untuk rujuk dengan Aini tidak mudah. Ada banyak hal yang sangat menyinggung wanita itu baik sebagai istri, maupun ibu. Dhuha berjalan masuk dan duduk di dekat Aini. "Tidak seperti itu maksudnya, Ai. Kamu selalu saja salah paham denganku. Aku minta maaf jika ucapanku menyinggung kamu, tapi aku gak bermaksud. Aku suka anak-anak Ai. Sebagaimana aku dekat dengan Izzam dan Intan." Aini membuang pandangannya. Ia lekas berdiri dan keluar dari kamar Dhuha. Sudah ada Hakim yang menunggu di kursi tamu. "Bagaimana, Mbak?" tanya Hakim. "Besok akan kita bawa ke Jakarta. Aris harus segera dipertemukan dengan Anton." "Mbak Aini ikut nganter?" Aini mengangguk. "Apa gak papa anak-anak ditinggal ke Jakarta?" "Bi
last updateLast Updated : 2024-11-08
Read more

105. Tamu Bu Asma

"Aini, tunggu! Aini!" Aini terpaksa menahan langkahnya karena pergelanhan tangannya dipegang sedikit kuat oleh Alex. "Ada apa lagi, Mas? Bukannya semua sudah jelas, bahwa Mas Alex mau mengambil manfaat dari saya! Mas, padahal semuanya akan halal dalam hitungan hari, tapi Mas malah gak sabar. " Aini menjeda sebentar ucapannya, sambil menarik napas begitu dalam. Ia pun sebenarnya masih bingung harus berbuat apa. Maju kena, mundur juga kena. "Lagian, Dhuha kembali. Dia ada di Indonesia dan ia bilang, saya masih sah sebagai istrinya. Saya juga merasa ini semakin rumit. Sudahlah, Mas, saya masuk dulu. Ini sudah malam, saya capek mau istirahat. Mas pulang ya, nanti kita bicara lagi." Alex pun akhirnya melepas pergelangan tangan Aini. Membiarkan wanita itu masuk ke dalam rumah dengan keadaan lelah. "Dhuha hanya alasan kamu saja, kan, Ai? Aini, Aini! kita tetap perlu bicara!" seru Alex, tetapi Aini malah menutup pintu, lalu mengunci rumahnya. Hakim hanya memantau saja dari luar pagar dan
last updateLast Updated : 2024-11-09
Read more

106. Maria Syok

"Kamu kenal di mana sama calon menantuku ini, Mbak Mar?" tanya bu Asma terkejut saat Aini dan wanita mantan mertuanya itu saling sapa. "Di Jakarta, pernah ketemu, tapi hanya sebatas kenal saja, Ma. Biar saya siapkan menu yang sudah dipesan Mama ya. Tunggu sebentar.""Makasih, Sayang. Kamu pasti jadi repot ada Mama dan teman-teman Mama." Ainu tersenyum begitu tulus. "Gak papa, Ma. Mari, Om, Tante, saya permisi dulu." Aini pun segera keluar dari ruangan VIP yang ad akan transparannya itu. Jantung wanita itu berdetak cepat. Keduanya tangannya dingin, sampai-sampai ia harus duduk di kursi kosong di dekat lorong dapur. "Bu Aini gak papa?" tanya Muslim; salah pelayan restoran yang kebetulan memperhatikan keadaan Aini. "Air, tolong ambilkan saya air, Mus!""Baik, Bu, tunggu sebentar!" lelaki muda itu segera menuangkan air dalam gelas besar, lalu membawanya lagi pada Aini yang sedang mengusap peluh dengan tangannya. Keringat belum berhenti bercucuran di dahi dan kening wanita itu. Aini me
last updateLast Updated : 2024-11-10
Read more

107. Ceraikan Aku!

Enak, beneran enak," kata Viona jujur. "Ya, kan, Mbak Mar?" tanya Viona sengaja. Maria hanya tersenyum saja karena menghargai Asma. Semua makan dengan lahap, kecuali ibu dari Dhuha. Wanita itu tidak bisa menelan nasi di dalam mulutnya. Ia bahkan sudah menghabiskan dua gelas jus jeruk, tetapi nasi dan menu lainnya tak bisa ia telan dengan baik. "Permisi!" Aini masuk kembali, lalu berbisik pada bu Asma. "Ma, Aini ada urusan. Jadi gak bisa nemenin sampai selesai ya." "Mau ke mana?" "Ke Jakarta, Ma. Teman Aini yang namanya Anton sakit." Bu Asma langsung mengingat nama pria yang sering disebut Aini maupun cucunya. "Oh, ya? Oke, salam dari Mama ya. Jangan lupa kamu belikan oleh-oleh khas di sini untuk Anton. Anak-anak biar sama Mama. Dari sini, Mama akan jemput anak-anak." Aini mengangguk sambil tersenyum. "Makasih, Ma." "Om, Tante, saya ijin tidak menemani sampai selesai ya. Masih ada pekerjaan lain. Silakan dinikmati hidangannya. Jika kurang, panggil saja pelayan say
last updateLast Updated : 2024-11-11
Read more

108. Keadaan Anton

"Kalian berdua ini, bisa tidak, jangan berdebat di dalam mobil? Kita masih di tol. Ada anak kecil yang harus kita urus dahulu. Kalian berdua jangan egois. Benar-benar pernikahan bikin aku takut. Kalau gak ada yang mau ngalah, ya udah gak ada lagi namanya suami istri di bumi ini, tapi janda dan duda! Dua-duanya egois dan gak mau ngalah!" Teguran Hakim membuat Dhuha dan Aini terdiam, tetapi membuat Aris terbangun. "Ada apa, Om?" tanya Aris. "Kita sudah sampe Jakalta?" tanya anak itu lagi sambil menguap lebar. Ia masih mengantuk, tetapi suara perdebatan di dalam mobil membuatnya terbangun. "Belum, masih satu jam lagi sampai ketemu ayah Anton. Sabar ya. Aris mau makan? Ini ada roti dan minuman." Dhuha mengeluarkan bekal snack yang tadi sempat ia beli di rest area. Aris mengangguk "Mau minum, Om." Dhuha membukakan tutup botol minuman untuk Aris. Anak kecil itu meneguknya dengan cepat. Ia benar-benar haus. "Ada yang beltengkal ya? Alis denger. Sama kayak ibu di lumah, tapi bapak gak ga
last updateLast Updated : 2024-11-12
Read more

109. Istri Tak Beradab

"Apa kabar Aini?" wanita bernama bu Nikmah itu memeluk Aini dengan erat, di luar kamar perawatan Anton. Bu Nikmah menangis sedih karena mengingat Aini dan nasib keponakannya saat ini. "Makasih udah bawa Aris kembali, Ai." "Bukan saya, Bu, tapi Dhuha dan Hakim. Mereka berdua yang menemukan Aris di lampu merah." Suara Aini pun bergetar. Wanita itu sembari menoleh ke kiri, tempat di mana Dhuha dan Hakim tengah duduk. "Kalian sama-sama orang baik." Bu Nikmah menyentuh pipi Aini, lalu berjalan menuju Dhuha dan Hakim yang berdiri cepat saat melihat Aini dan saudara dari Anton ingin menghampiri mereka. "Yang mana namanya Dhuha?" tanya bu Nikmah. "Saya, Bu." Dhuha mengulurkan tangannya sambil tersenyum. "Oh, berarti kamu Hakim." Pandangan bu Nikmah kini beralih pada Hakim. Hakim mengangguk juga sambil mengulurkan tangannya. "Terima kasih ya, kalian udah bawa Aris kembali ke Jakarta. Anton jika sudah sembuh, pasti sangat berterima kasih pada kalian.""Sama-sama Bu. Semoga Anton lekas se
last updateLast Updated : 2024-11-13
Read more

110. Dilabrak Mertua

"Ada apa ini? Eh, I-ibu." Luna melotot saat mengenali suara wanita yang berteriak-teriak di rumahnya. "Heh, kamu ini istri yang gak tahu diri ya? Suami sakit, gak pernah sekali pun kamu ke sana!" Bu Ami berkacak pinggang. "Sabar, Bu, kita bisa bicara baik-baik!" Ujar bu Mira, menenangkan besannya. "Mana bisa saya sabar melihat menantu gak tahu diuntung seperti anak kamu ini. Udah bikin anak hilang, jadi pengamen. Suami sakit gak peduli, masih ngambil ATM anakku lagi. Kembalikan! Kembalikan!" Luna menelan ludah. "Tidak, Bu, itu adalah hak Luna.""Itu hak istri dan kamu bukan istri, kamu itu nyonya. Gak pernah masak, gak nyapu, gak setrika, semua dibawa ke laundry. Kamu makan, anak kamu gak kamu kasih makan. Ibu macam apa kamu?!" Kali ini bu Mira yang terkejut mendengar ucapan besannya. Bahkan warga yang saat ini sudah berkumpul di depan rumah wanita itu, menjadi tahu semuanya. Karena bu Mira tidak pernah tahu bagaimana kehidupan Luna dengan cucunya karena Luna tidak pernah bercerit
last updateLast Updated : 2024-11-14
Read more
PREV
1
...
910111213
...
22
DMCA.com Protection Status