Beranda / Romansa / Kakak Ipar Rasa Pacar / Bab 151 - Bab 160

Semua Bab Kakak Ipar Rasa Pacar : Bab 151 - Bab 160

167 Bab

Chapter 151. Kehancuran yang Sebenarnya

Sean menunduk, matanya fokus pada layar laptop. Jari-jarinya menari lincah di atas keyboard, merangkai kata demi kata untuk proposal restrukturisasi Atmajaya. Ia berusaha sekuat tenaga untuk membuat proposal yang meyakinkan, berharap bank mau memberikan pinjaman untuk menyelamatkan perusahaan.Semalaman Sean begadang, mengolah data dan mencari solusi terbaik. Ia tahu, kesempatan ini adalah yang terakhir bagi Atmajaya.Keesokan harinya, Sean melangkah tegap memasuki ruang pertemuan bank. Ia membawa secarik harapan tipis dalam genggamannya, berharap bank mau memberikan pinjaman untuk membantu Atmajaya bangkit."Selamat pagi, Pak Sean. Silakan duduk," sapa petugas bank, seorang pria berwajah tegas bernama Pak Johan.Sean mengangguk, lalu duduk di hadapan Pak Johan. Ia menaruh proposal di atas meja, jantungnya berdebar kencang."Terima kasih atas waktu Bapak," ucap Sean. "Kami harap Bapak mau membaca proposal restrukturisasi yang kami ajukan."Pak Johan mengangguk, membuka proposal dan me
Baca selengkapnya

Chapter 152. Keputusan Mutlak

Hari yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Ruang sidang dipenuhi oleh petugas dan kuasa hukum. Darren melangkah tegap memasuki ruang sidang, matanya menyapu ruangan dengan tatapan dingin. Ia tidak mengajak Nadia kali ini.Rudi dan Rahayu duduk di bangku terdakwa, wajah mereka tampak tegang. Mereka melihat Darren yang berjalan dengan penuh percaya diri, dadanya membusung tegap. Darren menatap Rudi dengan tatapan sinis, senyum licik terukir di bibirnya."Dasar brengsek," geram Rahayu, mencengkeram tangan Rudi. "Lihat dia, sombong sekali!"Rudi hanya bisa diam, matanya menatap tajam ke arah Darren. Ada amarah dan dendam yang membara di dadanya, tapi sadar kekuatannya tak cukup untuk melawan.Darren tidak menyapa Rudi, ia langsung menuju meja pengacaranya. Ia duduk dengan tenang, menunggu sidang dimulai."Darren memang tidak punya hati!" gumam Rudi. "Aku akan melawannya sampai akhir, Ma. Kita akan terus memperjuangkan kebebasan Alana."Rahayu mengusap punggung Rudi, mencoba
Baca selengkapnya

Chapter 153

Di ruang tunggu rumah sakit, Nadia duduk di kursi roda, ditemani oleh perawat pribadinya sekaligus perawat yang juga bertugas di rumah sakit ini, Mbak Rina. Wajah Nadia pucat, meskipun senyum tipis terukir di bibirnya. Ia menatap ke luar jendela, mengamati langit yang mendung. "Ibu, dokternya sudah selesai," ujar Mbak Rina, lembut. "Ibu sudah boleh masuk." Nadia mengangguk pelan, matanya masih tertuju pada langit. "Baiklah, Mbak." Mereka berdua memasuki ruangan pemeriksaan. Dokter tersenyum ramah, menyapa Nadia. "Bu Nadia, bagaimana keadaanmu hari ini?" tanya dokter, sambil memeriksa hasil rontgen. "Syukurlah, Dokter, saya merasa lebih baik," jawab Nadia, suaranya sedikit gemetar. "Bagus, Bu Nadia. Tulang paha Anda sudah mulai menyatu dengan baik. Operasi pelepasan pen bisa segera kita jadwalkan," ujar dokter, sambil menunjuk hasil rontgen yang diambil beberapa saat lalu. Nadia terdiam, matanya berkaca-kaca. Ia merasa lega mendengar kabar baik itu, tetapi juga dihantui rasa khaw
Baca selengkapnya

Chapter 154. Semakin Parah

Mobil Darren melaju kencang di jalanan kota, menelusuri jalanan aspal yang membentang luas. Darren menatap lurus ke depan, pikirannya berkecamuk. Hingga tiba-tiba ponselnya berdering. Darren mengerutkan kening, menatap layar ponselnya. Nomor yang tertera di layar adalah nomor telepon rumah kakeknya, benaknya langsung berputar sekaligus penasaran ada apa kiranya."Halo, Tuan Muda," suara seorang wanita terdengar di seberang sana. "Saya perawat Kakek Brata. Kakek Brata sesak napas lagi, Tuan Muda. Kondisinya semakin memburuk. Kami tadi sudah panggilkan Dokter, tapi sebaiknya Tuan Muda harus segera ke sini."Darren terdiam, pikirannya kalut. Ia harus ke mansion kakeknya dulu atau ke rumah sakit menemui Nadia? Keduanya sama-sama penting. Nadia sedang hamil dan membutuhkannya, sedangkan kakeknya juga dalam kondisi parah."Ya, aku sedang dalam perjalanan. Aku akan segera ke mansion," ucap Darren, suaranya terdengar panik. "Bagaimana kondisi Kakek sekarang?""Kondisi
Baca selengkapnya

Chapter 155. Harapan

Mentari sore mulai meredup, menandakan waktu beranjak senja. Darren dan Nadia duduk berdampingan di samping ranjang Kakek Brata, menunggu dokter yang sedang memeriksa kondisi sang kakek untuk ketiga kalinya sebelum pulang. Suasana di kamar itu terasa hening, hanya diiringi suara napas Kakek Brata yang tersengal-sengal."Kakek sendiri yang bilang mau menggendong cicit, jadi kakek harus sehat lagi," bisik Nadia.Sepasang manik beningnya terus meneteskan air mata. Ia memeluk tangan kakeknya erat-erat, mencoba untuk memberikan kekuatan. "Kita menginap di sini, ya, Kak," ucap Nadia sambil mendongak menatap suaminya. "Aku ingin menemani Kakek."Darren menoleh, menatap Nadia dengan penuh kasih sayang. "Iya, Sayang. Kita akan menginap di sini.""Terima kasih, Kak," ucap Nadia, mencoba untuk tersenyum. "Aku mau menjaga Kakek."Darren mengangguk, helaan napasnya terasa berat melihat kondisi kakeknya dari pagi sampai sore tidak menunjukkan tanda-tanda baik. .Sayangnya, Brata
Baca selengkapnya

Chapter 156

Hujan mengguyur kota dengan deras, seakan ikut merasakan beratnya beban yang dipikul Darren. Ia menatap Nadia, istrinya, yang tertidur lelap di samping ranjang rumah sakit. Wajah Nadia pucat, keringat dingin menempel di pelipisnya, Darren menghela napas panjang. Ia sudah menghubungi semua anggota keluarga, termasuk Rudi dan Rahayu, om dan tantenya yang selalu bersikap dingin dan suka mencari masalah dengan mereka. Namun, kali ini, ia tak peduli dengan sikap mereka. Ia butuh dukungan, butuh bantuan, dan ia berharap, walau sekecil apapun, mereka bisa melupakan dendam lama dan meringankan bebannya. Tangannya mengeluarkan ponsel, mencari nomor Jacob dan menghubunginya. "Jacob, tolong urus semua pekerjaan kantor hari ini. Aku tidak bisa masuk," ucap Darren melalui telepon. Suaranya berat, tertekan oleh rasa khawatir yang menggerogoti hatinya. "Aku benar-benar nggak bisa menghandle apapun, aku serahkan semuanya padamu." "Baik, Pak. Apa ada yang perlu saya sampaikan kepada para klie
Baca selengkapnya

Chapter 157

Darren mengikuti Om Rudi dan Tante Rahayu keluar dari kamar rawat Kakek Brata. Langkahnya tenang, tetapi matanya tajam, memancarkan aura dingin yang membuat Om Rudi dan Tante Rahayu sedikit ciut."Om Rudi, Tante Rahayu, sebentar lagi rapat tahunan perusahaan kan?" tanya Darren, suaranya pelan dan tegas.Om Rudi dan Tante Rahayu saling bertukar pandang, raut wajah mereka berubah tegang. "Ya, memangnya kenapa?" jawab Om Rudi, berusaha bersikap tenang."Om tahu 'kan, perusahaan Om sedang dalam kondisi kritis. Dan Om juga tahu, semua aib perusahaan Atmajaya akan terbuka di publik. Semua kecurangan yang Om lakukan selama ini akan terbongkar," ucap Darren, tatapannya menusuk."Apa maksudmu, Darren?" tanya Tante Rahayu, suaranya sedikit gemetar."Om dan Tante sudah terlalu lama berpura-pura. Semua orang tahu, perusahaan Atmajaya sedang terlilit hutang, dan omsetnya terus menurun. Om sudah melakukan berbagai macam kecurangan untuk menutupi kerugian, tapi semua itu akan terbongkar di rapat tah
Baca selengkapnya

Chapter 158

Darren melangkah masuk ke ruang rawat Nadia dengan senyum lebar. Hari ini hari operasi pelepasan pen Nadia, dan ia sangat lega karena akhirnya istrinya akan terbebas dari rasa sakit dan ketidaknyamanan yang selama ini diderita."Sayang, kamu sudah siap?" tanya Darren, matanya berbinar penuh kebahagiaan.Namun, senyumnya menghilang ketika ia melihat wajah Nadia yang pucat, matanya menatap tak menentu. Nadia terlihat ketakutan dan tegang."Nadia, kenapa kamu terlihat pucat seperti itu? Apakah kamu tidak enak badan?" tanya Darren, suaranya penuh kekhawatiran.Nadia menggeleng pelan, matanya menghindari tatapan Darren. Ia merasa takut untuk bertemu dengan Darren. Pesan-pesan misterius yang ia terima membuatnya merasa sulit percaya pada suaminya.Darren mendekat ke arah Nadia, ingin memegang tangan istrinya. Tapi, Nadia malah memundurkan kursi rodanya, membuat Darren makin bingung."Nadia, kenapa kamu menghindar?
Baca selengkapnya

Chapter 159

Darren masih terpaku di depan pintu ruang operasi, matanya menerawang ke dalam ruangan. Kekhawatirannya belum juga mereda. Nadia, istrinya, masih belum sadar dari pengaruh obat bius. Operasi pelepasan pen berjalan lancar, tapi kondisi Nadia justru memburuk setelahnya. Tekanan darahnya terus meningkat, dan keadaan kandungannya juga melemah.Tiba-tiba, seorang perawat berlari menghampirinya. Wajahnya tampak panik. "Maaf, Pak Darren. Ada kabar buruk. Kakek Brata kritis."Darren tersentak. "Apa maksudnya? Kakek Brata kenapa?""Infeksi paru-parunya semakin parah, Pak. Batuknya semakin keras dan sulit bernapas. Saat ini, Kakek Brata kejang-kejang." Perawat itu mengusap keringat di dahinya. Darren langsung berdiri tegak. "Dimana Kakek sekarang?""Di ruang ICU, Pak." Perawat itu menunjuk arah. "Saya harus kembali ke sana. Maaf, Pak."Darren terdiam sejenak. Rasa cemas dan takut bercampur aduk dalam dirinya. Nadia masih belum sadar, dan sekarang Kakeknya kritis. Ia merasaka
Baca selengkapnya

Chapter 160

Dokter itu meletakkan selembar kertas dan pulpen di hadapan Darren. Tangannya gemetar saat meraih pulpen, matanya menerawang ke arah pintu ruang operasi tempat Nadia terbaring."Ini, Pak Darren. Formulir persetujuan untuk tindakan medis. Saya sudah jelaskan risikonya, dan saya harap Anda bisa memahami keputusan ini." Dokter itu berkata dengan nada lembut, tetapi suaranya terasa berat di telinga Darren.Darren menatap formulir itu dengan tatapan kosong. Kata-kata dokter berputar-putar di kepalanya.Risiko tinggi.Kondisi kritis.Keputusan sulit. Ia mencoba mencari kekuatan di dalam diri, mencoba mencari jalan keluar dari dilemma yang menjeratnya."Dokter, apakah ... apakah tidak ada cara lain?" tanya Darren, suaranya terasa serak dan patah.Dokter menggeleng pelan. "Maaf, Pak Darren. Ini adalah pilihan terbaik yang bisa kita ambil saat ini. Jika kita tidak bertindak segera, kondisi Ibu Nadia akan semakin memburuk. Dan ris
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
121314151617
DMCA.com Protection Status