Alana terduduk di kursi interogasi, tubuhnya lemas, matanya berkaca-kaca. Ia merasakan keputusasaan mencengkeram hatinya. "Aku di penjara ...," gumamnya, suara lirihnya hanya terdengar oleh dirinya sendiri.Tiba-tiba, sebuah ide licik muncul di benaknya. Ia ingat, di kantor polisi ini pasti ada telepon. Ia harus menghubungi Papa dan Mamanya.Dengan tangan gemetar, ia meraih telepon di meja interogasi setelah meminta izin dan diizinkan oleh petugas. "Halo, Papa? Ini aku, A-Alana," suaranya bergetar, menahan tangis."Alana? Ada apa, Sayang? Ada apa ..?! Kok pakai nomor telepon kantor polisi, kamu baik-baik saja 'kan?!" Rudi, terdengar panik di seberang telepon."Pa ... Papa, aku di kantor polisi. Aku ditangkap karena dituduh melakukan kejahatan." Alana terisak, suaranya teredam oleh isakannya."Hah? Apa? Kenapa kamu ditangkap? Ceritakan semuanya!" Rudi terdengar semakin panik."Aku ... aku tidak sengaja melakukan itu, Pa. Darren menuduhku menjebaknya dan menyuruh Wilda untuk mer
Baca selengkapnya