Home / Romansa / Kakak Ipar Rasa Pacar / Chapter 161 - Chapter 167

All Chapters of Kakak Ipar Rasa Pacar : Chapter 161 - Chapter 167

167 Chapters

Chapter 161

Nadia terbaring lemah di ranjang rumah sakit, matanya terpejam. Napasnya teratur, tubuhnya lemas setelah perawat menyuntikkan obat penenang. Air mata yang sebelumnya membasahi pipinya kini telah kering, meninggalkan jejak samar di kulit pucatnya. Marah, sedih, dan kecewa bercampur aduk dalam hatinya. Janin yang baru berusia dua bulan terpaksa diluruhkan, mimpi untuk menjadi seorang ibu harus ditunda.Darren duduk di kursi samping ranjang, matanya tertuju pada wajah Nadia yang tenang dalam tidurnya. Hatinya pedih melihat istrinya terbaring lemah, tetapi ia tak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya bisa menggenggam erat tangan Nadia, berharap sentuhannya bisa sedikit meringankan beban yang sedang ditanggung istrinya. "Maaf, Sayang. Aku gak bisa ngelakuin apa-apa," bisik Darren lirih, suaranya bergetar menahan kesedihan. "Aku janji, kita bakal punya anak lagi."Darren terdiam sejenak, matanya berkaca-kaca. Ia teringat untuk menemani Brata, sang kakek, yang dirawat di ICU karena infek
Read more

Chapter 162

Darren melangkah tegap menuju kantornya, meninggalkan kekacauan di Atmajaya. Ia tak peduli dengan perusahaan yang kini terancam bangkrut, tak peduli dengan kekhawatiran staf-staf Atmajaya tadi, dan tak peduli dengan nasib Rudi. Ia memasuki ruangannya, sebuah ruangan mewah dengan pemandangan kota dari jendela besar. Namun, kemewahan itu tak lagi berarti apa-apa baginya. Ia duduk di kursi empuk, membuka laptop, dan mulai mengetik.Darren mengirim email kepada para investor Atmajaya, memerintahkan mereka untuk segera menarik investasi dari perusahaan milik omnya. Ia tahu, dengan kekuasaannya, para investor pasti lebih berpihak padanya.[Saya harap Anda semua sudah membaca berita terkini tentang Atmajaya. Saya sarankan Anda untuk segera menarik investasi Anda dari perusahaan ini. Atmajaya sudah tidak layak untuk Anda investasikan.] tulis Darren dalam emailnya.Ia menekan tombol "kirim" dengan penuh amarah. Ia tahu, dengan email itu, ia telah menghancurkan Atmajaya. Namun, ia tak
Read more

Chapter 163

Darren melangkah gontai memasuki ruangan rumah sakit tempat Nadia dirawat. Ia berharap bisa menemukan sedikit ketenangan di sini, setelah melakukan tindakan brutal terhadap Rahayu. Sayangnya, saat ia melihat wajah Nadia yang pucat dan terbaring lemah, rasa bersalah kembali menyergapnya."Sayang," lirih Darren, tangannya meraih tangan Nadia yang dingin. "Maafkan aku. Aku nggak bisa mencegah Tante Rahayu mengirimkan pesan itu, sehingga membuat pikiranmu terganggu."Namun, sebelum Darren bisa melanjutkan kata-katanya, bodyguard-nya, datang menghampiri. Wajahnya tampak muram, matanya berkaca-kaca."Tuan, ada kabar buruk," ucap Ryan, suaranya bergetar menahan tangis. "I-ini menyangkut Tuan Besar.""Apa?" tanya Darren, jantungnya berdebar kencang."Tuan Besar telah meninggal dunia, Dokter mengabarkan dua puluh menit yang lalu, dan saat ini jenazahnya masih ada di ICU karena menunggu Tuan," ucap Ryan, suaranya tercekat.Darren terpaku di tempat, matanya membelalak tak percaya. Ia tak
Read more

Chapter 164

Beberapa jam berlalu. Nadia terbangun dari tidurnya, tubuhnya masih terasa lemas akibat pengaruh obat bius. Matanya perlahan terbuka, dan pandangannya langsung tertuju pada Darren yang duduk di samping ranjang, wajahnya tampak lesu. Nadia berusaha bangkit, tetapi rasa sakit yang menusuk di perutnya membuatnya kembali terbaring."Kak ...," lirih Nadia, suaranya serak dan bergetar.Darren langsung mendekat, memegang tangan Nadia dengan lembut. "Sayang, kamu udah bangun? Kamu masih sakit?"Nadia menggeleng lemah. "Sudah nggak terlalu."Darren tidak menjawab, hanya mengelus lembut rambut istrinya. Membuat Nadia berpikir macam-macam, tak biasanya suaminya murung."Kak, apa semua baik-baik saja? Ada masalah, sampai kamu murung begitu?" tanya Nadia, sambil tangannya perlahan menekan perut meredam rasa nyeri.Darren menarik napas dalam-dalam. "Iya, Sayang. Maaf membuatmu khawatir.""Ada apa?"Darren sebenarnya belum ingin cerita, tetapi Nadia sudah terlanjur curiga. "Kakek meninggal be
Read more

Chapter 165

Malam itu, udara dingin menusuk tulang. Darren dan Nadia berjalan beriringan menuju kediaman Rudi, om Darren yang terkenal kejam. Nadia melangkah dengan hati-hati, tulang pahanya masih terasa nyeri setelah operasi pelepasan pen."Kamu yakin mau ke sini?" tanya Darren, sedikit ragu."Iya, sekadar berbela sungkawa sebentar."Sesampainya di depan rumah Rudi, mereka mendengar suara teriakan yang nyaring. Suara itu berasal dari dalam rumah, terdengar seperti jeritan orang kesakitan. Nadia mengernyit, jantungnya berdebar kencang."Itu suara Om Rudi," bisik Darren.Mereka mengintip dari balik jendela. Di dalam, Rudi tampak seperti orang gila, berteriak-teriak histeris. "Mama ... Ma! Kembalilah padaku, Ma. Aku mohon jangan tinggalkan Papa ...!" teriaknya histeris, memeluk foto mendiang istrinya.Nadia merasa iba melihat Rudi yang terpuruk. "Kasian, dia kayak orang kehilangan akal," gumamnya.Darren hanya diam, matanya menatap Rudi dengan dingin. "Karma," gumamnya pelan, "Karma atas semua keja
Read more

Extra Part

Minggu-minggu berlalu begitu cepat. Nadia sudah beberapa kali kontrol ke dokter untuk memeriksa kondisi tulang pahanya setelah operasi pelepasan pen. Dokter mengatakan bahwa tulang pahanya sudah pulih dengan baik dan dia sudah bisa beraktivitas seperti biasa."Kak, aku sudah bisa jalan normal lagi, lho!" seru Nadia, matanya berbinar gembira.Darren tersenyum, matanya memancarkan kebahagiaan. "Aku senang mendengarnya, Sayang," jawabnya. "Kamu sudah bisa kembali ke butik."Nadia mengangguk, matanya berbinar-binar. "Aku sudah tidak sabar untuk kembali bekerja," katanya. "Aku ingin membantu kamu mengembangkan butik."Darren mencium kening Nadia dengan lembut. "Aku tahu kamu bisa, Nad," kata Darren. "Kamu akan jadi desainer yang berbakat."Nadia kembali bekerja di butik milik Darren. Dia sangat antusias dalam berbagai hal, mulai dari mendesain baju, memilih bahan, hingga melayani pelanggan. Kehadiran Nadia di butik membuat suasana di sana semakin hidup dan ceria."Kak, aku punya
Read more

Extra Part - Ending

Hari-hari berlalu begitu cepat, berganti minggu dan bulan. Kehidupan Darren dan Nadia dipenuhi dengan kebahagiaan. Mereka menikmati setiap momen bersama, membangun bisnis bersama, dan merencanakan masa depan mereka. Suatu pagi, Nadia terbangun dengan perasaan yang berbeda. Perutnya terasa sedikit mual, dan dia merasa lebih sensitif terhadap bau. Dia langsung menuju kamar mandi dan mengambil test pack yang sudah dia beli beberapa hari sebelumnya. Dengan tangan gemetar, Nadia melakukan tes. Dia menahan napas, jantungnya berdebar kencang. Beberapa saat kemudian, hasil tes muncul. Dua garis merah terang muncul di layar test pack. Nadia terdiam, matanya berkaca-kaca. Air matanya mengalir deras, membasahi pipinya. Dia tak percaya, dia hamil. Dia akan menjadi seorang ibu. Wanita cantik itu langsung berlari keluar dari kamar mandi dan menuju kamar tidur. Darren masih tertidur pulas di ranjang. Nadia duduk di tepi ranjang, matanya menatap Darren dengan penuh kasih sayang. "Kak," bisik Nadi
Read more
PREV
1
...
121314151617
DMCA.com Protection Status