Home / Romansa / Kakak Ipar Rasa Pacar / Chapter 141 - Chapter 150

All Chapters of Kakak Ipar Rasa Pacar : Chapter 141 - Chapter 150

167 Chapters

Chapter 141. Berhasil

Mentari pagi menyinari gedung pencakar langit tempat Rudi menjalankan perusahaannya. Ia melangkah dengan percaya diri menuju ruang rapat, di mana para investor sudah menunggunya. Senyum ramah terukir di wajahnya, ia berharap rapat hari ini akan berjalan lancar seperti biasanya.Namun, suasana yang menyambut Rudi sangat berbeda. Tatapan para investor menyalang ke arahnya, menyertakan suasana yang tegang dan mengancam. Rudi menatap satu persatu investor, merasa ada yang aneh. Ia mencoba menebak apa yang terjadi."Ada apa ini?" tanya Rudi, suaranya berusaha tetap tenang meskipun hatinya mulai berdebar kencang. "Kenapa kalian memandangku seperti itu?"Seorang investor berkumis tebal menjawab dengan nada tajam, "Pak Rudi, apa benar kalau perusahaan Anda sedang kolaps?"Pertanyaan itu mengejutkan Rudi. Ia terkejut dan menyangkal dengan keras. "Tentu saja tidak! Perusahaan ini baik-baik saja. Kenapa A
Read more

Chapter 142. Kram Perut

Mobil mewah Darren berhenti di depan butik milik Nadia. Ia keluar dari mobil dan berjalan menuju pintu masuk, matanya mencari sosok istrinya."Nadia," panggil Darren dengan suara yang lembut, kakinya melangkah menuju meja kasir. Tampak wanitanya tengah mencatat sesuatu di sana.Ya, Nadia memang terlihat lebih suka berinteraksi dengan pelanggan dibandingkan diam saja di ruangan manager kalau tidak sedang membuat desain."Masih sibuk?" tanyanya lagi saat sudah tiba di depan meja kasir.Nadia yang mendengar suara suaminya segera menoleh. Senyum hangat terukir di wajahnya saat menatap Darren."Kak, kamu sudah datang?" tanya Nadia dengan suara yang gembira. "Aku mau mencatat beberapa pesanan, tadi ada yang minta dibikinkan seragam. Syukurlah ... aku senang sekali."Darren turut terkekeh melihat wajah sumringah wanita cantik itu. "Iya, Nad. Tapi jangan terlalu kelelahan, ya. Kamu sedang hamil muda."Nadia mengangguk, toh ia juga tidak melupakan kondisinya yang
Read more

Chapter 143. Kabar Duka

Pintu ruangan rawat terbuka, menyeruak masuk Darren dengan wajah yang penuh harap. Ia langsung menghampiri Nadia yang terbaring lemah di ranjang, wajahnya pucat pasi."Nad, Sayang," panggil Darren dengan suara yang lembut, mencoba menenangkan Nadia yang terlihat panik. "Aku di sini, kamu gak usah takut."Nadia menatap Darren dengan tatapan penuh ketakutan. "Kak, aku takut. Aku takut kehilangan calon anak kita," ujarnya dengan suara yang gemetar.Darren menarik tangan Nadia dan mencengkeramnya lembut. "Gak akan terjadi apa-apa, Sayang. Aku janji," ucap Darren dengan nada tegas. "Kamu hanya perlu istirahat total di rumah. Dokter bilang kamu kelelahan. Aku akan urus semuanya sekarang, mulai butik dan keperluan rumah. Kamu cukup duduk manis saja, ya.."Nadia menangguk lesu. Tubuhnya masih terasa lemas. Ia percaya pada Darren, mau tidak mau ia harus menuruti ucapan Dokter yang memintanya istirahat total."Aku ingi
Read more

Chapter 144. Kabar Duka ||

Udara di dalam sel terasa pengap, seperti menelan napas di dalam rongga dada yang sempit. Mella duduk di sudut ruangan, punggungnya menempel pada dinding dingin yang berlumuran cat mengelupas. Matanya terpejam, tetapi bayangan putrinya terus berputar-putar di kepalanya. Wajah pucat Tania, dengan luka sayatan di pergelangan tangan, membuat Mella meringkuk ketakutan."Tania ... anakku ...." Mella terus merintih, suaranya serak karena tangis yang tak kunjung reda.Kabar kematian Tania baru saja sampai padanya, disampaikan oleh petugas penjara Ia menjadi saksi bagaimana hancurnya Tania selama ini, tak menyangka kalau pada akhirnya putrinya lebih memilih menyerah mengakhiri hidup. Meninggalkannya sendirian di penjara. "Bunuh diri?" gumamnya yang masih tak percaya. Mella bangkit, berjalan mondar-mandir di dalam sel sempitnya. "Tidak! Tidak mungkin! Tania ... anakku ... anakku!" teriaknya, suaranya bergema di dalam ruangan. Tangannya mengepal erat, memukul-mukul jeruji besi yang m
Read more

Chapter 145. Pantas Mendapatkan Karma

Raka terbangun karena getaran ponselnya yang berdering di atas nakas. Matanya masih berat, mencoba menyesuaikan diri dengan cahaya remang-remang di kamarnya. Ia melihat jam di layar ponselnya yang menunjukkan pukul dua pagi. Siapa yang menelepon di jam segini? Ia meraih ponselnya dan melihat nama "Polisi" tertera di layar. Raka mengerutkan kening, mencoba mengingat apa yang telah ia lakukan hingga polisi meneleponnya di tengah malam. "Halo?" suaranya serak karena baru bangun tidur. "Bapak Raka? Ini dari kepolisian. Kami ingin menyampaikan kabar duka." Suara petugas polisi terdengar formal dan penuh simpati. Raka terdiam, menunggu petugas polisi melanjutkan kalimatnya. "Ibu Mella, ibu dari Bu Tania ... baru saja dinyatakan meninggal dunia." Raka terkesiap, menarik napas dalam-dalam. Ia terdiam beberapa saat, mencoba mencerna informasi yang baru saja ia dapatkan. "Meninggal? Bagaimana bisa?" tanyanya, suaranya terdengar datar. "Kami menduga Ibu Mella bunuh diri. Beliau di
Read more

Chapter 146

Di sebuah rumah mewah dengan interior minimalis, Darren duduk di meja makan, menikmati sarapannya dengan tenang. Nadia, istrinya, baru saja datang dari dapur membawa segelas susu hangat."Nad, Raka baru telepon. Katanya ... Bu Mella meninggal, dia bunuh diri kayak Tania. Tapi jenazahnya udah diurus sama Raka. Dimakamkan di pemakaman yang sama kayak Tania," jelas Darren yang membuat Nadia terhenyak kaget."Ya Tuhan ... Ibu ...." Nadia membekap mulut setelah menaruh susu ke atas meja. "Kasihan sekali."Meskipun Mella adalah ibu tiri yang selalu menyiksa dan menyakitinya dulu, tetapi hatinya iba juga mendapati Mella berakhir tragis mengakhiri hidupnya seperti yang dilakukan Tania.Darren hanya mengangguk singkat, matanya masih tertuju pada ponsel. Sedari tadi, ia terus berkoordinasi bersama Jacob sambil menyantap sarapan."Ya, sudahlah," jawabnya singkat, tanpa menunjukkan rasa iba sedikit pun. "Memang sudah waktunya meninggal, Nad."Nadia mengerutkan kening, merasa heran dengan s
Read more

Chapter 147

Mentari pagi menyinari gedung pengadilan yang megah. Udara dingin mencengkeram tubuh Darren saat ia melangkah keluar dari mobil sport mewahnya. Matanya menyipit, mengamati deretan mobil yang terparkir di halaman gedung. Pandangannya terhenti pada sebuah mobil sedan hitam yang familiar."Om Rudi," gumam Darren, senyum sinis mengembang di bibirnya. "Ternyata dia sudah datang."Ia berjalan mendekat, langkahnya pasti dan penuh percaya diri. Rudi yang baru saja keluar dari mobil, tampak terkejut melihat Darren. Wajahnya pucat pasi, keringat dingin menetes di pelipisnya. Rahayu, istrinya, yang berada di sampingnya, terlihat geram."Berani-beraninya kau datang ke sini, hah ..! Masih punya muka juga kau?!" seru Rahayu, suaranya bergetar menahan amarah. Ia ingin langsung menerjang Darren, tetapi Rudi dengan sigap menahannya."Ma, tenanglah. Jangan buat masalah makin rumit," bisik Rudi, suaranya terdengar lirih.Darren hanya tersenyum sinis, menatap Rudi dengan tatapan tajam. "Ke
Read more

Chapter 148

"Maaf, Yang Mulia," suara tegas seorang pria berjas hitam memecah keheningan courtroom. "Saya, kuasa hukum terdakwa, ingin mengajukan sanggahan."Rudi, yang duduk di bangku terdakwa, tampak lega. Ia menatap kuasa hukumnya dengan penuh harap."Yang Mulia," kuasa hukum melanjutkan, "kami ingin menegaskan bahwa semua tindakan tersebut tidak dilakukan dengan tidak sengaja. Klien kami berada dalam kondisi emosional yang tidak stabil akibat pembatalan perjodohan dengan Pak Darren.""Pak Darren, yang merupakan calon suami terdakwa, secara sepihak membatalkan perjodohan tanpa alasan yang jelas," kuasa hukum menunjuk Darren dengan jari telunjuknya. "Hal ini menyebabkan klien kami mengalami kekecewaan dan sakit hati yang mendalam. Akibatnya, akal sehat klien kami menjadi gelap dan klien kami melakukan tindakan-tindakan yang tidak terpuji.""Yang Mulia," kuasa hukum menatap Hakim dengan tajam. "Kami menduga bahwa Pak Darren memanfaatkan situasi ini untuk menjatuhkan klien kami. Pak Darren yang m
Read more

Chapter 149. Sakit Parah

Darren mengulurkan tangannya kepada Nadia, "Sayang, ayo kita pulang."Nadia tersenyum, lantas menjawab, "iya, Kak. Aku juga sudah lelah."Mereka berdua berjalan beriringan, keluar dari courtroom. Pandangan mereka sama sekali tidak tertuju pada Alana yang terduduk di bangku terdakwa, tubuhnya gemetar hebat, air matanya mengalir deras."Kak, kasian Alana," bisik Nadia, suaranya terdengar lembut.Darren mengerutkan kening, "Sayang, jangan kasihani dia. Dia sudah melakukan kesalahan besar. Dia telah mencoba membunuhmu dan menghancurkan hidupku.""Tapi, Kak," Nadia masih merasa iba, "Dia kan anak Om Rudi dan Tante Rahayu. Masih sepupu kamu, secara nggak langsung kalian masih ada hubungan sedarah. Dia juga sudah dijatuhi hukuman, kok.""Kamu ini kebiasaan iba sama orang. Nggak semua orang harus dikasihani, Nad. Mereka dulu saja nggak kasihan sama kita," jawab Darren sambil terus mendorong kursi roda istrinya.Nadia tidak tahu, hatinya tiba-tiba iba. "Aku hanya kasian, Kak ....""Sayang," Da
Read more

Chapter 150. Di Ambang Kebangkrutan

Darren menggeram pelan, tangannya mengepal erat. Ia tak peduli dengan larangan perawat yang mencegahnya masuk, kakinya terus melangkah pasti menuju kamar Brata. Pintu kamar terbuka, memperlihatkan Brata yang tertidur lelap di ranjang.Darren mendekat, duduk di tepi ranjang, tangannya meraih tangan keriput Brata yang terbaring lemah. Jari-jari keriput itu terasa dingin, membuat jantung Darren berdebar kencang."Kakek," bisik Darren, suaranya bergetar. "Bangun, Kakek. Aku di sini."Namun, Brata tak bergeming. Matanya tetap terpejam, napasnya teratur, seperti orang yang tertidur nyenyak.Nadia berdiri di ambang pintu, matanya berkaca-kaca. Ia melihat Darren yang tampak begitu sedih, dan Brata yang terbaring lemah."Kak," panggil Nadia, suaranya lirih. "Kakek nggak bangun?"Darren menoleh, matanya masih tertuju pada Brata. "Ya, Kakek masih tertidur. Perawat bilang itu efek obat."Nadia mendekat, menaruh tangannya di bahu Darren. "Kak, kita menginap di sini saja, ya. Aku khawatir sama Kake
Read more
PREV
1
...
121314151617
DMCA.com Protection Status