Darren mengulurkan tangannya kepada Nadia, "Sayang, ayo kita pulang."Nadia tersenyum, lantas menjawab, "iya, Kak. Aku juga sudah lelah."Mereka berdua berjalan beriringan, keluar dari courtroom. Pandangan mereka sama sekali tidak tertuju pada Alana yang terduduk di bangku terdakwa, tubuhnya gemetar hebat, air matanya mengalir deras."Kak, kasian Alana," bisik Nadia, suaranya terdengar lembut.Darren mengerutkan kening, "Sayang, jangan kasihani dia. Dia sudah melakukan kesalahan besar. Dia telah mencoba membunuhmu dan menghancurkan hidupku.""Tapi, Kak," Nadia masih merasa iba, "Dia kan anak Om Rudi dan Tante Rahayu. Masih sepupu kamu, secara nggak langsung kalian masih ada hubungan sedarah. Dia juga sudah dijatuhi hukuman, kok.""Kamu ini kebiasaan iba sama orang. Nggak semua orang harus dikasihani, Nad. Mereka dulu saja nggak kasihan sama kita," jawab Darren sambil terus mendorong kursi roda istrinya.Nadia tidak tahu, hatinya tiba-tiba iba. "Aku hanya kasian, Kak ....""Sayang," Da
Read more