Home / Urban / Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang / Chapter 201 - Chapter 210

All Chapters of Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang: Chapter 201 - Chapter 210

302 Chapters

Gertakan Putra Wakil Presiden

Dari melihat penampilan pria itu yang necis, orang-orang di bar sudah bisa menebak kalau dia bukan orang biasa.Tapi mereka terkejut saat mendengar pengakuan pria itu. Siapa sangka, putra seorang wakil presiden mengunjungi bar di kota kecil seperti Kota NZ.Morgan sendiri terdiam. Ditatapnya pria itu yang kini bangkit berdiri. Dia sudah berkali-kali berhadapan dengan orang pongah seperti ini. Gertakan seperti tak berarti apa pun baginya.Reynold, si putra wakil presiden itu, salah memahami diamnya Morgan. Dia pikir, Morgan akhirnya menyadari kalau dia dalam bahaya.Bagaimana tidak? Dia baru saja menampar anak wakil presiden.“Tahu sekarang kesalahanmu, hah? Cepat berlutut meminta maaf! Aku masih beri kau satu kesempatan. Mudah saja bagiku untuk menyeretmu ke penjara. Cepat lakukan!” desaknya.Orang-orang mengarahkan matanya pada Morgan dan Reynold, sambil bertanya-tanya apa yang akan terjadi selanjutnya.Si bartender sendiri, yang kini sudah mulai mengelap gelas-gelas lagi, sesekali m
Read more

Membuat Manajer Bar Tak Berkutik

Jason, manajer bar yang bertanggung jawab atas para hostess, menatap Vanessa dengan muka tak senang. Setelah itu dia menatap Morgan. Sorot matanya memancarkan permusuhan.“Apa maksudnya ini? Apakah di bar ini pelanggan yang sedang dilayani bisa diganggu seperti ini?” ucap Morgan.Vanessa menatap Morgan sambil tersenyum tipis. Dia tak menyangka Morgan cepat juga membaca situasi. Dia sedang bertingkah seolah-olah dia memang tamu VIP bar yang sedang dilayani oleh Vanessa.“Aku sedang melayani tamu, Jason. Bisa kita bicara nanti saja?” sindir Vanessa.Jason mendengus. Ditatapnya lagi Morgan dari ujung rambut hingga ujung kaki.“Tamu katamu? Sejak kapan tamu VIP kita berpenampilan sebiasa ini? Aku curiga nanti dia tak akan sanggup membayar. Kau membuang-buang waktumu dengan melayani orang seperti ini!” kata Jason.Morgan menatapnya tajam. Satu lagi orang yang menilai dia dari penampilannya. Mengapa orang-orang seperti ini begitu banyak? Tidak bisakah mereka semua dimusnahkan saja dari duni
Read more

Si Gundul Meminta Ampun

Si gundul menghantamkan tinjunya ke perut Morgan.Orang-orang di bar terdiam dengan mata membulat. Mereka mengira Morgan akan muntah darah dan ambruk.Tapi, bukan itu yang terjadi. Morgan masih berdiri tegap seperti semula. Dia tak bergeser sedikit pun.Si gundul, menyadari ada yang tak beres, menatap Morgan dengan kerutan di kening.“Kau sudah selesai?” tanya Morgan, balas menatap si gundul dan mulai memelintir tangan kanan si gundul.“Arghhh!” si gundul mengerang.Sekejap kemudian Morgan membantingnya ke lantai.Brukk!Orang-orang di bar melongo. Apa yang terjadi ini benar-benar di luar bayangan mereka.Tak seorang pun dari mereka berpikir Morgan bisa menjatuhkan pria gempal yang badannya hampir dua kali lebih tebal darinya.Dan bukan hanya itu, kini Morgan membuat si gundul gempal itu tak berkutik. Tangannya yang kanan menekan kepala si gundul sementara tangannya yang kiri menarik tangan kanan si gundul ke atas.“A-ampun! Ampuuuuun!” teriak si gundul.“Sekarang kau minta ampun, hah
Read more

Tepuk Tangan Meriah untuk Morgan

Reynold ambruk. Dia langsung pingsan saat itu juga. Si Gundul meninjunya tepat di ulu hati.“Aku sudah menghajarnya. Sekarang, biarkan kami pergi,” kata si gundul, menoleh menatap Morgan.Morgan mengangguk. “Bawalah dia bersama kalian,” katanya.Si gundul pun meminta anak-anak buahnya untuk membopong Reynold keluar bar. Dia sendiri baru keluar setelah menatap Morgan beberapa lama dan mengangguk.Ketegangan itu akhirnya sirna. Para pengunjung bar, juga si bartender dan karyawan-karyawan bar yang lain, kini bisa bernapas lega.Cukup mengherankan bahwa tak ada kerusakan yang terjadi, mengingat di kesempatan-kesempatan sebelumnya, setiap kali ada orang-orang yang mengacau di sini pastilah ada meja-meja atau kursi-kursi yang rusak.Dan pandangan semua orang kini tertuju kepada Morgan. Harus mereka akui, sosok Morgan menjadi kunci dari perginya para pengacau itu tanpa sempat membuat kerusakan.Diam-diam, mereka yang semula sempat mengira Morgan akan habis itu kini menatapnya dengan penuh ke
Read more

Bahaya Mengancam Agnes?

"Yang benar saja? Memangnya pikiranku sekotor itu?" tanggap Morgan kesal."Bukannya memang begitu?" sindir Gaby.Morgan menghela napas dan memutar bola mata. Entah kenapa, dia kerap kesulitan berkomunikasi dengan wanita jika bukan untuk urusan profesional."Begini. Aku ingin memintamu untuk diam-diam mengawal istriku ketika dia berada di luar rumah. Ini untuk berjaga-jaga kalau-kalau seseorang mengincarnya. Apa yang terjadi akhir-akhir ini membuatku berpikir kalau ancaman bisa datang dari mana saja, kapan saja," tutur Morgan.Gaby menatap Morgan sambil memicingkan mata."Kau setidak percaya itu pada istrimu? Apa jangan-jangan kau khawatir dia punya selingkuhan di luar sana?" celetuk Gaby."Aku tidak sedang bercanda!" sergah Morgan, kesal.Perubahan pada raut muka Morgan membuat Gaby menanggapi pemrintaannya ini dengan serius."Oke. Katakanlah ada orang-orang yang mau mencelakai istrimu di luar sana. Kau memintaku untuk selalu mengawasi gerak-gerik istrimu itu? Setiap saat?" tanya Gaby
Read more

Serangan Balasan Henry

Di kantor Wistara Group…“Sekarang angkat kaki kalian dari sini! Cepat!” bentak Henry.Dia berada di ruangan yang selama beberapa minggu terakhir ini dipakai oleh Agnes untuk menggarap proyek Charta Group. Tangannya menunjuk ke pintu yang sedikit terbuka.“Nona Agnes, mari saya bantu berdiri,” kata sekretarisnya Felisia.Agnes memang baru saja tersungkur gara-gara Henry mendorongnya. Sejak tiba di kantor Wistara Group belasan menit lalu, Henry telah berkali-kali memarahi Agnes dan mengusirnya.Agnes perlahan berdiri, membetulkan setelan kantornya yang sedikit kusut.Dia menatap Henry dengan benci. Di ruangan itu, di samping Henry, ada juga Robert.“Baik. Baik, Pa. Aku akan pergi. Akan kubuktikan padamu kalau aku bisa berdiri dengan kakiku sendiri. Akan kutunjukkan padamu kalau aku mampu,” ucap Agnes.“Tak usah banyak omong! Pergi kau sana! Pergi!” bentak Henry lagi.Ayah-anak ini saling menatap dengan benci. Robert terjebak dalam situasi yang tak menyenangkan. Meski dia tak akrab deng
Read more

Laporan Tak Terduga

Setelah puluhan tembakan dilepaskan, orang-orang itu berhenti.Semua kaca jendela mobil sudah pecah. Tubuh mobil juga bolong-bolong d sana-sini. Ban-bannya kempes.Sulit dibayangkan siapa pun yang berada di dalamnya masih hidup.“Kau, coba cek!” kata salah satu dari mereka.Seorang pria mendekati mobil, sambil menodongkan senjata apinya, bersiap menembak kalau-kalau ada gerakan.Dia melihat Morgan yang berada di belakang jok kemudian. Tak bergerak. Kepalanya tertunduk.“Bagaimana? Aman?” tanya orang yang tadi.“Aman sepertinya, Bos. Eh, tapi sebentar…”Pria itu memutar ke arah lain, mendekati bagian mobil di dekat jok kemudi. Dan semakin lama, dia semakin heran.Morgan memang tak lagi bergerak. Tapi, terlihat ada noda darah atau apa pun. Bagaimana bisa?Dan di titik itulah, mata Morgan terbuka. Dia tendang pintu mobil di samping kanannya hingga terlempar menghantam si pria yang mendekatinya.Pria-pria bersenjata lain tercengang. Beberapa langsung melepaskan tembakan lagi tapi tiba-tib
Read more

Interogasi dan Perasaan Dipermalukan

Henry berada di kantor polisi Kota HK. Dia dibawa ke sebuah ruangan khusus tempat interogasi dilakukan. Dua polisi yang membawanya ke situ belum muncul lagi sejak mereka keluar. Drrrrt... Ponsel yang dipegangnya bergetar. Pesan masuk dari Robert. [Ini sulit, Pa. Bukti-bukti yang Papa sebutkan itu asalnya bukan dari kita tapi dari mereka. Jujur saja, aku pun tak tahu bagaimana cara mereka mendapatkannya.]Henry mendengus kesal. Kenapa sekarang anak sulungnya ini jadi tak bisa diandalkan? Di sepanjang perjalanan ke kantor polisi tadi, Henry menghubungi Robert via chat, memintanya menyingkirkan semua hal yang bisa dijadikan bukti untuk menunjukkan keterhubungan Wistara Group dengan Tengkorak Merah. Berkali-kali dia lontarkan permintaannya itu. Berkali-kali itu juga Robert mengeluhkan betapa sulitnya melakukannya. Jika saja saat ini Robert ada di hadapannya, ingin rasanya dia melemparkan ponselnya ke muka anak sulungnya itu. "Dasar anak sialan! Kau yang mengacau, aku yang harus m
Read more

Kemenangan yang Sejak Lama Dinantikan

Henry mengamuk di ruangan interogasi. Oscar, si pengacara yang dihubunginya itu, menolak datang ke kantor polisi saat itu juga. Dia beralasan ada kasus yang lebih penting yang harus ditanganinya.“Sialan! Sialan kau, Oscar! Setelah semua yang diberikan Keluarga Wistara padamu bertahun-tahun lalu itu, berani-beraninya kau menolak permintaanku!” rutuk Henry.Dilemparkannya kursi yang tadi dibanting-bantingnya ke dinding. Matanya tertuju pada meja interogasi yang terbaring menyamping.Bertahun-tahun lalu, Oscar adalah pengacara yang dia sewa untuk menjebloskan Morgan ke penjara. Oscar pastilah tahu kalau bukti-bukti dan kesaksian-kesaksian yang diberikan Keluarga Wistara saat itu palsu, tapi dia tetap memproses kasus itu sesuai permintaan Henry.Itu karena bayaran yang dia terima sangat besar. Terlalu besar untuk ditolak.Tapi barusan, bisa-bisanya, Oscar menolak untuk membantunya. Penolakan itu bahkan dilontarkan Oscar sebelum Henry menjelaskan padanya kasus yang menjeratnya.Henry tak
Read more

Ada Bahaya yang Mengintai?

Morgan mengamati pesan chat itu dalam diam. Dia kemudian mengirim pesan balasan:[Siapa ini? Kau yakin tak salah sambung?]Pesan balasan tiba tak lama kemudian:[Nanti kau akan tahu sendiri, Dewa Perang. Nanti, ketika saatnya tiba.]Morgan memicingkan mata. Orang ini tahu siapa dirinya. Itu artinya dia tak salah sambung.Tapi siapa dia? Dan yang lebih penting, dari mana dia tahu nomornya?Senyum sumringah itu lenyap dari wajah Morgan. Kini keningnya penuh kerutan. Dia merapat ke dinding dan menghubungi Kris.[Ada yang bisa saya bantu, Dewa Perang?]"Kris, aku ingin memintamu melacak nomor. Lakukan saja seperti biasa. Sebentar lagi aku kirim nomornya."[Siap, Dewa Perang.]Panggilan pun diakhiri. Morgan mencatat nomor si orang misterius barusan dan mengirimnya ke Kris.Dia masukkan ponselnya ke sakunya. Siapa pun si orang misterius ini, dia serahkan pada Kris.Kini dia harus menikmati waktu makan siangnya dengan istri tercintanya.Saat Morgan tiba di ruangan kerjanya Agnes, tepat saat d
Read more
PREV
1
...
1920212223
...
31
DMCA.com Protection Status