Home / Urban / Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang / Chapter 221 - Chapter 230

All Chapters of Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang: Chapter 221 - Chapter 230

302 Chapters

Lebih Rumit Daripada Perkiraan

Morgan gagal memantau situasi istrinya. Kini, dia berada di salah satu mobil lapis baja dalam perjalanan ke markas militer Kota HK. Seorang tentara duduk di samping kirinya.Morgan kembali mengeluarkan benda serupa pin yang dilemparkan Martha tadi. Dilihat-lihatnya lagi benda tersebut. Tak salah lagi, itu memang lambang kerajaan. Pertanyaannya kemudian: apa hubungan kedua orang itu dengan kerajaan?Kerajaan yang dimaksud di sini adalah kerajaan yang masih berdiri dan bertahan di negara yang kini sudah berbentuk republik ini.Berbeda dengan kerajaan-kerajaan di Eropa Barat yang berada di luar struktur politik pemerintahan, kerajaan yang satu ini ada di dalam struktur politik pemerintahan, tapi lingkup kekuasaannya terbatas.Sejauh yang Morgan tahu, kerajaan ini hanya diakui kekuasaannya di provinsi di mana ia berada. Di situlah ia punya kekuatan hukum untuk menjadi semacam negara di dalam negara.Tapi itu bukan di provinsi di mana Kota HK berada. Lantas, kenapa pula orang yang memegang
Read more

Tak Bisa Menunggu Leih Lama Lagi

Morgan telah tiba di markas militer Kota HK. Dia langsung diantar menuju ke ruangannya Kris.Saat dia memasuki ruangan itu, dia mendapati Kris sedang mengobrol dengan Yudha.“Jenderal,” sapa Morgan.“Kemarilah, Morgan. Masalah kita kali ini benar-benar pelik. Aku ingin mendengar pendapatmu,” kata Yudha.Morgan pun berjalan ke arah Kris dan Jenderal Yudha yang sedang berdiri di samping meja strategi. Si tentara yang tadi mengantarnya langsung keluar dan menutup pintu.“Informasi apa saja yang sudah kita dapatkan?” tanya Morgan.Yudha menatap Kris, memintanya menjelaskan semuanya. Morgan menyimak paparan Kris dengan saksama.Informasi-informasi dari Kris ini sejalan dengan kecurigaan Morgan tadi. Kerajaan D di Provinsi Q menjalin kerjasama dengan sindikat berbahaya yang terhubung dengan agen-agen internasional.“Bagaimana menurutmu? Kalau kita terang-terangan menyatakan perang dengan Kerajaan D, itu akan menimbulkan masalah yang lebih besar. Terlalu mencolok,” kata Yudha.Morgan melipat
Read more

Adu Tembak yang Sengit

Morgan sedang dalam perjalanan menuju titik di mana John terakhr terdeteksi. Dia berada di dalam salah satu mobil lapis baja yang melaju cepat.Kris ikut menuju ke lokasi, tapi dia berada di mobil lapis baja yang lain. Adapun Yudha sendiri tidak ikut. Dia akan menemui pimpinan kepolisian dan walikota untuk memulai pengisolasian Kota HK seperti yang diminta Morgan.Meski rombongan militer itu baru akan tiba di lokasi sekitar sepuluh menit lagi, satu tim beranggotakan 30 tentara mestinya sudah tiba di sana duluan dari lima menit lalu.Mereka adalah tim yang ditugakan oleh Kris untuk melacak keberadaan agen-agen rahasia itu. Kris memberi izin kepada mereka untuk mengambil tindakan yang diperlukan seandainya agen-agen itu melakukan perlawanan.Morgan sendiri sudah tak sabar untuk menghabisi agen-agen itu, terutama si jangkung kaukasian yang mukanya brewokan itu.Dia telah memberi orang itu kesempatan dua kali. Tak akan ada kesempatan ketiga.…Di ruko dua tingkat itu sendiri, adu tembak y
Read more

Mengorek Informasi dari John

“Kau!”John geram. Dia lemparkan ponselnya ke lantai hingga ia rusak.Tepat saat itu tentara-tentara yang menaiki tangga itu akhirnya tiba di lantai dua, dan mereka langsung melepaskan tembakan-tembakan ke arah John.“Argh!”John kewalahan. Dia tak mungkin bisa mengatasi tentara-tentara ini seorang diri. Baru saja peluru bersarang di tangan kanannya dan pistolnya terjatuh.Saat dia hendak menembak tentara-tentara itu dengan tangannya yang kiri, sebuah peluru pun bersarang di tangannya itu.Pistolnya yang satu lagi juga terjatuh. Kini John tak bisa menggunakan kedua tangannya lagi.“Menyerahlah! Diam di tempat!” hardik si tentara.John menatapnya dan tentara-tentara lain. Apakah dia punya pilihan lain?…Morgan akhirnya tiba di lokasi, di mana mobil-mobil lapis baja sudah lebih dulu ada di sana.Dia turun dari mobil sambil menyeret Matt. Muka pria itu penuh lebam. Kedua tangannya terborgol di depan.“Dewa Perang!”Seorang tentara memberinya hormat saat Morgan memasuki ruko.Ruangan itu
Read more

Malam yang Melelahkan

Morgan terdiam beberapa saat. Sorot matanya dingin. Dia memikirkan informasi yang baru saja didapatkannya itu.Jika benar Wakil Presiden terlibat, masalah ini jauh lebih rumit daripada dugaannya.“Wakil Presiden terlibat?” Dia memastikan.“Benar, Dewa Perang. Itu yang dikatakan Jenderal Yudha barusan,” jawab Kris.“Bagaimana dengan Presiden? Apakah dia terlibat juga?” tanyanya lagi.Kris menggeleng. “Jenderal Yudha tak mengatakan itu. Sepertinya Presiden tidak terlibat,” jawab Kris.Itu tidak membuat segalanya lebih baik. Jika situasinya memang seperti itu, itu artinya masalah ini bermula di atas, di pusat kekuasaan.Memang tidak jarang seorang wakil presiden pada akhirnya berbeda paham dan bahkan berselisih dengan presiden. Tapi di negeri itu, biasanya wakil presiden tak punya cukup kekuasaan dan keberanian untuk melawan presiden.Kalaupun perselisihan itu terjadi di tengah-tengah pemerintahan berjalan, biasanya sang wakil presiden akan menunggu sampai pemilu berikutnya untuk menunju
Read more

Agnes Sulit Sekali Diprediksi

“Minumlah. Mumpung masih hangat,” kata Gaby. Dia duduk di sofa kecil di samping kiri Morgan, di arah pukul sepuluh.Morgan mengambil gelas itu dan menyeruput teh hangat itu sedikit. Tak bisa tidak, ujung matanya kembali terarah ke gunung kembarnya Gaby. Gaby kini duduk bersandar di sofa itu sambil menyilangkan kaki.“Jadi, apa yang sebenarnya terjadi tadi? Kenapa kau tak bisa dihubungi?” tanya Gaby.“Kau tadi meneleponku?” Morgan balik bertanya.“Bukan aku, tapi istrimu. Dia berkali-kali meneleponmu tapi tak juga tersambung. Dia lalu mengeluhkannya padaku, memintaku meneleponmu. Mungkin dia pikir hasilnya akan berbeda, tapi sama saja. Nomormu tak bisa dijangkau,” papar Gaby.Morgan mengerutkan kening. Begitu rupanya. Kini dia punya dugaan soal kenapa tadi Agnes seperti begitu marah padanya.Mungkin karena Morgan tak bisa dihubungi. Bisa dia bayangkan betapa kesalnya Agnes, telah mencoba meneleponnya berkali-kali tapi tak juga panggilannya itu tersambung.Morgan mengangguk-angguk. Dia
Read more

Kebohongan Daniel

“Apa maksudmu, Agnes?”Morgan langsung bangkit terduduk. Kakinnya menginjak lantai dan matanya tertuju pada mata Agnes.Agnes baru saja meminta untuk bercerai? Apakah dia salah dengar?“Aku bilang, kita bercerai saja!”Ternyata dia tak salah dengar. Dan Agnes tidak tampak seperti seseorang yang sedang bercanda.Tapi kenapa? Kenapa istrinya ini tiba-tiba meminta cerai?“Agnes, jelaskan padaku apa maksudnya ini. Ada masalah apa? Kenapa kau tiba-tiba ingin kita bercerai?” cecar Morgan, berdiri sambil terus menatap Agnes.Agnes mendengus. Sorot matanya masih tidak bersahabat.“Kau tak tahu kesalahanmu apa, Morgan? Serius kau tak tahu?”“Tidak, Sayangku. Aku tak tahu.”Plak!Sebuah tamparan diberikan Agnes ke pipi Morgan. Perih sekali rasanya.“Kau semalam diam-diam mengawasiku saat aku bertemu klien? Jawab!” bentak Agnes.Morgan menatap Agnes lurus. Istrinya tahu kalau semalam dia ada di restoran mewah itu? Bagaimana bisa?“Iya. Aku memang ada di restoran itu semalam, tapi tidak di ruanga
Read more

Daniel Mencoba Membela Diri

Daniel tak bisa berhenti menduga-duga apa yang ingin dibicarakan Felisia dengannya. Jika itu hal penting, mestinya berkaitan dengan urusan pekerjaan. Tapi apa? Sejauh ini dia merasa kinerjanya oke-oke saja. Bahkan dia menilai dirinya bekerja dengan baik dan layak diganjar bonus. 'Apakah aku melakukan kesalahan? Apakah ada hal penting yang kulewatkan?' pikirnya. Terus saja dia memikirkannya sampai-sampai dia tak menyadari waktu telah berlalu sepuluh menit. Dia mengambil ponselnya. Cepat-cepat, dia keluar dari ruangannya, menuju ke ruangannya Felisia. Setibanya di ruangannya Felisia dia mengetuk pintu dua kali. "Masuk!" kata Felisia dari dalam. Daniel mendorong pintu dan masuk. Dia melihat Felisia sedang menatap layar laptopnya dan tengah mengetik sesuatu dengan cepat. Raut mukanya tak bersahabat. "Anda memanggil saya, Bu Felisia?" tanya Daniel, menutup pintu. "Daniel, duduklah," pinta Felisia. Daniel pun duduk di kursi kosong di seberang meja kerjanya Felisia. Firasat buruk i
Read more

Akhir yang Pahit untuk Daniel

"Berani-beraninya kau menghasut istriku. Aku telah menyembuhkan luka tembakmu itu, dan ini yang kau lakukan padaku? Hebat!" sindir Morgan.Daniel masih mematung di tempatnya. Dia belum juga bisa menutup kembail mulutnya."Kemasi barang-barangmu! Aku tak peduli selama ini kinerjamu bagus atau tidak, mulai detik ini kau bukan lagi karyawan Charta Group!" lanjut Morgan.Daniel terbelalak lagi dan dadanya kini berdebar-debar. Dia seakan bisa mendengar desir darahnya sendiri."Cepat proses pemecatannya! Aku tak mau melihat wajahnya lagi di kantor ini!" perintah Morgan kepada Felisia."Baik, Tuan," tanggap Felisia. Dia lalu mengangkat gagang telepon dan menelepon HRD, meminta dokumen pemecatan Daniel disiapkan secepatnya.Mata Danil bergerak-gerak, menatap Felisia lalu Morgan, lalu Felisia lagi, lalu Morgan lagi.Debar dadanya bertambah hebat. Tubuhnya terasa panas dan lemas. Dan akhirnya...Bruk!Daniel jatuh berlutut. Mengerahkan semua tenaganya, dia membungkukkan badannya, bersujud ke ar
Read more

Upaya Menggagalkan "Pesta"

Morgan dan yang lainnya menyusun rencana untuk melancarkan operasi rahasia ke Kota KL. Jenderal Yudha menghubungi pimpinan markas militer di kota tersebut, sementara Komandan melakukan hal serupa ke pemimpin kepolisian di sana. Si pria yang mewakili istana sendiri melalukan panggilan sembari menjauh. Dia sangat berhati-hati. Morgan tak bisa menebak orang itu sedang bicara dengan siapa. Morgan sendiri hanya berdiri sambil melipat tangan di dada. Ditatapnya layar monitor hologram di atas meja. Dia harus langsung menuju ke Kota KL. Itu artinya dia tak jadi membeli mobil dan ponsel hari ini. Sedari tadi, Morgan sebenarnya ingin menghubungi Agnes. Daniel memang telah dia singkirkan, tapi itu tidak lantas berarti masalahnya dengan Agnes sudah teratasi. Tapi dia juga tak yakin bisa membuat istrinya itu paham dengan memberinya penjelasan. Kalau istrinya itu masih marah, bisa jadi percuma saja. Haruskah dia menunggu sampai kemarahan istrinya itu mereda? "Dewa Perang, Anda sudah siap?"
Read more
PREV
1
...
2122232425
...
31
DMCA.com Protection Status