Home / Urban / Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang / Chapter 241 - Chapter 250

All Chapters of Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang: Chapter 241 - Chapter 250

302 Chapters

Sang Klien Istimewa

Si sales akhirnya kembali membawa dokumen pembelian dan mesin EDC.Wajahnya berseri-seri. Dia yang semula melayani Morgan telah memutuskan untuk memilih Zake sebagai calon pembeli mobil merah seharga 30 miliar itu.Dia yakin keputusannya ini tepat.Langkah-langkahnya ringan ketika dia berjalan di lorong. Dia bayangkan komisi yang akan didapatkannya di akhir bulan nanti. Penjualan mobil seharga 30 miliar ini akan menjadi penjualan terbaiknya dalam beberapa tahun dia bekerja di showroom tersebut.‘Seharusnya dari awal orang itu kuabaikan saja. Dia pasti gila. Bisa-bisanya dia bilang mau membeli mobil termahal di showroom ini padahal membuat dirinya tampil layak saja dia tak bisa. Buang-buang waktu saja!’ gerutunya.Orang yang dimaksudnya tentu saja adalah Morgan. Dia menyesal telah meluangkan waktunya untuk melayani Morgan dan bersikap profesional padanya.Mestinya, tadi itu dia bikin Morgan tak nyaman dengan terus menyindirnya soal ketidakmampuannya membeli mobil seharga 30 miliar itu.
Read more

Serahkan Kunci Itu Padaku!

Morgan sedang berada di sebuah bar. Seperti biasa dia duduk di meja bartender. Baru saja sang bartender menyajikan minuman yang dipesannya.Bar ini berjarak sekitar sepuluh kilometer dari showroom tadi. Morgan telah mencoba mobil barunya itu. Sejauh ini, dia cukup puas. Kualitas mobil merah itu sesuai harganya.Sekarang Morgan tinggal membeli ponsel dan mengaktifkan kembali nomor selulernya.Itu bisa dilakukannya nanti agak sore. Sekarang dia sedang ingin minum-minum sebentar.Dia jamin dia tak akan mabuk. Toh dia hanya akan beristirahat di bar ini selama setengah jam saja.Saat sedang menenggak minumannya, tiba-tiba Morgan teringat Agnes.Tadi pagi dia telah mengungkapkan jati dirinya kepada Agnes, dan kini dia kembali mempertanyakan keputusannya itu.Respons Agnes tadi pagi cukup mengkhawatirkan. Istrinya itu seperti sulit menerima kalau Morgan suaminya adalah pemilik perusahaan tempat dia bekerja.Morgan tak menyalahkan Agnes sama sekali. Menurutnya itu reaksi yang wajar. Bahkan ta
Read more

Digiring Keluar dari Bar

“Siapa kau? Berani-beraninya kau menodongkan pistol padaku. Kau tak tahu aku siapa, hah?” teriak si pria di semping kiri Morgan.“Kau saja tak tahu aku siapa. Dan kau berharap aku tahu kau siapa? Lucu sekali,” balas wanita itu dengan nada mencemooh.“Kau!”Pria itu mendengus. Botol minuman di tangannya dia lemparkan ke arah wanita itu.Krang!Botol itu menghantam dinding di belakang si wanita, pecah berhamburan di situ.Menariknya, si wanita bergeming di posisinya. Dia juga tak terlihat takut sedikit pun, seolah-olah lemparan botol barusan tak pernah terjadi.Sedetik kemudian….Dor!“Argh!”Peluru melesak dari pistol si wanita, tepat mengenai paha si pria yang mengklaim dirinya sebagai bos mafia itu.Dua temannya terkejut melihat dia tertembak. Morgan memanfaatkan momen ini untuk membalikkan keadaan. Dengan gerakan yang sangat cepat dia tonjok kedua orang itu hingga mereka kini tersungkur di lantai, mengaduh kesakitan.Yang satu memegangi perutnya dan yang satu lagi menutupi hidungnya
Read more

Seperti di Film-Film Hollywood

Tembakan itu nyaris saja mengenali Morgan. Untung dia bergerak lebih cepat. Kini dia memelintir tangan si pria yang menembaknya itu."Argh!"Pistol dari tangan pria itu terjatuh ke dekat pedal rem. Morgan menarik tangan pria itu Dan menonjok si pria tepat di mukanya."Ugh..."Darah sugar mengalir dari hidung pria itu. Dia pingsan saat itu juga.Tinggal satu pria lagi: si sopir.Morgan sedikit berdiri dan memiting si sopir. Si sopir kesulitan mengendalikan mobil. Van hitam itu berkelok-kelok di jalan, membahayakan mobil-mobil di belakangnya.Lepas kendali, mobil van itu berputar-putar dan salah satu sedan hitam di belakangnya menabraknya.Yang terjadi saat ini seperti di film-film aksi Hollywood. Van hitam itu didorong oleh si sedan sejauh beberapa ratus meter.Dan ketika akhirnya si sedan berhenti, van hitam itu terguling.Bagaimana nasib Morgan?Dia baik-baik saja. Dia keluar dari van hitam itu tanpa ada luka sedikit pun. Dia satu-satunya orang yang keluar dari mobil itu.Sedan-seda
Read more

Menghajar Demi Kepuasan

“Kau bergerak sedikit saja, peluru dari pistolku ini akan mengenai mobilmu,” kata wanita itu.Morgan yang baru saja melangkah langsung berhenti. Ditatapnya wanita itu dengan curiga dan waspada.“Siapa kau? Apa maumu sebenarnya?” tanya Morgan lantang.Wanita itu tersenyum. “Sebegitu sayangnya kau pada mobilmu ini?” tanyanya.“Aku baru saja membelinya hari ini. Dan harganya 30 miliar. Menurutmu?” balas Morgan.Wanita itu tertawa. Dia turunkan tangannya yang memegangi senjata itu. Morgan kini melihat wanita itu terlihat rileks. Dia tak lagi tampak berbahaya.“Baiklah kalau begitu. Aku akui, mobilmu ini lumayan canggih,” kata wanita itu.Pistol itu masih di tangannya, tapi tak ada gelagat kalau wanita itu akan menggunakannya.“Kemarilah. Kau tak mau mengambil hadiah yang kubawakan ini?” pancing wanita itu, menunjuk Joe yang sudah babak-belur itu dengan tangannya yang satunya lagi.Masih dengan tatapan waspada, Morgan kembali melangkah. Dia arahkan langkah-langkahnya ke sosok Joe yang dudu
Read more

Salsa, Wanita yang Berbahaya

"Apa katamu? Kau Sang Dewa Perang?" Salsa menatap Morgan dengan raut muka serius. "Iya. Kau percaya?" balas Morgan, menunjukkan sedikit senyum jahilnya. Salsa masih menatap Morgan dengan raut muka yang sama, hingga kemudian dia alihkan pandangannya ke depan lagi. "Kau pasti bercanda. Kau harap aku percaya kau Sang Dewa Perang? Apa kau tahu sehebat dan seberkuasa apa sosok legendaris itu?" Salsa menggerutu. Morgan terkekeh. Katanya, "Well, kau sendiri bilang padaku kalau kau adalah agen khusus yang bekerja untuk badan intelijen negara. Kau pikir aku akan percaya begitu saja? Sejak kapan seorang agen khusus menyombongkan identitasnya kepada orang asing yang baru saja ditemuinya?"Salsa mengerutkan kening. Benar juga apa yang dikatakan Morgan itu. Pantas saja Morgan mengaku-ngaku Dewa Perang. Rupanya dia hanya sedang balas dendam. "Hahaha. Rupanya kau punya selera humor juga. Kupikir kau hanya bisa menghajar orang saja," kata Salsa. Morgan tak menanggapinya. Matanya terus terarah k
Read more

Momen yang Tepat

Saking kagetnya, Felisia sampai lupa menjaga sikap. Dia pun langsung meminta maaf kepada Morgan atas ketidaksopanannya.“Mohon maaf, Tuan Morgan, apa yang Anda maksudkan?” tanya Felisia.“Salsa Vermiona. Itu bukan nama aslinya. Profesi yang tertulis di kartu namanya itu juga bukan profesi aslinya. Aslinya dia adalah seorang intel. Dia bekerja untuk badan intelejensi negara,” jawab Morgan.Pupil mata Felisia membesar. Raut mukanya mendadak keruh.“Intel? Maksud Anda, dia selama ini memata-matai Charta Group?” tanya Felisia lagi.“Tidak persis seperti itu,” jawab Morgan. “Dia itu intel yang ditugaskan untuk mengamati pergerakan agen-agen asing yang juga ada di kota ini. Dan untuk keperluan penyelidikan, dia tak akan segan-segan meretas data perusahaan-perusahan yang diduganya terkait dengan pergerakan agen-agen asing itu.”“Tapi Charta Group, ini sejauh yang saya tahu saja, Tuan Morgan, rasa-rasanya tak pernah punya hubungan—apalagi ikatan—kerjasama dengan agen-agen asing.”“Tidak secar
Read more

Petaka yang Tak Bisa Dihindari

Morgan menatap Agnes sambil memikirkan jawaban apa yang sebaiknya diberikannya.Sebenarnya mudah saja menjawab pertanyaan Agnes yang pertama. Dia tinggal bilang “Ya, benar”; toh tadi pagi dia sudah membocorkan identitasnya itu kepada Agnes.Tapi pertanyaan Agnes yang kedua lumayan mengganggunya. Haruskah dia katakan kepada istrinya itu bahwa selama ini dia memang telah membohonginya?“Jawab aku, Morgan! Kita selesaikan semuanya di sini!” kata Agnes tegas.Felisia terlihat panik. Dia terjebak di dalam situasi di mana dia mestinya tak terlibat.Morgan sendiri menghela napas. Dia seruput kopinya sebentar. Tampaknya dia tak punya pilihan lain.“Ya, aku memang pemilik Charta Group, Agnes. Kau bisa konfirmasikan itu ke Felisia sekarang,” kata Morgan.Felisia menatap Morgan dengan mata membesar. Kenapa dia jadi dilibatkan? Dan pun tak mengerti kenapa Morgan tiba-tiba membongkar identitasnya di hadapan istrinya.“Bu Felisia, apakah benar apa yang dikatakan suami saya ini? Benarkah dia pemilik
Read more

Dendam dan Rasa Bersalah

Morgan berjalan dengan langkah-langkah cepat menuju ruang IGD. Dia langsung ke Rumah Sakit P saat mendapat kabar dari Vivi bahwa istrinya mengalami kecelakaan lalu-lintas dan dilarikan ke sana.Setibanya di Ruang IGD, warna huruf-huruf di ruangan itu masih merah, tanda kalau pertolongan medis masih dilakukan. Dada Morgan berdebar-debar. Dia harap dokter-dokter di dalam sana menyelamatkan istrinya.Morgan telah berpisah dengan Felisia ketika dia mendapat kabar mengejutkan itu. Sebenarnya dia sedang menuju ke markas militer untuk menemui Kris, tapi dia langsung balik arah, menuju ke rumah sakit ini dengan kecepatan penuh.Sembari menunggu pintu ruang IGD terbuka, Morgan duduk di salah satu kursi dan membuka ponselnya. Tadi di perjalanan dia sempat mencari-cari info soal kecelakan lalu-lintas yang baru saja terjadi. Kini, dia mencoba menggali infomasi terkait hal itu lebih dalam.Dan pencariannya itu mengarahkannya ke sebuah video yang direkam oleh salah satu pengendara mobil di lokasi t
Read more

Memburu Si Pengemudi Sedan Biru

Mobil baru Morgan seharga 30 miliar itu melaju cepat di jalan raya Kota KL.Sesuai dugaannya, dia bisa memangkas waktu tempuh ke titik tujuan hingga separuhnya. Drrrt... Drrrt...Ponselnya bergetar. Pesan masuk dari Kris.[Dewa Perang, kami baru saja menemukan info menarik tentang si pemilik sedan biru. Tampaknya dia anaknya Menteri Pertahanan saat ini.]Morgan memicingkan mata. Dia taruh lagi ponselnya di dasbor tanpa membalas pesan Kris tersebut.Mau anak menteri atau siapa pun, dia tak peduli. Orang yang membuat istrinya jadi koma harus merasakan akibatnya.Biip... Biip...Bunyi kali ini berasal dari dasbor mobil. Titik merah yang berkedip-kedip di peta digital di situ bergerak."Oh, kau mau melarikan diri dariku? Tak semudah itu," kata Morgan.Dia mengganti gigi dan menginjak pedal gas. Mobil mewahnya itu pun melaju dengan lebih cepat lagi. Kondisi jalan yang lengang cukup membantunya.Drrrt... Drrrt.... Drrrt...Ponselnya kembali bergetar. Kali ini panggilan masuk, dari Yudha."
Read more
PREV
1
...
2324252627
...
31
DMCA.com Protection Status