Morgan dan yang lainnya menyusun rencana untuk melancarkan operasi rahasia ke Kota KL. Jenderal Yudha menghubungi pimpinan markas militer di kota tersebut, sementara Komandan melakukan hal serupa ke pemimpin kepolisian di sana. Si pria yang mewakili istana sendiri melalukan panggilan sembari menjauh. Dia sangat berhati-hati. Morgan tak bisa menebak orang itu sedang bicara dengan siapa. Morgan sendiri hanya berdiri sambil melipat tangan di dada. Ditatapnya layar monitor hologram di atas meja. Dia harus langsung menuju ke Kota KL. Itu artinya dia tak jadi membeli mobil dan ponsel hari ini. Sedari tadi, Morgan sebenarnya ingin menghubungi Agnes. Daniel memang telah dia singkirkan, tapi itu tidak lantas berarti masalahnya dengan Agnes sudah teratasi. Tapi dia juga tak yakin bisa membuat istrinya itu paham dengan memberinya penjelasan. Kalau istrinya itu masih marah, bisa jadi percuma saja. Haruskah dia menunggu sampai kemarahan istrinya itu mereda? "Dewa Perang, Anda sudah siap?"
Pria yang dipanggil Bos itu berjalan dengan langkah-langkah cepat, menuju ke pintu. Dia siapkan senjatanya.Orang-orang itu menyingkir, memberi jalan padanya. Saat si Bos ini sudah dekat ke pintu, si orang yang bicara tadi mundur, memberi ruang baginya untuk mengintip lewat celah pintu yang kecil.Si Bos melakukan itu dan, seketika, matanya membesar.Di luar gudang memang ada mobil-mobil lapis baja, sepertinya baru saja tiba. Dari mobil-mobil itu, tentara-tentara turun, bergerak ke arah gudang.“Ada perubahan rencana! Siapkan senjata kalian! Kita akan berperang dengan tentara-tentara itu di sini!” seru si Bos.Langsung saja, para calon pembunuh berdarah dingin itu berdiri dan beranjak, menyiapkan senjata mereka masing-masing.Tak satu pun dari mereka terlihat gugup. Meski beberapa sempat ada yang terkejut saat si Bos mengatakan kalau mereka akan menghadapi tentara, tapi sampai di situ saja. Setelah itu mereka kembali ke raut muka acuh tak acuhnya.Malahan bagi sebagian dari mereka, me
Atap gudang itu meledak terkena hantaman roket. Puing-puingnya berjatuhan, membuat tentara-tentara dan para psikopat di situ menghentikan adu tembak mereka sejenak. Beberapa dari mereka ada yang terkapar tertimpa puing-puing tersebut. Si penjahat yang meluncurkan roket itu sendiri, melihat apa yang barusan terjadi, kini ternganga dengan mata membulat. Seorang pria, dengan tangan kosong, baru saja mengubah arah roket. Siapa orang ini sebenarnya? Apakah dia manusia? Tatapan serupa diberikan si Bos kepada Morgan. Namun, berbeda dengan orang yang meluncurkan roket itu, dia kini menyiapkan senjata untuk menyerang Morgan. Morgan menyadari apa yang dilakukan si Bos dan dia pun langsung bergerak. Dia berlari dan, dalam sekejap, sudah berada di antara mereka. Hal pertama yang dilakukannya kemudian adalah menendang si orang yang menembakkan roket padanya tadi hingga pria itu terlempar jauh menghantam dinding. Tentu saja orang-orang lain di sekitar si Bos kaget, tercengang dengan apa yan
Morgan tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepala. Tak salah lagi, si pengendara yang dimaksud Gaby adalah Allina. Siapa lagi yang bisa memiting tentara seperti Donald kalau bukan dia?[Apa perintahmu? Haruskah kubiarkan dia masuk? Atau aku minta Imran untuk membantu Donald?]“Suruh Imran ke gerbang untuk memisahkan mereka, tapi biarkan orang itu masuk. Mungkin dia mau bertemu denganku. Jika benar begitu, kau jelaskan saja situasiku saat ini padanya.”[Oke. Jadi kubiarkan masuk saja nih, ya?]“Iya. Tapi ingat satu hal: jangan sampai istriku melihatnya. Ada baiknya kau ajak dia ngobrol di luar saja. Di teras.”[Hmm, oke. Ada alasan khusus di balik itu?]“Ya, ada. Tapi kau tak perlu tahu. Ribet juga kalau kujelaskan sekarang. Lakukan saja sesuai arahanku.”[Oke.]Percakapan berakhir di situ. Morgan mengembalikan ponsel itu kepada Kris.“Ada masalah, Dewa Perang? Anda ingin kembali ke Kota HK sekarang?” tanya Kris.Morgan menggeleng, menjawab, “Kita selesaikan saja dulu urusan kita di kot
“Maafkan saya, Nyonya. Akan segera saya atasi. Silakan Nyonya masuk kembali,” kata Gaby.Allina menatap Gaby heran. Cara Gaby bicara pada Agnes benar-benar formal.‘Apakah dia memang dipekerjakan Morgan di rumahnya ini?’ pikirnya.Tak menggubris permintaan Gaby, Agnes malah melangkah keluar. Pintu dibiarkannya terbuka. Kini dia menatap Allina dengan gestur menantang.“Ada apa kau ke sini? Kau mencari Morgan?” tanyanya ketus.“Ya,” jawab Allina cepat. “Tapi orang ini bilang dia sedang tak ada di rumah. Apa benar?”“Ya. Dia tak ada di rumah,” balas Agnes ketus.Gaby menatap Agnes dan Allina bergantian. Dia benar-benar bingung. Dia tak tahu kalau Agnes dan Allina sudah saling kenal.“Nyonya, biar saya saja yang tangani ini. Silakan Nyonya—”Agnes mengangkat tangan kanannya, meminta Gaby berhenti bicara.Fakta bahwa Gaby langsung menurut menguatkan dugaan Allina kalau wanita ini memang dipekerjakan Morgan di rumahnya ini.“Ada apa kau mencari Morgan? Kau masih mau mencoba merenggutnya dar
Allina terdiam memandangi Agnes yang masuk ke rumah. Tamparan Agnes masih menyisakan perih di pipinya.‘Sekarang kita impas.’Itulah yang dikatakan Agnes. Apakah itu artinya Agnes telah memaafkannya? Atau yang dimaksud impas di situ barulah sekadar Agnes balas menampar Allina sebab Allina lebih dulu menamparnya?Tak jelas. Tak ada yang bisa memastikannya kecuali Agne sendiri.Namun, tentunya, Allina tak punya niat untuk memaksa masuk dan mengejar Agnes.Kini dia menatap Gaby. Gaby mengangkat bahu, memberinya tatapan malas.Allina menatap pintu rumah yang tertutup itu. Tak ada lagi yang bisa dia lakukan, dia pun berpikir untuk pergi.Soal Morgan, dia akan memikirkannya nanti. Siapa tahu mereka berpapasan di suatu tempat. Dia yakin Lambat-laun Morgan akan kembali ke kota ini setelah urusannya di luar kota itu selesai.Allina pun balik badan, menuruni anak-anak tangga.Gaby membiarkannya, tak menahannya atau apa. Setelah Agnes masuk dia kini bisa sedikit santai. Dilipatkan kedua tanganny
“Kolonel, apa yang kau lakukan?!” tegur Kris.Dia dan Morgan telah membantu Bagas menumpas kelompok kriminal berbahaya, tapi ini yang terjadi?“Kapten, ini sungguh aneh. Kesan yang kulihat adalah, Anda begitu melindungi dan menghormati orang ini. Apakah dugaan ajudan saya benar, bahwa pangkat orang ini justru lebih tinggi dari Anda?”Pertanyaan menohok dari Bagas. Dia melontarkannya tanpa menatap Kris. Matanya lurus terarah ke mata Morgan.Kris sendiri tak menjawabnya. Dia bersiaga. Dia siap mengambil pistolnya kapan saja jika situasi berkembang ke arah yang tak diharapkannya.Tapi apa yang membuat Bagas tiba-tiba menyerang Morgan seperti ini?“Morgan, kau belum menjawab pertanyaanku tadi. Apa yang akan terjadi kalau aku menarik pelatuk dan peluru dari pistolku ini menembus perutmu?” Bagas tersenyum menantang. Matanya memicing.“Menembus perutku? Aku tak mengerti apa yang kau katakan, Kolonel,” kata Morgan, membalas senyum menantang Bagas.Saat itulah Bagas menyadari kalau Morgan seda
“Ada apa? Siapa yang menelepon?” tanya Morgan.“Jenderal Yudha, Dewa Perang,” jawab Kris.Morgan menatap Kris penuh tanya. Dia minta Kris memberikan ponselnya.“Halo, Jenderal. Ada informasi baru?” tanya Morgan.[Ya, Morgan. Sayangnya ini bukan berita baik.]“Apa itu, Jenderal? Katakan saja.”Dan Yudha pun menjelaskan apa yang disebutnya ‘bukan berita baik’ itu. Ini berkaitan dengan rencana Morgan untuk mengisolasi Kota HK beberapa lama.Rupanya, setelah Yudha bicara dengan pihak-pihak yang bisa turut andil dalam mewujudkan rencana Morgan itu, dia menyadari satu hal: ada gerakan bawah tanah yang ditujukan untuk mengubah situasi di tubuh militer.Gerakan ini, selain digagas oleh beberapa jenderal senior, juga didukung oleh agen-agen asing, didanai oleh perusahaan-perusahaan asing lewat jalur-jalur yang dirahasiakan.Melihat perkembangan gerakan itu saat ini, perubahan di tubuh militer yang menjadi tujuan mereka itu sangat mungkin terjadi dalam waktu dekat.Itu artinya, posisi Yudha seb