Home / Urban / Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang / Chapter 181 - Chapter 190

All Chapters of Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang: Chapter 181 - Chapter 190

302 Chapters

Membalikkan Keadaan

Suara itu terdengar berat. Morgan tak bisa melihat apa pun, termasuk siapa yang bicara.Saat ini dia seperti tengah berada di sebuah tempat yang terpisah dari ruang dan waktu. Hanya ada hitam yang pekat. Itu saja.Ini kali pertama Morgan terjebak dalam situasi seperti ini, tapi dia tidak panik.Dia menarik napas panjang, membangkitkan energi murninya dan menyebarkannya ke seluruh tubuhnya, bersiap jika ada serangan mendadak atau yang semacamnya.Dia menduga, apa yang tengah terjadi padanya ini ada hubungannya dengan kejadian di kantin tadi.Pelakunya pasti orang yang sama.“Aku akui kau cukup hebat. Biasanya seseorang akan butuh waktu berjam-jam bahkan berhari-hari untuk bisa lepas dari hipnosisku, tapi kau melakukannya dalam hitungan detik saja.”“Tapi kali ini, kupastikan kau akan terjebak di sini untuk waktu yang lama. Dan sementara kau terjebak di sini, tubuhmu berada dalam kendaliku dan aku akan melakukan apa pun yang kumau.”Suara berat itu terdengar lagi. Morgan menoleh dan bal
Read more

Hukuman yang Pantas untuk Henry

Henry terhenyak dan refleks meloncat ke kanan.Pandangannya sendiri terarah ke sebelah kirinya, di mana Morgan, menantu sampahnya itu, sedang berdiri dan tersenyum angkuh.Di depan Morgan, berdiri membelakanginya, ada si ahli hipnosis yang disewa Henry untuk menyingkirkan Morgan.Tangan kanan Morgan menyentuh pundak si ahli hipnosis."K-kau... kenapa aku bisa ada di sini? Apa maksudnya ini!"Henry panik. Dia telah menggelontorkan 500 juta untuk menyewa si ahli hipnosis ini. Bahkan dia mendatangkannya khusus dari luar provinsi dan mengganti ongkos pesawatnya. Mestinya saat ini dia sedang menghipnosis Morgan dan menghabisinya. Kenapa jadi seperti ini?"Kenapa diam saja? Ayo bilang padanya apa yang harus kau bilang," kata Morgan kepada si ahli hipnosis.Si ahli hipnosis menghela napas. Dia tampak gugup dan takut.Kemudian dia menatap Henry. Kali ini yang terpancar dari matanya adalah amarah. Amarah yang sangat kuat."Uang 500 juta yang sudah kaubayarkan itu akan kutransfer balik. Akan k
Read more

Saatnya "Menampar" Livia

Morgan menatap Livia dengan jengah. Kenapa dia harus melihat wanita menyebalkan ini lagi?"Mau apa kau ke sini, Livia?" tanya Morgan ketus."Hah? Justru aku yang harusnya menanyakan itu padamu. Sedang apa kau di sini? Kalau aku sih jelas, mau menengok Agnes dan ibu mertuaku," kata Livia.Morgan ingat, hubungan Agnes dengan Livia mulai membaik sejak insiden terakhir di mana dia menyelamatkan mereka berdua.Tapi, tetap saja, dia tak bisa tak membenci Livia. Livia selalu saja membuatnya kesal meskipun dia telah berkali-kali menolongnya."Pasien bernama Melisa masih di ruang rawat inap yang sama kan, ya? Dia sudah bisa dikunjungi?" tanya Livia sembari mendekat ke meja resepsionis, mengabaikan Morgan yang menatapnya tajam.Baru juga si resepsionis akan menjawab, Morgan menjawabnya terlebih dulu."Sebaiknya kau pulang saja, Livia. Sudah ada aku yang menemani Agnes. Dia tak butuh kau atau siapa pun lagi."Livia langsung menatap Morgan sambil sedikit memelototinya."Heh, kau pikir kau siapa s
Read more

Dendam Livia Kepada Morgan

Livia telah beberapa kali melihat si satpam yang kini mengadangnya itu, tapi ini kali pertama dia mendapati pria itu memelototinya.Meski yang barusan itu dikatakannya dengan nyaris berbisik, Livia bisa merasakan tekanan yang sedang coba diberikan si satpam kepadanya.Dan bagaimana dia merespons si satpam? Tentu saja dia marah.“Minggir kau! Harusnya orang yang barusan naik tangga itu yang kau paksa ikut denganmu keluar! Dia yang membuatku jadi marah-marah begini!”Livia, bagaimanapun, adalah anggota Keluarga Wistara yang cukup disegani itu. Dia tentu tak terima seorang satpam menekannya seperti yang baru saja dialaminya.Si satpam, sementara itu, mendengus kesal sambil menatap Livia tajam.Dia tahu siapa orang yang dimaksud wanita di hadapannya ini. Tak lain dan tak bukan, orang itu adalah pemilik baru rumah sakit tempat dia bekerja ini. Dengan kata lain, bos besarnya. Dan wanita ini memintanya mengusir bos besarnya sendiri?‘Kalau bukan bodoh, wanita ini pasti sudah tak waras!’ piki
Read more

Saatnya Morgan Mengungkapkan Jati Dirinya?

Di ruang rawat inapnya Melisa, Morgan menunggu kembalinya Agnes dengan cemas.Tadi dia terpaksa membiarkan Agnes turun sebab kata istrinya itu ada urusan darurat mengenai proyek yang harus dibahasnya dengan sekretarisnya Felisia.Adit khawatir Livia kembali bertingkah dan mengganggu Agnes. Tapi sejauh ini, belum ada kabar buruk apa pun istrinya itu.Morgan tadi memang meminta Agnes untuk cepat-cepat menghubunginya jika terjadi apa-apa di bawah.Terdengar langkah-langkah kaki. Morgan langsung menoleh ke pintu.Sekejap kemudian, pintu itu terbuka; Agnes muncul di baliknya dan masuk.“Kau baik-baik saja, Sayangku?” tanya Morgan sambil menghampiri istrinya.Agnes menatap Morgan heran, berkata, “Aku baik-baik saja. Kenapa kau sekhawatir ini? Aku kan hanya turun ke bawah sebentar.”“Emm, tidak apa-apa. Aku lega kau baik-baik saja,” tanggap Morgan.Morgan memang tak mengatakan apa pun soal kedatangan Livia dan ulah yang dibuatnya tadi.“Jadi, bagaimana? Ada masalah soal proyek?” tanya Morgan
Read more

Respons yang Tak Sesuai Ekspektasi

“Apa katamu? Kau pemilik rumah sakit ini?” tanya Agnes.“Iya. Aku pemilik baru rumah sakit ini,” jawab Morgan.Agnes menatap Morgan tak percaya, sementara bunyi alarm itu masih terdengar nyaring.“Kau jangan bercanda, Morgan. Ini bukan waktu yang tepat untuk membual,” kata Agnes, ketus.Jelas sekali Agnes tak memercayai apa yang dikatakan Morgan. Dan itu wajar. Jika memang Morgan adalah pemilik baru rumah sakit ini, itu berarti Morgan punya cukup banyak uang untuk membeli rumah sakit ini dari pemilik sebelumnya.Lantas kenapa selama ini dia berpura-pura miskin, jika memang dia punya uang sebanyak itu?Bagi Agnes, itu sungguh tak masuk akal.“Aku tidak membual, Agnes. Aku mengatakan yang sebenarnya. Saat ini, akulah pemilik Rumah Sakit P. Itulah kenapa barusan aku memerintahkan direktur rumah sakit untuk menangani kekacauan yang saat ini sedang terjadi,” kata Morgan.Agnes mendengus. Bukannya teryakinkan oleh penjelasan Morgan tersebut, dia justru jadi jengah.Agnes sungguh berharap Mo
Read more

Mengalah untuk Menang

Morgan tak tahu siapa orang-orang ini, tapi satu hal cukup jelas: mereka berbahaya.Kedua satpam di pos menatap mereka dengan tegang. Salah satunya mencoba mengangkat gagang telepon pelan-pelan.Dor!“Ah!”Satu tembakan mengenai bahu si satpam, membuatnya kehilangan keseimbangan dan jatuh terduduk, bersandar di dinding dalam pos.“Jangan macam-macam! Cepat lepaskan dia sebelum aku kehilangan kesabaranku!” kata pria itu lagi, yang barusan menembak.Morgan ingin cepat-cepat menghentikan pendarahan si satpam, tapi dia khawatir, jika dia tiba-tiba bergerak si pria berambut kuning-emas itu akan menembaknya.Masih mending jika dia yang ditembak. Bagaimana kalau si satpam yang satu lagi?Itu akan sangat merepotkan. Untuk sementara, sampai dia menemukan celah untuk membalikkan keadaan, Morgan harus menahan diri dan melakukan apa yang diminta si rambut kuning-emas.“Lepaskan dia,” ujar Morgan kepada si satpam yang satunya lagi.Sorot mata si satpam memancarkan kecemasan. Morgan mengangguk, men
Read more

Bagi Morgan, Ini Terlalu Mudah

Jamal dan orang-orang itu tercengang sampai kehabisan kata-kata.Pemukul bisbol itu jelas-jelas benda yang keras, tapi patah semudah itu saat dihantamkan ke kepala Morgan?Apa ini lelucon? Apa mereka sedang mengambil adegan untuk sebuah film?Gark!Sementara Jamal dan orang-orang itu belum pulih dari ketercengangannya, Morgan melepaskan ikatan-ikatan yang mengekangnya ke kursi kayu itu, dengan mudah.Setelah itu dia berdiri dan melepaskan juga borgol plastik yang mengikat kedua tangannya, juga dengan mudah.Di hadapan orang-orang itu, Morgan sudah sepeti seorang ahli sulap yang tenah melakukan pertunjukkan.Dan raut mukanya dingin, begitu juga sorot matanya.“K-k-kau…. A-a-apa yang…”Bugh!Belum juga Jamal menyelesaikan ucapannya, Morgan sudah menghantamkan tinjunya ke perut Jamal, membuat pria itu langsung muntah darah, dan pingsan.Tubuh Jamal ambruk menyisakan bunyi yang kuat. Mafia-mafia lain, termasuk si pria berambut kuning-emas yang mereka panggil Bos, sampai refleks mundur sat
Read more

Biarkan Aku Bertemu Komandan Kalian

‘Sekarang apa lagi?’Itulah yang diucapkan Morgan dalam hati saat melihat si polisi wanita menodongkan pistol padanya.Ya, dia memang telah berjanji kepada si polisi wanita kalau dia akan menyelesaikan urusannya tempo hari itu. Tapi bukankah dia telah memberikan nomor kontaknya kepada wanita ini?Kalau tujuan akhirnya adalah membuat Morgan mempertanggungjawabkan pelanggaran lalu-lintas yang dilakukannya itu, si polwan ini bisa meneleponnya atau memintanya baik-baik.Tak perlu sampai menodongkan pistol seperti ini.“Balik badan dan angkat tanganmu!”Si polwan mengatakannya dengan mata membulat. Morgan menghela napas dan memasang muka malas, tapi dilakukannya juga apa yang diminta si polwan.Saat ini, ketika dia berada di lingkungan rumah sakit, hal terbaik adalah menghindari konflik yang tak perlu.Masih sambil menodongkan senjata, si polwan berjalan mendekati Morgan.Setelah jarak mereka cukup dekat, si polwan memasukkan kembali pistolnya dan mengeluarkan borgol, memaksa Morgan menaru
Read more

Hukuman yang Tak Terduga

Si polwan menatap Sang Komandan penuh heran. Apa maksudnya ini? Kenapa tiba-tiba dia diminta melepaskan Borgol di tangan Morgan?“Tapi, Komandan…”“Apa harus aku sendiri yang melepaskan borgol keparat ini, hah?!”Si polwan terhenyak. Respons Sang Komandan ini benar-benar di luar dugaannya. Tadinya dia pikir justru dia akan mendapat pujian atau setidaknya apresiasi.Apakah dia telah melakukan kesalahan?Masih dengan muka memancarkan kebingungan, dia melakukan apa yang diminta atasannya itu.Dilepaskannya borgol plastik yang mengikat kedua tangan Morgan dengan kencang.Setelah borgol itu terlepas, Morgan menarik kedua tangannya ke depan, mengamati pergelangan tangannya.“Maafkan anak buah saya ini. Dia orang baru. Dia belum tahu siapa yang dia hadapi,” kata Sang Komandan.Meski dia tak membungkuk saat mengatakannya, nada bicaranya yang penuh hormat menunjukkan betapa tingginya status Morgan.Ini membuat si polwan tambah bingung. Siapa sebenarnya orang yang baru saja ditangkapnya ini?“O
Read more
PREV
1
...
1718192021
...
31
DMCA.com Protection Status