Beranda / Urban / Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang / Dendam Livia Kepada Morgan

Share

Dendam Livia Kepada Morgan

Penulis: Mr. K
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Livia telah beberapa kali melihat si satpam yang kini mengadangnya itu, tapi ini kali pertama dia mendapati pria itu memelototinya.

Meski yang barusan itu dikatakannya dengan nyaris berbisik, Livia bisa merasakan tekanan yang sedang coba diberikan si satpam kepadanya.

Dan bagaimana dia merespons si satpam? Tentu saja dia marah.

“Minggir kau! Harusnya orang yang barusan naik tangga itu yang kau paksa ikut denganmu keluar! Dia yang membuatku jadi marah-marah begini!”

Livia, bagaimanapun, adalah anggota Keluarga Wistara yang cukup disegani itu. Dia tentu tak terima seorang satpam menekannya seperti yang baru saja dialaminya.

Si satpam, sementara itu, mendengus kesal sambil menatap Livia tajam.

Dia tahu siapa orang yang dimaksud wanita di hadapannya ini. Tak lain dan tak bukan, orang itu adalah pemilik baru rumah sakit tempat dia bekerja ini. Dengan kata lain, bos besarnya. Dan wanita ini memintanya mengusir bos besarnya sendiri?

‘Kalau bukan bodoh, wanita ini pasti sudah tak waras!’ piki
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Saatnya Morgan Mengungkapkan Jati Dirinya?

    Di ruang rawat inapnya Melisa, Morgan menunggu kembalinya Agnes dengan cemas.Tadi dia terpaksa membiarkan Agnes turun sebab kata istrinya itu ada urusan darurat mengenai proyek yang harus dibahasnya dengan sekretarisnya Felisia.Adit khawatir Livia kembali bertingkah dan mengganggu Agnes. Tapi sejauh ini, belum ada kabar buruk apa pun istrinya itu.Morgan tadi memang meminta Agnes untuk cepat-cepat menghubunginya jika terjadi apa-apa di bawah.Terdengar langkah-langkah kaki. Morgan langsung menoleh ke pintu.Sekejap kemudian, pintu itu terbuka; Agnes muncul di baliknya dan masuk.“Kau baik-baik saja, Sayangku?” tanya Morgan sambil menghampiri istrinya.Agnes menatap Morgan heran, berkata, “Aku baik-baik saja. Kenapa kau sekhawatir ini? Aku kan hanya turun ke bawah sebentar.”“Emm, tidak apa-apa. Aku lega kau baik-baik saja,” tanggap Morgan.Morgan memang tak mengatakan apa pun soal kedatangan Livia dan ulah yang dibuatnya tadi.“Jadi, bagaimana? Ada masalah soal proyek?” tanya Morgan

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Respons yang Tak Sesuai Ekspektasi

    “Apa katamu? Kau pemilik rumah sakit ini?” tanya Agnes.“Iya. Aku pemilik baru rumah sakit ini,” jawab Morgan.Agnes menatap Morgan tak percaya, sementara bunyi alarm itu masih terdengar nyaring.“Kau jangan bercanda, Morgan. Ini bukan waktu yang tepat untuk membual,” kata Agnes, ketus.Jelas sekali Agnes tak memercayai apa yang dikatakan Morgan. Dan itu wajar. Jika memang Morgan adalah pemilik baru rumah sakit ini, itu berarti Morgan punya cukup banyak uang untuk membeli rumah sakit ini dari pemilik sebelumnya.Lantas kenapa selama ini dia berpura-pura miskin, jika memang dia punya uang sebanyak itu?Bagi Agnes, itu sungguh tak masuk akal.“Aku tidak membual, Agnes. Aku mengatakan yang sebenarnya. Saat ini, akulah pemilik Rumah Sakit P. Itulah kenapa barusan aku memerintahkan direktur rumah sakit untuk menangani kekacauan yang saat ini sedang terjadi,” kata Morgan.Agnes mendengus. Bukannya teryakinkan oleh penjelasan Morgan tersebut, dia justru jadi jengah.Agnes sungguh berharap Mo

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Mengalah untuk Menang

    Morgan tak tahu siapa orang-orang ini, tapi satu hal cukup jelas: mereka berbahaya.Kedua satpam di pos menatap mereka dengan tegang. Salah satunya mencoba mengangkat gagang telepon pelan-pelan.Dor!“Ah!”Satu tembakan mengenai bahu si satpam, membuatnya kehilangan keseimbangan dan jatuh terduduk, bersandar di dinding dalam pos.“Jangan macam-macam! Cepat lepaskan dia sebelum aku kehilangan kesabaranku!” kata pria itu lagi, yang barusan menembak.Morgan ingin cepat-cepat menghentikan pendarahan si satpam, tapi dia khawatir, jika dia tiba-tiba bergerak si pria berambut kuning-emas itu akan menembaknya.Masih mending jika dia yang ditembak. Bagaimana kalau si satpam yang satu lagi?Itu akan sangat merepotkan. Untuk sementara, sampai dia menemukan celah untuk membalikkan keadaan, Morgan harus menahan diri dan melakukan apa yang diminta si rambut kuning-emas.“Lepaskan dia,” ujar Morgan kepada si satpam yang satunya lagi.Sorot mata si satpam memancarkan kecemasan. Morgan mengangguk, men

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Bagi Morgan, Ini Terlalu Mudah

    Jamal dan orang-orang itu tercengang sampai kehabisan kata-kata.Pemukul bisbol itu jelas-jelas benda yang keras, tapi patah semudah itu saat dihantamkan ke kepala Morgan?Apa ini lelucon? Apa mereka sedang mengambil adegan untuk sebuah film?Gark!Sementara Jamal dan orang-orang itu belum pulih dari ketercengangannya, Morgan melepaskan ikatan-ikatan yang mengekangnya ke kursi kayu itu, dengan mudah.Setelah itu dia berdiri dan melepaskan juga borgol plastik yang mengikat kedua tangannya, juga dengan mudah.Di hadapan orang-orang itu, Morgan sudah sepeti seorang ahli sulap yang tenah melakukan pertunjukkan.Dan raut mukanya dingin, begitu juga sorot matanya.“K-k-kau…. A-a-apa yang…”Bugh!Belum juga Jamal menyelesaikan ucapannya, Morgan sudah menghantamkan tinjunya ke perut Jamal, membuat pria itu langsung muntah darah, dan pingsan.Tubuh Jamal ambruk menyisakan bunyi yang kuat. Mafia-mafia lain, termasuk si pria berambut kuning-emas yang mereka panggil Bos, sampai refleks mundur sat

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Biarkan Aku Bertemu Komandan Kalian

    ‘Sekarang apa lagi?’Itulah yang diucapkan Morgan dalam hati saat melihat si polisi wanita menodongkan pistol padanya.Ya, dia memang telah berjanji kepada si polisi wanita kalau dia akan menyelesaikan urusannya tempo hari itu. Tapi bukankah dia telah memberikan nomor kontaknya kepada wanita ini?Kalau tujuan akhirnya adalah membuat Morgan mempertanggungjawabkan pelanggaran lalu-lintas yang dilakukannya itu, si polwan ini bisa meneleponnya atau memintanya baik-baik.Tak perlu sampai menodongkan pistol seperti ini.“Balik badan dan angkat tanganmu!”Si polwan mengatakannya dengan mata membulat. Morgan menghela napas dan memasang muka malas, tapi dilakukannya juga apa yang diminta si polwan.Saat ini, ketika dia berada di lingkungan rumah sakit, hal terbaik adalah menghindari konflik yang tak perlu.Masih sambil menodongkan senjata, si polwan berjalan mendekati Morgan.Setelah jarak mereka cukup dekat, si polwan memasukkan kembali pistolnya dan mengeluarkan borgol, memaksa Morgan menaru

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Hukuman yang Tak Terduga

    Si polwan menatap Sang Komandan penuh heran. Apa maksudnya ini? Kenapa tiba-tiba dia diminta melepaskan Borgol di tangan Morgan?“Tapi, Komandan…”“Apa harus aku sendiri yang melepaskan borgol keparat ini, hah?!”Si polwan terhenyak. Respons Sang Komandan ini benar-benar di luar dugaannya. Tadinya dia pikir justru dia akan mendapat pujian atau setidaknya apresiasi.Apakah dia telah melakukan kesalahan?Masih dengan muka memancarkan kebingungan, dia melakukan apa yang diminta atasannya itu.Dilepaskannya borgol plastik yang mengikat kedua tangan Morgan dengan kencang.Setelah borgol itu terlepas, Morgan menarik kedua tangannya ke depan, mengamati pergelangan tangannya.“Maafkan anak buah saya ini. Dia orang baru. Dia belum tahu siapa yang dia hadapi,” kata Sang Komandan.Meski dia tak membungkuk saat mengatakannya, nada bicaranya yang penuh hormat menunjukkan betapa tingginya status Morgan.Ini membuat si polwan tambah bingung. Siapa sebenarnya orang yang baru saja ditangkapnya ini?“O

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Orang-orang Mencurigakan

    “Jawab, Morgan! Kenapa kau setega itu pada Livia? Memangnya dia salah apa?” desak Agnes.Morgan menyadari kehadiran si perawat dan dia tak nyaman obrolannya dengan istrinya ini diketahui wanita itu. Dia juga tak ingin sampai membuat ibu mertuanya terbangun.Diambilnya tangan Agnes, ditariknya istrinya itu keluar. Dia masih terus membawa Agnes sampai mereka berada di ruang tunggu yang agak jauh dari situ.“Lepaskan aku!” Agnes protes.Morgan pun melepaskan tangan Agnes. Kini dia menatap istrinya itu lekat-lekat.“Apa yang dikatakan Livia padamu? Apa tadi dia sempat masuk ke ruang rawat inapnya Mama?” tanya Morgan.Agnes kesal sebab Morgan tak langsung menjawab, malah mengajukan pertanyaan. Tapi dia lihat, raut muka Morgan menunjukkan keseriusan.“Tadi Livia meneleponku. Dia bilang kau melecehkannya saat dia bermaksud menjengukku. Kau mengusirnya sambil melecehkannya!” kata Agnes.“Melecehkannya? Melecehkannya bagaimana?” Morgan tak percaya apa yang dia dengar. Tampaknya istrinya Joseph

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Serangan Mendadak

    Saat Morgan berdiri di teras depan, dia lihat, di pintu gerbang yang jauh itu ada api yang berkobar.Baru saja dia hendak menuruni anak-anak tangga, Imran muncul dari garasi dan berlari begitu cepat ke arah pintu gerbang.Bukan hanya cepat, Imran juga tampaknya membawa senjata.“Kau tetap di dalam. Jaga istriku dan ibu mertuaku,” kata Morgan saat mendapati Gaby ikut-ikutan keluar.Gaby mengangguk dan kembali masuk dan menutup pintu, barangkali juga menguncinya.Morgan menuruni anak-anak tangga dengan cepat. Mobilnya sudah dimasukkan oleh Imran ke garasi. Dia pun berlari seperti halnya Imran tadi. Tapi, dia tak membawa senjata apa pun.Semakin dekat dia ke pintu gerbang di mana Donald berjaga, Morgan mulai mendengar suara-suara orang berkelahi.Imran agaknya sudah tiba lebih dulu. Dia harap kedua tentara itu tidak kenapa-kenapa dan bisa mengatasi serangan-serangan dengan baik.Morgan sendiri membangkitkan energi murninya, bersiap untuk melakukan konfrontasi langsung dengan orang-orang

Bab terbaru

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Tak Belajar dari Kesalahan

    Kulit muka Orkan seketika pucat. Dia seperti orang yang baru saja melihat hantu.Dan, sebelum sempat dia melepaskan tembakan lagi, Morgan sudah menerjang ke arahnya, melesakkan tinju yang menghantam pipi kirinya.“Ugh!”Sang jenderal itu terlempar dan berguling-guling di lantai. Keempat jenderal lain terkesiap. Muka mereka sama pucatnya dengan Orkan.“K-kau… s-siapa kau, Bangsat?!!” tanya Bamby dengan nada tinggi.Morgan memutar lehernya dengan pelan, menatap Bamby dengan tatapan yang menikam.“J-jangan berani-berani mendekat! Jangan mendekat atau kutembak!!” gertak Bamby sambil menodongkan pistolnya.Ketiga jenderal lain pun menodonkan pistol mereka ke arah Morgan.Morgan menatap mereka satu per satu, lalu terkekeh.“Sungguh menggelikan. Seperti inikah jenderal-jenderal tertinggi di negeri ini? Kalian membikin malu institusi militer di negeri ini!” kata Tony.“Anjing! Berani-beraninya kau menghina kami! Mulutmu itu harus dijahit!” bentak Gary.“Kau telah mengambil langkah yang salah

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Tawaran untuk Membelot

    Orkan sesaat terdiam. Dia tak mengenal orang ini, tapi apa yang barusan diucapkannya seolah-olah menunjukkan kalau orang ini tahu siapa dia.“Siapa kau? Siapa yang membawamu ke sini?” tanya Orkan tegas.Morgan tersenyum mencemooh. “Siapa yang membawaku ke sini? Pertanyaan macam apa itu? Tentu saja aku sendiri. Memangnya kau melihat ada orang lain yang bersamaku saat ini?” ledeknya.Orkan mendengus. Dia tidak tahu siapa orang ini sebenarnya, tapi dia pastikan dia akan memberinya pelajaran.“Siapa itu, Orkan? Informanmu?” tanya Bamby.“Bukan. Aku tak tahu orang ini siapa,” jawab Orkan.“Hah? Maksudmu?”Orkan hendak keluar dan mengatasi pria tak dikenal yang mengaku-ngaku Dewa Perang ini sendirian, tapi dia kalah cepat.Si pria tak dikenal, yang tak lain adalah Morgan, mendoorng pintu dan memaksa masuk. Kini Bamby dan yang lainnya pun bisa melihatnya.“Halo, para Jenderal. Sedang apa kalian berkumpul di sini? Membahas rencana kudeta?” seloroh Morgan.Saat itu juga, raut muka keempat jend

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Berkumpulnya Lima Jenderal

    “Kau Sang Dewa Perang?” tanya Bernard, menatap Morgan tak percaya.Lagi-lagi Morgan hanya mengangkat alisnya dan tersenyum miring. Bernard pun jadi kesal.“Yudha, apa maksudnya ini? Kalau ini guyonan, sungguh ini guyonan yang buruk. Kau pikir aku percaya si anak muda yang songong ini adalah Sang Dewa Perang?” tanya Bernard sambil menatap Yudha.“Ini bukan guyonan, Bernard. Morgan memang Sang Dewa Perang,” jawab Yudha.“Apa? Jadi ini serius?”“Ya, tentu saja. Kau pikir aku akan begitu saja mengabdikan diriku pada sosok lain di militer selain Sang Dewa Perang?”Bernard menatap Yudha dengan alis hampir menyatu di tengah.Yang dikatakan Yudha itu masuk akal. Untuk apa juga dia begitu hormat dan percaya kepada seorang anak muda jika bukan karena si anak muda ini sesungguhnya sosok yang spesial.Tapi, benarkah Morgan rupanya sespesial itu?Bernard kembali menatap Morgan, memandangi wajahnya, mengamati gerak-geriknya.Dia memang belum pernah bertemu dengan Sang Dewa Perang. Selama ini dia me

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Morgan adalah Sang Dewa Perang

    Morgan membawa Bernard ke markas militer Kota HK. Di sana, sudah menunggu Kris dan Yudha.Bernard sebenarnya bertanya-tanya untuk apa Morgan membawanya ke sana, tapi dia tek mengutarakannya.Ini kali pertamanya dia memasuki markas militer Kota HK yang berada dalam tanggung jawabnya Yudha. Dia sepenuhnya waspada, berjaga-jaga kalau-kalau Morgan tiba-tiba menjerumuskannya ke dalam bahaya.“Tenang saja, Jenderal. Kau sekarang bagian dari kami. Di sini kau aman,” kata Morgan sambil tersenyum miring, seakan mendengar apa yang digumamkan Bernard di dalam kepalanya.Bernard hanya membalas dengan lirikan kesal. Dia arahkan lagi matanya ke luar jendela, mengamati apa-apa yang ada di markas militer tersebut.Tak lama kemudian, mereka berdua berjalan ke ruangan tempat Morgan biasa bertemu dengan Kris dan Yudha untuk menyusun strategi.“Dari gerak-gerikmu, sepertinya kau sudah terbiasa ke sini. Tadi saja di depan tentara-tentara itu membiarkanmu masuk begitu saja tanpa kau perlu menunjukkan muka.

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Bernard Membelot

    “Kenapa? Apa kata-kataku kurang jelas?” tanya Morgan sambil duduk lagi di kursi, menyilangkan kaki dan tersenyum mengejek.Bernard menatapnya dengan benci. Orang ini benar-benar meremehkannya. Ini bukan lagi penghinaan baginya, melainkan lebih dari itu.“Kau ingin aku berada di pihakmu dan melawan para jenderal yang merupakan orang-orang penting di militer saat ini? Apa kau gila?” protes Bernard.Morgan mengangkat bahu, berkata, “Kenapa memangnya? Kau takut? Kau tak punya nyali untuk menentang mereka? Begitu, Jenderal?”Morgan lagi-lagi mengakhiri kata-katanya dengan senyum mengejek. Tak ayal itu membuat Bernard mendengus seperti banteng.“Lagi pula, Jenderal, bukankah aku yang memenangkan taruhan? Dan bukankah tadi kau bilang kalau ucapanmu bisa dipegang karena itu bagian dari prinsipmu?” sindir Morgan.Bernard kembali mendengus. Kebencian di matanya itu menyala-nyala. Tangan kanannya yang baru saja disembuhkan Morgan itu kini terkepal.Morgan menyadari betul apa yang dirasakan Berna

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Menaklukkan Bernard

    Morgan melangkah tenang sementara Bernard mundur dengan mata membulat. "Kenapa, Jenderal? Kau seperti sedang melihat hantu saja," sindir Morgan. "Kau! Apa yang kau lakukan pada Matthew?!" Bernard menyalak sambil terus mundur menjinjing kopernya. Mengabaikan pertanyaan Bernard, Morgan melirik koper hitam itu. "Sepertinya itu koper istimewa sampai-sampai kau membawanya di saat-saat seperti ini, Jenderal. Aku penasaran apa isinya," ucap Morgan. "Sialan! Jangan main-main kau denganku, ya!!" teriak Bernard, menjatuhkan koper hitamnya lalu mengambil pistol, mengarahkannya pada Morgan. Bernard melakukannya dengan cepat, tetapi Morgan sudah mengantisipasinya. Dengan gerakan yang tak kalah cepat, Morgan memegangi tangan Bernard yang besar lalu memelintirnya. "Arrgghhh!!"Pistol di tangan Bernard itu terjatuh. Morgan menendangnya. Pistol itu bergeser jauh ke belakang Bernard. "Kau tak tahu siapa orang yang kau hadapi, Keparat! Kau tak tahu neraka seperti apa yang akan menantimu kalau k

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Memburu Bernard

    Sebuah drone terbang di langit malam Kota HK, di atas sebuah hotel 12 lantai.Sesekali lampu kecil di bawahnya berkedip-kedip. Dalam setiap kali lampu itu berkedip, sebuah gambar terambil dan terkirim ke pusat pengendali.Drone itu dikendalikan oleh sebuah unit pasukan yang beroperasi tak jauh dari hotel. Mereka adalah tentara-tentara yang dikirim oleh Kris untuk sebuah misi khusu yang sangat rahasia.Setelah foto-foto itu sampai di pusat pengendali, segera mereka diolah dan dikirim ke Morgan.Morgan menerimanya lewat ponselnya. Dengan cara itulah dia memantau gerak-gerik Bernard.Selain gerak-gerik Bernard, Morgan juga memantau apa-apa yang dikatakan Bernard.Drone itu telah menembakkan sesuatu sejak sekitar satu jam yang lalu ke kamar hotel yang ditempati Bernard itu.Sesuatu itu bukan peluru, melainkan alat perekam kecil yang menempel di kusen jendela kamar.Teknologi canggih memungkinkan peluru itu berubah warna sesuai tempat dia menempel, sehingga mustahil bagi Bernard untuk meny

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Kehilangan Besar

    “Siapa ini? Apa yang terjadi pada Matthew?”Bernard menanyakannya dengan nada tinggi. Matanya membulat.[Kau tahu siapa aku, Bernard. Dan sekali lagi kuingatkan: bersiap-siaplah. Selanjutnya kaulah orang yang akan kuburu dan kuhukum.]Tuuut…. tuuut… tuuut…Panggilan diakhiri begitu saja oleh si penelepon.Bernard tahu, orang yang bicara padanya barusan itu adalah Morgan.Pertanyaannya kemudian: apa yang terjadi pada Matthew?Fakta bahwa Morgan meneleponnya dengan menggunakan nomor Matthew menunjukkan kalau saat ini Morgan berada di dekat Matthew, atau dia baru saja mengambil ponselnya Matthew.Matthew tak mungkin meminjamkan ponselnya pada Morgan. Itu artinya, situasi Matthew sedang tidak baik-baik saja. Bernard khawatir Morgan telah menghabisinya.Disamping hubungan pertemanan yang cukup dekat akibat menjalin kerja sama bertahun-tahun dengan Matthew, Bernard melihat Matthew sebagai sosok krusial yang perannya sangat signifikan dalam rencana kudeta mereka.Tanpa Matthew, kudeta itu ta

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Akhir Tragis Matthew

    “Kau! Bagaimana bisa?”Matthew terbelalak. Dagunya seperti akan jatuh.Dia yakin betul kelima peluru tadi bersarang di tubuh Morgan. Lantas, bagaimana bisa Morgan masih bisa berdiri?Bahkan tanpa kelima peluru itu saja, Morgan mestinya sudah lumpuh gara-gara racun yang menyebar di tubuhnya.Dan pertanyaannya itu terjawab saat Matthew menemukan sesuatu yang janggal di tubuh Morgan.Kelima peluru itu memang bersarang di tubuh Morgan, tapi entah kenapa, kini mereka berlima keluar, seperti ada sesuatu yang mendorongnya dari dalam.Peluru-peluru itu pun jatuh ke lantai. Tubuh Morgan sendiri, tepatnya titik-titik di mana peluru itu tadi bersarang, dengan cepat pulih. Tak ada lagi luka atau apa pun.‘Apa maksudnya ini? Apa dia monster?’ pikir Matthew, masih terbelalak.Saat dia menatap wajah Morgan lagi, didapatinya Morgan menyeringai dan menerjangnya.Gerakan Morgan terlalu cepat untuk dia antisipasi. Belum juga dia mengangkat tangannya, Morgan sudah menonjoknya, tepat di muka.Brughhh!Mat

DMCA.com Protection Status