Semua Bab Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang: Bab 191 - Bab 200

302 Bab

Orang-orang Mencurigakan

“Jawab, Morgan! Kenapa kau setega itu pada Livia? Memangnya dia salah apa?” desak Agnes.Morgan menyadari kehadiran si perawat dan dia tak nyaman obrolannya dengan istrinya ini diketahui wanita itu. Dia juga tak ingin sampai membuat ibu mertuanya terbangun.Diambilnya tangan Agnes, ditariknya istrinya itu keluar. Dia masih terus membawa Agnes sampai mereka berada di ruang tunggu yang agak jauh dari situ.“Lepaskan aku!” Agnes protes.Morgan pun melepaskan tangan Agnes. Kini dia menatap istrinya itu lekat-lekat.“Apa yang dikatakan Livia padamu? Apa tadi dia sempat masuk ke ruang rawat inapnya Mama?” tanya Morgan.Agnes kesal sebab Morgan tak langsung menjawab, malah mengajukan pertanyaan. Tapi dia lihat, raut muka Morgan menunjukkan keseriusan.“Tadi Livia meneleponku. Dia bilang kau melecehkannya saat dia bermaksud menjengukku. Kau mengusirnya sambil melecehkannya!” kata Agnes.“Melecehkannya? Melecehkannya bagaimana?” Morgan tak percaya apa yang dia dengar. Tampaknya istrinya Joseph
Baca selengkapnya

Serangan Mendadak

Saat Morgan berdiri di teras depan, dia lihat, di pintu gerbang yang jauh itu ada api yang berkobar.Baru saja dia hendak menuruni anak-anak tangga, Imran muncul dari garasi dan berlari begitu cepat ke arah pintu gerbang.Bukan hanya cepat, Imran juga tampaknya membawa senjata.“Kau tetap di dalam. Jaga istriku dan ibu mertuaku,” kata Morgan saat mendapati Gaby ikut-ikutan keluar.Gaby mengangguk dan kembali masuk dan menutup pintu, barangkali juga menguncinya.Morgan menuruni anak-anak tangga dengan cepat. Mobilnya sudah dimasukkan oleh Imran ke garasi. Dia pun berlari seperti halnya Imran tadi. Tapi, dia tak membawa senjata apa pun.Semakin dekat dia ke pintu gerbang di mana Donald berjaga, Morgan mulai mendengar suara-suara orang berkelahi.Imran agaknya sudah tiba lebih dulu. Dia harap kedua tentara itu tidak kenapa-kenapa dan bisa mengatasi serangan-serangan dengan baik.Morgan sendiri membangkitkan energi murninya, bersiap untuk melakukan konfrontasi langsung dengan orang-orang
Baca selengkapnya

Mencari Tahu Siapa Itu Revano

Lebih dari tiga puluh orang yang melancarkan serangan dadakan itu kini berada di garasi. Mereka semua duduk bersila. Tangan mereka terikat ke belakang.Mobil-mobil dan sepeda motor yang ada di sana telah dikeluarkan.“Oke. Siapa di antara kalian yang mau memberitahuku siapa orang bernama Revano yang mengirim kalian itu?” tanya Morgan lantang.Orang-orang itu tak menjawab. Mereka juga tak berani menatap Morgan langsung. Apa-apa yang terjadi tadi telah cukup membuat mereka paham betapa kuatnya Morgan.“Masih tak mau jawab? Oke!”Morgan meminta Donald melemparkan pistolnya, dan dia pun menangkapnya. Dia kokang pistol itu dan dia arahkan ke salah satu pria di hadapannya, tepat ke tengkorak kepalanya.“Aku hitung mundur sampai tiga. Kalau tak ada juga yang menjawab, akan kutembak orang ini!” ancam Morgan.Suasana di garasi jadi semakin tegang, terutama saat Morgan mulai melakukan hitung mundur. Dan akhirnya, saat Morgan sampai di angka satu, salah satu dari mereka berteriak.“Akan kujelask
Baca selengkapnya

Lawan yang Berbahaya

Morgan menatap Agnes dengan bingung. Apakah istrinya ini cemburu padanya?Jujur saja, dia sudah lelah berada di situasi seperti ini. Setelah begitu banyak hal terjadi, masih belum bisakah istrinya ini percaya padanya?“Apa maksudmu, Agnes? Kan sudah kubilang tadi, Gaby itu bekerja di sini sebagai asisten rumah tangga. Kenapa juga aku harus tidur denganya?” protes Morgan.“Terserah kau saja,” jawab Agnes ketus.Morgan menghela napas. Nanti ketika situasi sudah jauh lebih tenang dia harus menyempatkan diri untuk bicara dengan istrinya ini. Dia tak bisa terus-terusan berada di situasi di mana Agnes terus meragukan kesetiaannya.“Aku turun dulu, ya. Nanti aku kembali lagi,” kata Morgan.Agnes tak menjawab, tak juga menoleh, dan ini membuat Morgan sedih. Dia pun keluar dari kamar dengan bahu yang lunglai.Di dalam kamar, setelah Morgan menutup pintu, barulah Agnes menoleh. Sebab Morgan tak lagi ada, kini yang tertangkap matanya hanya pintu kamar tersebut.Agnes menghela napas. Dia elus-elu
Baca selengkapnya

Bersiaplah untuk Perang

Revano sedang duduk di sofa yang menghadap ke televisi ketika ponselnya berdering.“Ada apa?” tanyanya.[Satu drone sudah berhasil ditembak jatuh, Bos. Tinggal satu lagi. Tapi yang ini agaknya sulit. Ia bergerak menjauh soalnya.]“Tak apa. Biarkan yang satu itu pergi. Kalian fokus saja pada pertahanan.”[Siap, Bos.]Panggilan berakhir. Revano menaruh ponselnya di sofa di sampingnya. Senyum miring terbit di wajahnya.Dua hari yang lalu, Revano yang baru saja tiba dari luar negeri mampir ke Kota KL untuk menemui Jonathan Weiss, teman baiknya sejak kecil.Mereka bertemu di sebuah bar ketika malam sudah lumayan larut. Setelah minum beberapa gelas bir, Jonathan mulai meracau. Di sela-sela racauannya itu, dia menangis seperti anak kecil.Revano tak pernah melihat Jonathan semenyedihkan itu. Dia pun memancing Jonathan untuk bercerita, memberitahunya apa yang telah terjadi sampai-sampai dia bersedih seperti itu.Dari situlah Revano tahu sedikit-banyak soal Morgan dan Agnes. Ketika Jonathan ta
Baca selengkapnya

Kekuatan yang Tak Terbayangkan

Saat Morgan dan Kris memasuki komplek Apartemen X tadi, dua penjaga yang mengecek mobil mengamati mereka dengan curiga.Namun, mereka berdua dibiarkan masuk. Itu semua berkat topeng khusus yang dikenakan Morgan. Dia jadi terlihat seperti orang lain. Jauh dari wajah aslinya.Dan kini Morgan melepaskan topengnya itu. Sebuah ledakan terjadi tak jauh di belakang mobil yang mereka kendarai, yang berarti satu hal: dia sudah ketahuan.Tak ada gunanya lagi mengenakan topeng tersebut.Kris membawa mobil ke area parkir di basement. Tujuannya adalah menghindari mobil berada di area terbuka yang akan membuat mereka menjadi sasaran empuk.Yang baru saja digunakan orang yang menyerang mereka bukan lagi senapan atau pistol, melainkan roket.Tentu saja ledakan sekeras itu akan membuat para penghuni apartemen panik. Dan sebagian memang panik, apalagi bunyi alarm terdengar nyaring.Namun, karena kebanyakan orang yang menghuni apartemen ini adalah anak-anak buahnya Revano, mereka tenang-tenang saja. Jus
Baca selengkapnya

Revano Memohon Ampun

Revano dan si pria berkaos singlet hitam mematung menatap Morgan. Satu detik yang lalu Morgan ada di bawah. Sekarang, tiba-tiba, dia ada di situ. Dia melompati lima lantai dalam satu loncatan? "Kau yang bernama Revano?" tanya Morgan, berdiri tegap dan menatap Revano sambil mengangkat dagunya. "Apa pun yang hendak kau lakukan padaku, lebih baik kau batalkan saat kau masih punya waktu. Sebentar lagi pasukanku tiba dan di situlah waktumu habis," sambungnya. Si pria bersinglet hitam tersadar dari ketercengangannya. Dia langsung mengeluarkan pistolnya dan menembak Morgan tepat di kepala. Sesaat, dia berpikir peluru itu akan menembus kepala Morgan, atau setidaknya bersarang di tengkoraknya. Tapi bukan itu yang terjadi. Peluru itu tiba-tiba saja berganti arah tiga puluh derajat ke kiri. Si pria bersinglet hitam melihat lubang di dinding yang diakibatkan oleh peluru tersebut. "Aku masih berbaik hati. Kalau aku mau, kalian bisa kuhabisi dalam satu detik!" ancam Morgan. Setelah apa yang
Baca selengkapnya

Tatapan Sinis Agnes

Selama beberapa detik kemudian, mata Morgan masih tertuju pada buah dada Gaby yang menggelantung itu.Buah dada itu tampak kenyal dan berisi. Naluri Morgan sebagai lelaki membuatnya membayangkan tangannya meremas-remas keduanya dan mamainkan putingnya.Dan kemudian…Plak!Gaby menampar Morgan dan berdiri sambil melilitkan kembali handuk itu ke tubuhnya, menutupi kedua buah dadanya.“Kurang ajar kau! Berani-beraninya kau berpikir melakukan hal yang tidak-tidak padaku!” semprot Gaby.Morgan mengerutkan kening. “Maksudmu? Memangnya apa yang barusan kupikirkan?”“Alah, tak usah mengelak! Aku bisa melihat itu dengan jelas di kedua matamu. Dasar pria hidung belang! Jangan harap kau bisa mewujudkan fantasimu padaku!” balas Gaby, lalu berjalan meninggalkan Morgan.Menumpukan kedua tangannya di lantai yang dingin, Morgan menggeleng-gelengkan kepala.Apakah fantasi liarnya barusan itu sejelas itu terlihat di sorot matanya? Apakah barusan itu, di mata Gaby, dia benar-benar terlihat seperti seora
Baca selengkapnya

Mendampingi Melisa ke Psikolog

Setibanya mereka di kamar yang dituju, mereka mendapati kamar itu berantakan.Melisa sudah bangun tapi dia masih di kasur. Benda-benda yang semula berada dalam jangkauannya telah dia lempar-lempar. Ada pecahan kaca di dekat pintu, bekas gelas yang semula berada di nakas di dekat kasur.“Aw!!” Agnes melangkah masuk dengan ceroboh, menginjak pecahan kaca tersebut.Morgan yang menyadari itu langsung memangku istrinya, membuat Agnes kaget.Morgan sendiri melangkah melewati pecahan kaca itu, menurunkan istrinya dari pangkuannya saat mereka sudah cukup dekat ke kasur.Sebab mereka sedang fokus pada Melisa, Agnes belum mengurusi telapak kakinya yang terluka. Melisa sendiri saat ini sedang duduk meringkuk sambil membenamkan wajahnya ke paha. Dia tampak mencengkeram rambutnya.“Mama, ini aku, Agnes. Mama aman sekarang,” kata Agnes, mencoba menenangkan Melisa sambil mengelus-elus rambut ibunya itu.Sesekali dia meringis tapi menahan diri supaya tak mengeluarkan bunyi apa pun. Morgan yang menyad
Baca selengkapnya

Insiden Lainnya di Bar

Seorang wanita yang mengaku-ngaku polisi? Morgan langsung teringat si polwan yang dia minta ditugaskan sebagai mata-mata di bar itu. Morgan pun berdiri, berjalan mendekati jendela. Dia memberi isyarat kepada Agnes kalau dia akan menelepon seseorang dulu. Tak lama kemudian, Gaby menjawab panggilannya. “Dia sendirian? Atau ada orang lain bersamanya?” [Sendirian. Dia datang dengan sepeda motor. Apa kau mengenalnya?] “Tidak juga, tapi kupikir aku tahu orang yang kau maksud. Bilang saja padanya kalau aku sedang bekerja. Tapi, tak perlu kau jelaskan aku kerja di mana.” [Oke. Itu saja?] “Ya. Kalau dia masih tanya-tanya soal aku, minta dia menghubungiku saja. Mestinya dia menyimpan nomorku.” [Oke.] Percakapan berakhir. Morgan kembali ke tempat duduknya tadi. “Ada apa?” tanya Agnes. “Ada yang datang ke rumah mencariku,” jawab Morgan. “Siapa? Ada masalah lagi?” Agnes menatap Morgan dengan cemas. Morgan balas menatapnya, memberinya senyum yang teduh. “Tenang saja, Sayangku. Dia hany
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1819202122
...
31
DMCA.com Protection Status