Semua Bab Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang: Bab 171 - Bab 180

302 Bab

Mencoba Membujuk Gaby

Wanita yang baru saja bicara itu mengenakan cheongsam berwarna merah cerah dengan motif bunga-bunga. Dia mengipasi-ngipasi leher putihnya yang terbilang panjang.“Kalau kalian datang ke sini untuk membuat keributan, sayang sekali, aku harus meminta kalian pergi. Dan ketika aku bilang ‘aku meminta kalian pergi’, itu artinya kalian bisa mati kalau kalian tak melakukannya,” kata wanita itu.Kris menoleh menatap Morgan, sedangkan Morgan hanya membalasnya dengan lirikan.Dia tahu, dia tak boleh segegabah di luar. Tapi dia tak mungkin juga menuruti permintaan wanita ber-cheongsam merah itu. Dia harus bertemu Gaby malam ini juga.“Kami tidak datang untuk membuat keributan. Kami hanya ingin bertemu seseorang. Kami tahu dia bekerja di sini,” kata Morgan.Wanita ber-cheongsam merah itu berhenti mengipas-ngipasi lehernya. Dia lalu melangkah maju, memosisikan dirinya di depan kedua pria yang tengah menodongkan senjata itu, tepat di tengah-tengah mereka.“Kau bilang kau dan temanmu ini tidak datan
Baca selengkapnya

Penyesalan Nyonya Lim

“Berapa yang kau mau? Berapa yang kau minta agar Gaby bisa berhenti bekerja di kelab malammu ini?” tanya Morgan.“Oh, sekarang mau pakai cara itu? Kau yakin tak akan menyesal?” tantang Nyonya Lim.“Sebutkan saja. Aku beri kau uangnya malam ini juga,” balas Morgan.Nyonya Lim mendengus kesal. Dia tak yakin Morgan punya cukup uang untuk memenuhi permintaannya kalaupun dia mengutarakannya.Dari penampilan Morgan yang biasa, dia bahkan belum tentu punya uang dua puluh juta di rekening tabungannya.“Dua miliar! Aku minta uang kompensasi dua miliar kalau kalian mau membawa pergi salah satu hostess terpopulerku!” kata Nyonya Lim akhirnya.Dia tersenyum angkuh setelah mengatakannya, memberi Morgan tatapan meremehkan.Dia yakin uang sebanyak itu terlalu gila untuk orang seperti Morgan. Jika memang Morgan mau mencoba menekannya dengan uang, dia akan tunjukkan betapa kuatnya dia dan betapa tak berdayanya pria itu.Namun, Morgan tak sedikit pun terkejut mendengar angka dua miliar. Dia masih santa
Baca selengkapnya

Kejutan dari Allina

“Allina? Apa yang kau lakukan di rumahku?” tanya Morgan, lantang. “Menunggumu, tentu saja,” jawab Allina. Dia berjalan dengan langkah-langkah manja, meliuk-liuk seperti wanita penghibur di panggung kelab malam. Tapi Morgan tak terkesan. Dia kembali bertanya, “Bagaimana kau bisa masuk?” Langkah Allina terhenti. Dia menaruh kedua tangannya di pinggang, menatap Morgan sambil berpose layaknya model iklan. “Kau meremehkan aku, Morgan. Bagaimanapun, aku dulu pernah berkarier di militer. Memasuki rumah orang bukan hal yang sulit bagiku,” kata Allina. “Kau sudah ada di dalam sejak lama?” tanya Morgan lagi. “Begitulah,” jawab Allina. Allina telah menunggu Morgan di dalam rumah setidaknya tiga jam. Tadi saat dia tiba di rumah ini, dia sempat mengetuk-ngetuk pintu sambil memanggil-manggil Morgan, tapi karena tak ada juga balasan, dia pun membuka paksa pintu dan masuk. Awalnya dia kira Morgan sedang lelap tertidur sehingga dia langsung naik ke lantai dua. Dan perlahan, dengan sangat hati-
Baca selengkapnya

Tak Akan Terperosok ke Lubang yang Sama

Setelah Morgan menurunkan jendela mobilnya itu, Allina menarik retsleting jaket lateksnya ke bawah dan menarik tangan Morgan, menyelusupkannya ke balik branya.Itu dilakukan Allina dengan sanat cepat, sampai-sampai Morgan tak sempat menghindar. Kini telapak tangannya kembali bersentuhan dengan buah dadanya Allina. Bahkan dia bisa merasakan puting buah dada kiri Allina yang mulai mengeras.“Sekarang kita hanya berdua. Dan dini hari seperti ini, tak akan ada orang yang datang untuk berlatih,” kata Allina, mengedipkan matanya dengan nakal.Morgan mendengus kesal. Dia sudah berjanji untuk tidak lagi terperosok ke lubang yang sama. Dia pun menarik tangannya dan cepat-cepat menaikkan kembali jendela.Dia tak boleh berada di situ lebih lama lagi. Lebih cepat dia pergi, lebih baik.Morgan melajukan mobilnya meski Allina masih bertahan di posisinya. Allina kemudian melontarkan caci maki dan rutukan kepada Morgan, tapi Morgan tak peduli.Dia tinggalkan pusat pelatihannya Allina itu. Sempat dia
Baca selengkapnya

Ancaman Martin dan Balasan Morgan

“Sudah kuduga! Instingku memang tak pernah salah! Kau ini orang bejat! Tak pantas orang sepertimu menjadi pemilik rumah sakit ini!”Martin mengatakannya sambil mengarahkan kamera ponselnya ke arah Morgan, merekam apa yang sedang dilakukan Morgan pada pasien.“Luar biasa! Bahkan setelah aku merekammu seperti ini pun, kau masih saja melecehkan pasien! Bisa-bisanya orang bejat sepertimu menjadi pemilik rumah sakit ini!” hardiknya lagi.Memang, saat ini, Morgan masih menempelkan telapak tangannya di dada Melisa. Dia melakukan itu karena proses pengobatan belum selesai.Tapi dia sadar, dia harus memikirkan apa yang dikatakan Martin barusan. Martin tentu tidak akan berhenti di tahap merekam apa yang tengah dilakukannya ini. Dia bisa saja memviralkan video rekamannya itu dan menyudutkan Morgan sebagai seorang pelaku pelecehan seksual terhadap pasien di Rumah Sakit P.Itu sama sekali bukan hal baik. Akan sangat merepotkan jika Martin diberi kesempatan untuk melakukannya.“Mampus kau! Akan kuk
Baca selengkapnya

Perbedaan Kekuatan yang Terlalu Jauh

“Cepat keluar kau, Jalang! Jangan kau kira kami tak berani mendobrak pintu!”Pria kekar di depan pintu unit apartemennya Vivi itu berteriak sambil kembali menggedor-gedor pintu tersebut.Tentu saja, orang-orang yang menghuni unit-unit apartemen di kiri dan kanan unitnya Vivi, bahkan di satu lorong itu, sudah tahu apa yang terjadi. Tapi mereka tak berani melakukan apa pun.Si pria kekar itu tidak sendiri. Bersamanya ada dua pria kekar lain, satu membawa alat bor dan satu lagi membawa gergaji mesin.Sebelumnya mereka telah melumpuhkan satpam-satpam yang bertugas di depan.“Cepat keluar, Wanita Sialan! Tak usah berharap akan ada yang datang untuk menolongmu! Kalau kau tak juga keluar dalam satu menit, akan kami hancurkan pintumu ini!” ancam pria yang sama.Di dalam unit, Vivi berlindung di dalam kamar mandi sambil memegangi lututnya yang gemetaran.Bukan hanya lututnya yang gemetaran, tapi seluruh tubuhnya.Gigi-giginya bahkan bergemeretak, seolah-olah dia sedang sangat kedinginan.“M-M-
Baca selengkapnya

Hukuman Apa yang Pantas untuk Mereka Berempat?

Si pria kekar yang dipanggil Bos itu muntah darah. Kedua matanya seperti akan terloncat dari tempatnya.Setelah itu, Morgan menendangnya hingga tubuhnya terlempar beberapa belas meter dan sempat berguling-guling di lorong sebelum akhirnya berhenti.Dia tak bergerak lagi. Tapi dia belum mati. Morgan sengaja membiarkan pria itu hidup untuk menanyainya nanti.Sekarang, Morgan mengarahkan matanya ke pintu unit apartemennya Vivi.Dia ketuk pintu itu dua kali, memastikan kalau ketukannya cukup pelan tapi akan terdengar oleh Vivi yang diduganya sedang bersembunyi ketakutan.“Bukalah. Semua sudah kuatasi. Sekarang kau aman,” kata Morgan lantang.Sejenak kemudian dia mendengar bebunyian dari dalam. Tapi sebelum pintu di hadapannya itu terbuka, yang duluan terbuka malah pintu unit apartemen di samping kiri unitnya Vivi.Morgan menoleh, mendapati seorang wanita sedang mengintip dengan wajah ketakutan di balik pintu.Mata wanita itu membulat saat melihat sosok Martin yang tergeletak bersimbah dar
Baca selengkapnya

Kemenangan Telak, Kepuasan Mutlak

Di tempat pembuangan sampah, di pinggiran Kota HK, menjelang pagi.Morgan berdiri bersandar di mobilnya, sambil mengarahkan kamera ponselnya ke empat orang yang sedang mengangkut sampah-sampah ke truk.Ya, mereka adalah Martin dan ketiga pria kekar suruhannya itu.“Ayo kerja lebih cepat! Itu pun kalau kalian mau cepat-cepat pulang,” ucap Morgan, terkekeh.Inilah hukuman yang tadi diputuskan oleh Vivi. Morgan sendiri merekam aktivitas mereka ini atas inisiatifnya sendiri. Dengan begini dia bisa lebih menekan mereka untuk tidak lagi berulah di kemudian hari.Sadar kalau Morgan sedang merekam apa yang tengah dilakukannya, Martin mendengus kesal dan melirik Morgan sebentar.Hanya itu yang berani dia lakukan. Lebih dari itu, dia malah bisa mendapatkan hukuman tambahan; bisa jadi sesuatu yang lebih memalukan dan menjijikkan lagi.Ini saja sudah benar-benar memalukan dan menjijikkan baginya. Dia, seorang pria terhormat yang merupakan anggota Dewan Komisaris Rumah Sakit P, harus memunguti pla
Baca selengkapnya

Morgan Salah Mengambil Keputusan?

Morgan baru saja memasuki lobi Rumah Sakit P. Tadi dia langsung meluncur ke situ setelah menelepon Agnes, memastikan seperti apa situasi ibu mertuanya saat ini.‘Kenapa jadi begini? Apa aku salah telah mempercepat pemulihannya?’ pikir Morgan, sambil menuju ke ruang rawat inapnya Melisa.Ibu mertuanya itu memang siuman pagi ini sesuai perkiraannya. Tapi, berseberangan dengan kondisi fisiknya yang membaik dengan cepat, kondisi psikisnya sepertinya masih sangat buruk.Morgan memang seorang tabib jenius yang bisa menyembuhkan nyaris semua penyakit fisik. Tapi, jika sudah bicara soal penyakit psikis, itu beda lagi.Dia bukan orang yang profesional di bidang itu.Morgan membuka pintu ruang rawat inapnya Melisa, mendapati Melisa terbaring tenang dengan mata terpejam.Agnes duduk di samping Melisa dan terlihat khawatir. Seorang perawat juga berada di situ. Dia mengangguk hormat kepada Morgan.“Bagaimana kondisi Mama? Apa yang sebenarnya terjadi tadi?” tanya Morgan, menutupi pintu berjalan men
Baca selengkapnya

Siapa Pelaku Hipnosis yang Sebenarnya?

Orang-orang di kantin terkejut dengan apa yang dilakukan Morgan.Morgan sendiri sama. Baru saja tubuhnya bergerak dengan sendirinya. Dia seakan-akan kehilangan kontrol atas tubuhnya sendiri.Dan sementara dia menyadari hal itu, tubuhnya kembali bergerak dengan sendirinya.Kali ini, dia ambil kursi-kursi yang terpasang pada meja tadi dan membantingnya ke lantai.Kaki kursi-kursi itu patah. Orang-orang berteriak histeris, menjauh dari Morgan yang mengamuk.Ini kali pertama Morgan mengalami sesuatu seperti ini. Dia masih sadar, sepenuhnya menyadari apa dilakukannya, tapi yang melakukan hal itu bukanlah dirinya melainkan sosok lain yang telah mengambil alih tubuhnya.Ini tak bisa dibiarkan. Sebelum si pengambil alih tubuhnya itu berbuat lebih jauh, Morgan harus melakukan sesuatu.Dan yang terpikirkan olehnya adalah membangkitkan energi murninya. Untunglah dia masih bisa melakukan itu sebab dia masih bisa menarik-embuskan napas seperti biasanya.Seiring bangkit dan menyebarnya energi murni
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1617181920
...
31
DMCA.com Protection Status