Home / Urban / Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang / Chapter 151 - Chapter 160

All Chapters of Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang: Chapter 151 - Chapter 160

302 Chapters

Kekuatan Morgan yang Sebenarnya

Pukulan Morgan yang penuh tenaga membuat si ninja kedua terlempar menghantam pintu depan rumah, nyaris mendobraknya.Si ninja kedua ambruk, jatuh menelungkup di lantai teras. Tak ada tanda-tanda dia akan bergerak dalam waktu cepat.“Ukh…”Morgan sendiri muntah darah. Meski sempat menggeser tubuhnya sedikit, katana si ninja kedua tetap menancap di perutnya dan tembus ke punggung.Sambil menyeringai menahan nyeri Morgan menarik katana itu ke depan dan bersiap mengayunkannya sambil balik badan, menghalau serangan yang dilancarkan si ninja pertama.Trang!Slash!Semua itu terjadi dalam waktu yang sangat cepat.Morgan dan si ninja pertama sempat terdiam mematung saling memunggungi dalam jarak tiga meter.Lalu, si ninja pertama pun ambruk, jatuh menelungkup. Darah terlihat menggenang di sekitar perutnya.“Ukh…”Morgan kembali muntah darah. Dia mulai sempoyonan, sulit menjaga keseimbangannya.Pandangannya pun mulai kabur seiring makin kuatnya denyutan mengganggu di kepalanya.Dia curiga, kat
Read more

Permainan Panas Berlanjut

Lenguhan Agnes membuat hasrat liar Morgan semakin kuat. Dia pun mengeluarkan buah dada Agnes yang satunya lagi, meremas-remasnya dengan kuat.Agnes menggelinjang, mengeluh dan mengerang. Ini adalah pertama kalinya tubuhnya dijamah oleh pria dalam keadaan dia sadar.Dan, rupanya, lambat-laun dia mulai menikmatinya.Sebenarnya aktivitas ranjang yang sedang mereka lakukan ini mestinya hal biasa. Mereka toh pasangan suami-istri.Tapi, seperti pernah dijelaskan dulu-dulu, Agnes dan Morgan belum pernah berhubungan badan sekali pun. Bahkan melakukan kontak fisik yang intens seperti ini pun mereka belum pernah.Ini benar-benar kali pertama bagi mereka. Dan, sejauh ini, Morgan tak terlihat akan berhenti. Dia justru mendorong tubuh Agnes sehingga istrinya itu kini terbaring menelentang, di hadapannya.Mata mereka bertemu, bergerak-gerak seperti tengah saling membaca isi kepala masing-masing.Lalu Morgan menciumi Agnes lagi, melumat bibirnya yang merekah itu sambil memainkan lidah.Di saat yang
Read more

Apa yang Membuat Agnes Kesal?

Morgan mengerutkan kening. Di luar dugaan? Apa maksudnya itu?“Ya sudah kirimkan videonya. Bisa, kan? Atau aku harus ke sana sekarang?”[Tak perlu, Dewa Perang. Akan saya kirimkan potongan videonya sebentar lagi. Mohon ditunggu.]“Oke.”Panggilan diakhiri. Sambil menunggu kiriman video dari Kris, Morgan berjalan menghampiri Agnes yang masih berdiri di dekat pintu.“Agnes, tunggulah dulu. Jangan pulang sekarang. Atau kalaupun kau mau pulang sekarang, aku akan mengantarmu,” kata Morgan.“Tak usah. Aku bisa pulang sendiri. Toh aku bawa mobil. Kalau kau mengantarku, lantas nanti kau pulang naik apa? Taksi online?” balas Agnes.Itu ada benarnya juga. Morgan lupa kalau Agnes dan Allina datang ke sini dengan mobil istrinya.“Kau benar-benar harus pulang sekarang jua?” tanya Morgan, mukanya memelas.“Iya. Lebih cepat aku pulang, lebih baik,” jawab Agnes.Tanpa menunggu Morgan mengatakan apa pun lagi, Agnes melangkah keluar.Dan, seperti yang bisa ditebak, dia tak mengajak Allina untuk pulang
Read more

Tubuh Seksi Allina

Hening sesaat. Morgan dan Allina saling menatap dalam diam.“Allina, kau jangan—”“Jangan mengingkari hasrat liarmu itu, Morgan. Kau pria dewasa. Kau tentu memiliki itu. Dan saat ini, dikarenakan permainan kalian yang tak tuntas tadi, hasrat liarmu itu pasti masih hidup, kan? Saat ini dia mungkin berdenyut-denyut seperti jantungmu,” potong Allina.Sementara dia mengatakannya, dia dekatkan lagi tubuhnya ke tubuh Morgan, hingga Morgan bisa mencium aroma memabukkan yang menguar dari leher Allina.Dan, seperti baru saja dikatakan wanita itu, Morgan memang mendapati hasrat liarnya masih hidup, bahkan kini meletup-letup.Menyadari ini, Allina meraih tangan kiri Morgan dan menempelkannya di buah dadanya yang kanan.“Remaslah, seperti kau meremas milik istrimu tadi,” kata Allina, dengan nada bicara yang nakal.Morgan merasakan betapa kencangnya buah dada wanita di hadapannya ini, berbeda dengan buah dada istrinya yang lebih ke empuk.Mungkin itu karena Allina rutin melakukan latihan fisik. Da
Read more

Akankah Morgan Menyerah

Morgan tak pernah menyangka Allina bisa seagresif ini.Hubungan mereka selama ini sebatas pertemanan saja. Di antara mereka pun tak pernah ada kontak fisik yang bagaimana-bagaimana.Tapi sekarang, di hadapan Morgan, buah dada Allina yang bulat dan kenyal itu terpampang, dan Morgan bisa melihat putingnya yang sudah berdiri.“Ayo, Morgan, hisaplah! Aku tahu kau menginginkannya” desak Allina.Morgan menelan ludah. Allina benar. Kalau mau jujur sebenarnya dia memang menginginkannya. Batangnya sudah benar-benar keras dia sudah ingin menikmati hidangan lezat di hadapannya itu.Satu-satunya hal yang menahannya adalah sikapnya yang telah dia tunjukkan kepada Allina sejak tadi.Morgan dan Allina hanya berteman. Dan dia bukan tipe pria yang bisa berhubungan badan dengan wanita mana pun lantas menganggap hal itu tak pernah terjadi.Morgan orang yang setia. Dan jika soal berhubungan badan atau kontak fisik yang intens dalam bentuk lainnya, dia hanya ingin melakukannya dengan istrinya.Tapi di sis
Read more

Dua Perampok Bodoh

Si pria yang tengah membekap dan mendorong si pegawai minimarket itu langkahnya terhenti. Dia menoleh menatap Morgan.Dari caranya menatap Morgan, terlihat bahwa dia tak menyangka akan ada pelanggan di pagi buta seperti ini.“Cepat lepaskan dia!” desak Morgan lagi.Apa pun yang akan dilakukan si pria dengan penutup kepala itu pada si wanita pegawai minimarket, pastilah itu sesuatu yang buruk. Morgan yakin itu.Zashhh!Insting Morgan bekerja, memberitahunya kalau ada serangan yang datang dari belakang.Dengan cepat dia memutar badannya sembilan puluh derajat, mengangkat tangannya yang kanan untuk menangkis serangan itu.Rupanya ada pria lain yang juga mengenakan penutup kepala, dan sia pria lain ini mencoba menghantamkan linggis ke kepala Morgan.Trang!Klontang! Klontang!Kalau saja Morgan tak refleks mengaktifkan perisai tak kasat matanya, bukan si linggis yang patah melainkan tulang lengannya.Si pria yang memegang linggis itu tercengang.Bagaimana bisa linggis itu patah saat dihant
Read more

Apa yang Kau Rencanakan, Ethan Weiss?

Suhu ruangan mendadak turun beberapa derajat. Si pria yang memegang linggis itu tak bisa bergerak. Dia melihat Morgan berjalan ke arahnya dengan mata yang dingin.Mata itu, seperti mata seekor pemangsa yang sedang menghampiri mangsa yang telah dilumpuhkannya.Susah-payah, pria yang memakai penutup kepala itu mengangkat tangannya yang memegang linggis. Dia tahu Morgan akan melakukan sesuatu yang buruk padanya.Tapi baru juga tangannya itu mulai terangkat, Morgan yang sudah berdiri di hadapannya langsung menendang tangannya itu.Klontang!!Linggis itu pun terlempar hingga ke dekat pintu masuk minimarket.“Aku tak tahu apa niat kalian sebenarnya, tapi kalian telah melakukan tindakan kriminal, dan kalian harus menerima akibatnya,” kata Morgan.“Tapi tenang saja. Aku tak akan membunuh kalian. Setidaknya kalian masih akan bisa bernapas,” sambungnya.Morgan lantas meninju pria di hadapannya itu tepat di perutnya.Bugh!!Bruakkk!!Pria itu terlempar jauh, menghantam sebuah rak berisi alat-ala
Read more

Birokrasi yang Menyebalkan

Morgan tiba di kantor pusat Weistermann Group di Kota KL. Gedung kantor ini benar-benar besar, seakan-akan menunjukkan status sosial si pemiliknya. Saat Morgan akan memasukkan mobilnya ke area gedung, seorang satpam keluar dari posnya, menghampiri mobil Morgan dengan tatapan curiga. "Ada keperluan apa?" tanya si satpam, tak ramah. Dia telah bekerja di situ selama sepuluh tahun, dan dia hapal betul siapa-siapa saja karyawan Weistermann Group yang berkantor di situ. BDan Morgan jelas bukan salah satunya. "Aku mau bertemu Ethan Weiss. Biarkan aku masuk," ucap Morgan. Dugaan si satpam benar. Orang ini bukan karyawan Weistermann Group. Dan dia tak senang dengan sikap angkuh pria yang dikenalnya ini. "Kau sudah punya janji dengan Tuan Ethan? Beliau bukan orang yang bisa ditemui begitu saja," kata si satpam. Morgan berdecak kesal. "Aku baru saja meneleponnya lima menit yang lalu. Sekarang biarkan aku masuk. Aku tak punya banyak waktu!" desak Morgan. Si satpam semakin kesal. Sorot
Read more

Tawaran Berdamai dan Pertaruhan Ethan

Morgan membanting Carl dengan keras sampai-sampai Carl muntah darah. Morgan sudah kehilangan banyak waktu. Dia harus mengatasi Carl secepatnya. "Di lantai berapa ruangannya Ethan Weiss berada? Katakan!" desak Morgan, menekan kepala Carl dengan telapak tangannya. "A-a-ampun!"Ketakutan terpancar jelas dari mata Carl. Dia seperti dibayang-bayangi kematiannya sendiri. "Cepat katakan di lantai berapa ruangan Ethan Weiss!" bentak Morgan. "Lantai 11," jawab Carl cepat. Morgan pun menarik tangannya dan berdiri. Sebenarnya bisa saja dia menendang Carl, toh pria itu pantas mendapatkannya.Tapi, saat ini fokusnya bukan itu. Dia pun melangkahi Carl yang terbaring menelungkup itu, meninggalkan Carl di ruangannya. ... Di lantai 11, di ruangan Presdir Weistermann Group. "Apa kau bilang? Dia menghajarmu?"[Betul, Tuan Ethan. Mohon Anda berhati-hati. Dia orang yang berbahaya.]Ethan tahu Morgan orang yang kuat. Sekilas melihatnya saja dia bisa memastikan itu. Dan bukan hanya kuat, Morgan
Read more

Menguji Kesabaran Ethan

Morgan mengemudikan mobilnya di belakang mobil limosin milik Ethan Weiss. Dia mengikuti ke mana limosin itu menuju.Sejak bertolak dari kantor pusat Weistermann Group tadi, dia terus bertanya-tanya apa yang kira-kira direncanakan Ethan Weiss kini.Tapi dia sempat mencoba menguping isi percakapan Ethan dengan Bram yang meneleponnya.Siapa pun yang dimaksudnya tadi dengan "mereka", orang-orang itu telah diminta Ethan menuju ke rumahnya.Bisa jadi ini ada kaitannya dengan apa yang akan dilakukan Morgan.Mereka kini mulai memasuki area kediaman Keluarga Weiss yang sangat luas. Pintu gerbangnya saja begitu tinggi, seakan-akan ini adalah benteng atau kastil.Morgan melajukan mobilnya dengan pelan, mengekor si limosin ke mana pun ia melaju.Ketika akhirnya mereka berhenti, Ethan Weiss turun terlebih dahulu dari limosinnya, barulah Morgan ikut turun."Jonathan ada di kamarnya. Kau ikut aku ke sana," kata Ethan Weiss.Morgan mengangguk. Dia mengunci mobil dan berjalan menaiki anak-anak tangga.
Read more
PREV
1
...
1415161718
...
31
DMCA.com Protection Status