Home / Urban / Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang / Kekuatan yang Tak Terbayangkan

Share

Kekuatan yang Tak Terbayangkan

Author: Mr. K
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Saat Morgan dan Kris memasuki komplek Apartemen X tadi, dua penjaga yang mengecek mobil mengamati mereka dengan curiga.

Namun, mereka berdua dibiarkan masuk. Itu semua berkat topeng khusus yang dikenakan Morgan. Dia jadi terlihat seperti orang lain. Jauh dari wajah aslinya.

Dan kini Morgan melepaskan topengnya itu. Sebuah ledakan terjadi tak jauh di belakang mobil yang mereka kendarai, yang berarti satu hal: dia sudah ketahuan.

Tak ada gunanya lagi mengenakan topeng tersebut.

Kris membawa mobil ke area parkir di basement. Tujuannya adalah menghindari mobil berada di area terbuka yang akan membuat mereka menjadi sasaran empuk.

Yang baru saja digunakan orang yang menyerang mereka bukan lagi senapan atau pistol, melainkan roket.

Tentu saja ledakan sekeras itu akan membuat para penghuni apartemen panik. Dan sebagian memang panik, apalagi bunyi alarm terdengar nyaring.

Namun, karena kebanyakan orang yang menghuni apartemen ini adalah anak-anak buahnya Revano, mereka tenang-tenang saja. Jus
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Revano Memohon Ampun

    Revano dan si pria berkaos singlet hitam mematung menatap Morgan. Satu detik yang lalu Morgan ada di bawah. Sekarang, tiba-tiba, dia ada di situ. Dia melompati lima lantai dalam satu loncatan? "Kau yang bernama Revano?" tanya Morgan, berdiri tegap dan menatap Revano sambil mengangkat dagunya. "Apa pun yang hendak kau lakukan padaku, lebih baik kau batalkan saat kau masih punya waktu. Sebentar lagi pasukanku tiba dan di situlah waktumu habis," sambungnya. Si pria bersinglet hitam tersadar dari ketercengangannya. Dia langsung mengeluarkan pistolnya dan menembak Morgan tepat di kepala. Sesaat, dia berpikir peluru itu akan menembus kepala Morgan, atau setidaknya bersarang di tengkoraknya. Tapi bukan itu yang terjadi. Peluru itu tiba-tiba saja berganti arah tiga puluh derajat ke kiri. Si pria bersinglet hitam melihat lubang di dinding yang diakibatkan oleh peluru tersebut. "Aku masih berbaik hati. Kalau aku mau, kalian bisa kuhabisi dalam satu detik!" ancam Morgan. Setelah apa yang

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Tatapan Sinis Agnes

    Selama beberapa detik kemudian, mata Morgan masih tertuju pada buah dada Gaby yang menggelantung itu.Buah dada itu tampak kenyal dan berisi. Naluri Morgan sebagai lelaki membuatnya membayangkan tangannya meremas-remas keduanya dan mamainkan putingnya.Dan kemudian…Plak!Gaby menampar Morgan dan berdiri sambil melilitkan kembali handuk itu ke tubuhnya, menutupi kedua buah dadanya.“Kurang ajar kau! Berani-beraninya kau berpikir melakukan hal yang tidak-tidak padaku!” semprot Gaby.Morgan mengerutkan kening. “Maksudmu? Memangnya apa yang barusan kupikirkan?”“Alah, tak usah mengelak! Aku bisa melihat itu dengan jelas di kedua matamu. Dasar pria hidung belang! Jangan harap kau bisa mewujudkan fantasimu padaku!” balas Gaby, lalu berjalan meninggalkan Morgan.Menumpukan kedua tangannya di lantai yang dingin, Morgan menggeleng-gelengkan kepala.Apakah fantasi liarnya barusan itu sejelas itu terlihat di sorot matanya? Apakah barusan itu, di mata Gaby, dia benar-benar terlihat seperti seora

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Mendampingi Melisa ke Psikolog

    Setibanya mereka di kamar yang dituju, mereka mendapati kamar itu berantakan.Melisa sudah bangun tapi dia masih di kasur. Benda-benda yang semula berada dalam jangkauannya telah dia lempar-lempar. Ada pecahan kaca di dekat pintu, bekas gelas yang semula berada di nakas di dekat kasur.“Aw!!” Agnes melangkah masuk dengan ceroboh, menginjak pecahan kaca tersebut.Morgan yang menyadari itu langsung memangku istrinya, membuat Agnes kaget.Morgan sendiri melangkah melewati pecahan kaca itu, menurunkan istrinya dari pangkuannya saat mereka sudah cukup dekat ke kasur.Sebab mereka sedang fokus pada Melisa, Agnes belum mengurusi telapak kakinya yang terluka. Melisa sendiri saat ini sedang duduk meringkuk sambil membenamkan wajahnya ke paha. Dia tampak mencengkeram rambutnya.“Mama, ini aku, Agnes. Mama aman sekarang,” kata Agnes, mencoba menenangkan Melisa sambil mengelus-elus rambut ibunya itu.Sesekali dia meringis tapi menahan diri supaya tak mengeluarkan bunyi apa pun. Morgan yang menyad

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Insiden Lainnya di Bar

    Seorang wanita yang mengaku-ngaku polisi? Morgan langsung teringat si polwan yang dia minta ditugaskan sebagai mata-mata di bar itu. Morgan pun berdiri, berjalan mendekati jendela. Dia memberi isyarat kepada Agnes kalau dia akan menelepon seseorang dulu. Tak lama kemudian, Gaby menjawab panggilannya. “Dia sendirian? Atau ada orang lain bersamanya?” [Sendirian. Dia datang dengan sepeda motor. Apa kau mengenalnya?] “Tidak juga, tapi kupikir aku tahu orang yang kau maksud. Bilang saja padanya kalau aku sedang bekerja. Tapi, tak perlu kau jelaskan aku kerja di mana.” [Oke. Itu saja?] “Ya. Kalau dia masih tanya-tanya soal aku, minta dia menghubungiku saja. Mestinya dia menyimpan nomorku.” [Oke.] Percakapan berakhir. Morgan kembali ke tempat duduknya tadi. “Ada apa?” tanya Agnes. “Ada yang datang ke rumah mencariku,” jawab Morgan. “Siapa? Ada masalah lagi?” Agnes menatap Morgan dengan cemas. Morgan balas menatapnya, memberinya senyum yang teduh. “Tenang saja, Sayangku. Dia hany

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Gertakan Putra Wakil Presiden

    Dari melihat penampilan pria itu yang necis, orang-orang di bar sudah bisa menebak kalau dia bukan orang biasa.Tapi mereka terkejut saat mendengar pengakuan pria itu. Siapa sangka, putra seorang wakil presiden mengunjungi bar di kota kecil seperti Kota NZ.Morgan sendiri terdiam. Ditatapnya pria itu yang kini bangkit berdiri. Dia sudah berkali-kali berhadapan dengan orang pongah seperti ini. Gertakan seperti tak berarti apa pun baginya.Reynold, si putra wakil presiden itu, salah memahami diamnya Morgan. Dia pikir, Morgan akhirnya menyadari kalau dia dalam bahaya.Bagaimana tidak? Dia baru saja menampar anak wakil presiden.“Tahu sekarang kesalahanmu, hah? Cepat berlutut meminta maaf! Aku masih beri kau satu kesempatan. Mudah saja bagiku untuk menyeretmu ke penjara. Cepat lakukan!” desaknya.Orang-orang mengarahkan matanya pada Morgan dan Reynold, sambil bertanya-tanya apa yang akan terjadi selanjutnya.Si bartender sendiri, yang kini sudah mulai mengelap gelas-gelas lagi, sesekali m

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Membuat Manajer Bar Tak Berkutik

    Jason, manajer bar yang bertanggung jawab atas para hostess, menatap Vanessa dengan muka tak senang. Setelah itu dia menatap Morgan. Sorot matanya memancarkan permusuhan.“Apa maksudnya ini? Apakah di bar ini pelanggan yang sedang dilayani bisa diganggu seperti ini?” ucap Morgan.Vanessa menatap Morgan sambil tersenyum tipis. Dia tak menyangka Morgan cepat juga membaca situasi. Dia sedang bertingkah seolah-olah dia memang tamu VIP bar yang sedang dilayani oleh Vanessa.“Aku sedang melayani tamu, Jason. Bisa kita bicara nanti saja?” sindir Vanessa.Jason mendengus. Ditatapnya lagi Morgan dari ujung rambut hingga ujung kaki.“Tamu katamu? Sejak kapan tamu VIP kita berpenampilan sebiasa ini? Aku curiga nanti dia tak akan sanggup membayar. Kau membuang-buang waktumu dengan melayani orang seperti ini!” kata Jason.Morgan menatapnya tajam. Satu lagi orang yang menilai dia dari penampilannya. Mengapa orang-orang seperti ini begitu banyak? Tidak bisakah mereka semua dimusnahkan saja dari duni

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Si Gundul Meminta Ampun

    Si gundul menghantamkan tinjunya ke perut Morgan.Orang-orang di bar terdiam dengan mata membulat. Mereka mengira Morgan akan muntah darah dan ambruk.Tapi, bukan itu yang terjadi. Morgan masih berdiri tegap seperti semula. Dia tak bergeser sedikit pun.Si gundul, menyadari ada yang tak beres, menatap Morgan dengan kerutan di kening.“Kau sudah selesai?” tanya Morgan, balas menatap si gundul dan mulai memelintir tangan kanan si gundul.“Arghhh!” si gundul mengerang.Sekejap kemudian Morgan membantingnya ke lantai.Brukk!Orang-orang di bar melongo. Apa yang terjadi ini benar-benar di luar bayangan mereka.Tak seorang pun dari mereka berpikir Morgan bisa menjatuhkan pria gempal yang badannya hampir dua kali lebih tebal darinya.Dan bukan hanya itu, kini Morgan membuat si gundul gempal itu tak berkutik. Tangannya yang kanan menekan kepala si gundul sementara tangannya yang kiri menarik tangan kanan si gundul ke atas.“A-ampun! Ampuuuuun!” teriak si gundul.“Sekarang kau minta ampun, hah

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Tepuk Tangan Meriah untuk Morgan

    Reynold ambruk. Dia langsung pingsan saat itu juga. Si Gundul meninjunya tepat di ulu hati.“Aku sudah menghajarnya. Sekarang, biarkan kami pergi,” kata si gundul, menoleh menatap Morgan.Morgan mengangguk. “Bawalah dia bersama kalian,” katanya.Si gundul pun meminta anak-anak buahnya untuk membopong Reynold keluar bar. Dia sendiri baru keluar setelah menatap Morgan beberapa lama dan mengangguk.Ketegangan itu akhirnya sirna. Para pengunjung bar, juga si bartender dan karyawan-karyawan bar yang lain, kini bisa bernapas lega.Cukup mengherankan bahwa tak ada kerusakan yang terjadi, mengingat di kesempatan-kesempatan sebelumnya, setiap kali ada orang-orang yang mengacau di sini pastilah ada meja-meja atau kursi-kursi yang rusak.Dan pandangan semua orang kini tertuju kepada Morgan. Harus mereka akui, sosok Morgan menjadi kunci dari perginya para pengacau itu tanpa sempat membuat kerusakan.Diam-diam, mereka yang semula sempat mengira Morgan akan habis itu kini menatapnya dengan penuh ke

Latest chapter

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Tak Belajar dari Kesalahan

    Kulit muka Orkan seketika pucat. Dia seperti orang yang baru saja melihat hantu.Dan, sebelum sempat dia melepaskan tembakan lagi, Morgan sudah menerjang ke arahnya, melesakkan tinju yang menghantam pipi kirinya.“Ugh!”Sang jenderal itu terlempar dan berguling-guling di lantai. Keempat jenderal lain terkesiap. Muka mereka sama pucatnya dengan Orkan.“K-kau… s-siapa kau, Bangsat?!!” tanya Bamby dengan nada tinggi.Morgan memutar lehernya dengan pelan, menatap Bamby dengan tatapan yang menikam.“J-jangan berani-berani mendekat! Jangan mendekat atau kutembak!!” gertak Bamby sambil menodongkan pistolnya.Ketiga jenderal lain pun menodonkan pistol mereka ke arah Morgan.Morgan menatap mereka satu per satu, lalu terkekeh.“Sungguh menggelikan. Seperti inikah jenderal-jenderal tertinggi di negeri ini? Kalian membikin malu institusi militer di negeri ini!” kata Tony.“Anjing! Berani-beraninya kau menghina kami! Mulutmu itu harus dijahit!” bentak Gary.“Kau telah mengambil langkah yang salah

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Tawaran untuk Membelot

    Orkan sesaat terdiam. Dia tak mengenal orang ini, tapi apa yang barusan diucapkannya seolah-olah menunjukkan kalau orang ini tahu siapa dia.“Siapa kau? Siapa yang membawamu ke sini?” tanya Orkan tegas.Morgan tersenyum mencemooh. “Siapa yang membawaku ke sini? Pertanyaan macam apa itu? Tentu saja aku sendiri. Memangnya kau melihat ada orang lain yang bersamaku saat ini?” ledeknya.Orkan mendengus. Dia tidak tahu siapa orang ini sebenarnya, tapi dia pastikan dia akan memberinya pelajaran.“Siapa itu, Orkan? Informanmu?” tanya Bamby.“Bukan. Aku tak tahu orang ini siapa,” jawab Orkan.“Hah? Maksudmu?”Orkan hendak keluar dan mengatasi pria tak dikenal yang mengaku-ngaku Dewa Perang ini sendirian, tapi dia kalah cepat.Si pria tak dikenal, yang tak lain adalah Morgan, mendoorng pintu dan memaksa masuk. Kini Bamby dan yang lainnya pun bisa melihatnya.“Halo, para Jenderal. Sedang apa kalian berkumpul di sini? Membahas rencana kudeta?” seloroh Morgan.Saat itu juga, raut muka keempat jend

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Berkumpulnya Lima Jenderal

    “Kau Sang Dewa Perang?” tanya Bernard, menatap Morgan tak percaya.Lagi-lagi Morgan hanya mengangkat alisnya dan tersenyum miring. Bernard pun jadi kesal.“Yudha, apa maksudnya ini? Kalau ini guyonan, sungguh ini guyonan yang buruk. Kau pikir aku percaya si anak muda yang songong ini adalah Sang Dewa Perang?” tanya Bernard sambil menatap Yudha.“Ini bukan guyonan, Bernard. Morgan memang Sang Dewa Perang,” jawab Yudha.“Apa? Jadi ini serius?”“Ya, tentu saja. Kau pikir aku akan begitu saja mengabdikan diriku pada sosok lain di militer selain Sang Dewa Perang?”Bernard menatap Yudha dengan alis hampir menyatu di tengah.Yang dikatakan Yudha itu masuk akal. Untuk apa juga dia begitu hormat dan percaya kepada seorang anak muda jika bukan karena si anak muda ini sesungguhnya sosok yang spesial.Tapi, benarkah Morgan rupanya sespesial itu?Bernard kembali menatap Morgan, memandangi wajahnya, mengamati gerak-geriknya.Dia memang belum pernah bertemu dengan Sang Dewa Perang. Selama ini dia me

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Morgan adalah Sang Dewa Perang

    Morgan membawa Bernard ke markas militer Kota HK. Di sana, sudah menunggu Kris dan Yudha.Bernard sebenarnya bertanya-tanya untuk apa Morgan membawanya ke sana, tapi dia tek mengutarakannya.Ini kali pertamanya dia memasuki markas militer Kota HK yang berada dalam tanggung jawabnya Yudha. Dia sepenuhnya waspada, berjaga-jaga kalau-kalau Morgan tiba-tiba menjerumuskannya ke dalam bahaya.“Tenang saja, Jenderal. Kau sekarang bagian dari kami. Di sini kau aman,” kata Morgan sambil tersenyum miring, seakan mendengar apa yang digumamkan Bernard di dalam kepalanya.Bernard hanya membalas dengan lirikan kesal. Dia arahkan lagi matanya ke luar jendela, mengamati apa-apa yang ada di markas militer tersebut.Tak lama kemudian, mereka berdua berjalan ke ruangan tempat Morgan biasa bertemu dengan Kris dan Yudha untuk menyusun strategi.“Dari gerak-gerikmu, sepertinya kau sudah terbiasa ke sini. Tadi saja di depan tentara-tentara itu membiarkanmu masuk begitu saja tanpa kau perlu menunjukkan muka.

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Bernard Membelot

    “Kenapa? Apa kata-kataku kurang jelas?” tanya Morgan sambil duduk lagi di kursi, menyilangkan kaki dan tersenyum mengejek.Bernard menatapnya dengan benci. Orang ini benar-benar meremehkannya. Ini bukan lagi penghinaan baginya, melainkan lebih dari itu.“Kau ingin aku berada di pihakmu dan melawan para jenderal yang merupakan orang-orang penting di militer saat ini? Apa kau gila?” protes Bernard.Morgan mengangkat bahu, berkata, “Kenapa memangnya? Kau takut? Kau tak punya nyali untuk menentang mereka? Begitu, Jenderal?”Morgan lagi-lagi mengakhiri kata-katanya dengan senyum mengejek. Tak ayal itu membuat Bernard mendengus seperti banteng.“Lagi pula, Jenderal, bukankah aku yang memenangkan taruhan? Dan bukankah tadi kau bilang kalau ucapanmu bisa dipegang karena itu bagian dari prinsipmu?” sindir Morgan.Bernard kembali mendengus. Kebencian di matanya itu menyala-nyala. Tangan kanannya yang baru saja disembuhkan Morgan itu kini terkepal.Morgan menyadari betul apa yang dirasakan Berna

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Menaklukkan Bernard

    Morgan melangkah tenang sementara Bernard mundur dengan mata membulat. "Kenapa, Jenderal? Kau seperti sedang melihat hantu saja," sindir Morgan. "Kau! Apa yang kau lakukan pada Matthew?!" Bernard menyalak sambil terus mundur menjinjing kopernya. Mengabaikan pertanyaan Bernard, Morgan melirik koper hitam itu. "Sepertinya itu koper istimewa sampai-sampai kau membawanya di saat-saat seperti ini, Jenderal. Aku penasaran apa isinya," ucap Morgan. "Sialan! Jangan main-main kau denganku, ya!!" teriak Bernard, menjatuhkan koper hitamnya lalu mengambil pistol, mengarahkannya pada Morgan. Bernard melakukannya dengan cepat, tetapi Morgan sudah mengantisipasinya. Dengan gerakan yang tak kalah cepat, Morgan memegangi tangan Bernard yang besar lalu memelintirnya. "Arrgghhh!!"Pistol di tangan Bernard itu terjatuh. Morgan menendangnya. Pistol itu bergeser jauh ke belakang Bernard. "Kau tak tahu siapa orang yang kau hadapi, Keparat! Kau tak tahu neraka seperti apa yang akan menantimu kalau k

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Memburu Bernard

    Sebuah drone terbang di langit malam Kota HK, di atas sebuah hotel 12 lantai.Sesekali lampu kecil di bawahnya berkedip-kedip. Dalam setiap kali lampu itu berkedip, sebuah gambar terambil dan terkirim ke pusat pengendali.Drone itu dikendalikan oleh sebuah unit pasukan yang beroperasi tak jauh dari hotel. Mereka adalah tentara-tentara yang dikirim oleh Kris untuk sebuah misi khusu yang sangat rahasia.Setelah foto-foto itu sampai di pusat pengendali, segera mereka diolah dan dikirim ke Morgan.Morgan menerimanya lewat ponselnya. Dengan cara itulah dia memantau gerak-gerik Bernard.Selain gerak-gerik Bernard, Morgan juga memantau apa-apa yang dikatakan Bernard.Drone itu telah menembakkan sesuatu sejak sekitar satu jam yang lalu ke kamar hotel yang ditempati Bernard itu.Sesuatu itu bukan peluru, melainkan alat perekam kecil yang menempel di kusen jendela kamar.Teknologi canggih memungkinkan peluru itu berubah warna sesuai tempat dia menempel, sehingga mustahil bagi Bernard untuk meny

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Kehilangan Besar

    “Siapa ini? Apa yang terjadi pada Matthew?”Bernard menanyakannya dengan nada tinggi. Matanya membulat.[Kau tahu siapa aku, Bernard. Dan sekali lagi kuingatkan: bersiap-siaplah. Selanjutnya kaulah orang yang akan kuburu dan kuhukum.]Tuuut…. tuuut… tuuut…Panggilan diakhiri begitu saja oleh si penelepon.Bernard tahu, orang yang bicara padanya barusan itu adalah Morgan.Pertanyaannya kemudian: apa yang terjadi pada Matthew?Fakta bahwa Morgan meneleponnya dengan menggunakan nomor Matthew menunjukkan kalau saat ini Morgan berada di dekat Matthew, atau dia baru saja mengambil ponselnya Matthew.Matthew tak mungkin meminjamkan ponselnya pada Morgan. Itu artinya, situasi Matthew sedang tidak baik-baik saja. Bernard khawatir Morgan telah menghabisinya.Disamping hubungan pertemanan yang cukup dekat akibat menjalin kerja sama bertahun-tahun dengan Matthew, Bernard melihat Matthew sebagai sosok krusial yang perannya sangat signifikan dalam rencana kudeta mereka.Tanpa Matthew, kudeta itu ta

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Akhir Tragis Matthew

    “Kau! Bagaimana bisa?”Matthew terbelalak. Dagunya seperti akan jatuh.Dia yakin betul kelima peluru tadi bersarang di tubuh Morgan. Lantas, bagaimana bisa Morgan masih bisa berdiri?Bahkan tanpa kelima peluru itu saja, Morgan mestinya sudah lumpuh gara-gara racun yang menyebar di tubuhnya.Dan pertanyaannya itu terjawab saat Matthew menemukan sesuatu yang janggal di tubuh Morgan.Kelima peluru itu memang bersarang di tubuh Morgan, tapi entah kenapa, kini mereka berlima keluar, seperti ada sesuatu yang mendorongnya dari dalam.Peluru-peluru itu pun jatuh ke lantai. Tubuh Morgan sendiri, tepatnya titik-titik di mana peluru itu tadi bersarang, dengan cepat pulih. Tak ada lagi luka atau apa pun.‘Apa maksudnya ini? Apa dia monster?’ pikir Matthew, masih terbelalak.Saat dia menatap wajah Morgan lagi, didapatinya Morgan menyeringai dan menerjangnya.Gerakan Morgan terlalu cepat untuk dia antisipasi. Belum juga dia mengangkat tangannya, Morgan sudah menonjoknya, tepat di muka.Brughhh!Mat

DMCA.com Protection Status