"Turun! Pak Tarmin, turun!!" Dalam kebingungan Pak Tarmin, Mas Raffi menggedor kaca sebelah kanan, dan menyuruh supir itu untuk turun."Jangan, Pak! Biarkan saja," ucapku."Tidak bisa, Bu. Saya tidak bisa membantah Pak Raffi." Pak Tarmin membuka pintu, ia turun dari mobil sesuai perintah bos-nya.Tentu saja, hal itu disambut baik oleh Mas Raffi. Buru-buru dia masuk dan duduk di kursi kemudi."Sayang ... keluar, yuk? Kamu jangan pergi, pliiisss. Bagaimana dengan aku, jika kamu pergi?" Mas Raffi menarik tanganku, tapi aku menepisnya."Ibu, aku minta maaf. Mungkin kejadian ini menyakiti Ibu. Raffi tidak menuduh Ibu, mencuri. Karena Raffi yakin, Ibu tidak akan melakukan itu." Dengan lembutnya, Mas Raffi berbicara pada Ibu. "Sekarang, kita turun dulu, yuk. Kita dinginkan kepala, agar tidak saling menyakiti," lanjut Mas Raffi membujuk kami.Kami saling diam. Mata Mas Raffi melihatku dan Ibu bergantian. Ia mengiba, mengajakku agar ikut dengannya."Turun, Raya. Kamu tidak boleh pergi tanpa
Baca selengkapnya