Semua Bab Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....: Bab 181 - Bab 190

274 Bab

Bab 181 Rasa Haru

"Main sama Rayyan, Mah." Reyhan menjawab dengan gugup pertanyaan ibunya. Tante Miranda mendelik tajam. Dia memegang bahu putranya seraya menatapku tak suka. "Ayo, kita pulang. Ngapain juga, sih kamu jagain anak orang? Buang-buang waktu saja," tutur Tante Miranda. Mendengar ucapan Tante Miranda, hatiku jadi tak enak. Iya, memang tidak seharusnya Reyhan menemani putraku bermain. Namun, aku juga tidak salah di sini. Bahkan tadi aku sudah menolak Reyhan, tapi pria itu kekeh ingin menemani Rayyan. "Mama, kok bicaranya gitu, sih? Aku seneng, kok main sana Rayyan. Lagipula, ini, tuh pelajaran, Mah." Reyhan menjawab ucapan ibunya seraya melirikku yang diam saja. "Pelajaran? Apa maksudmu dengan pelajaran?" "Iyalah, aku sedang belajar jadi ayah.""Alaaah, omong kosong," ujar Tante Miranda sinis. "Ini bukan saatnya belajar jadi ayah, tapi bagaimana caranya kamu segera menikah!"Reyhan nyengir seraya menggaruk tengkuknya. Masih sama. Aku masih diam tidak mau mengeluarkan kata. Apa yang h
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-04-10
Baca selengkapnya

Bab 182 Rayyan Tantrum

"Sayang ... main sama Bunda, ya? Yuk, kita keluar.""Tak au!" jerit Rayyan. "Au Oma!" Aku mengembuskan napas kasar seraya membiarkan putraku yang mengamuk mencari neneknya. Sepuluh menit yang lalu, dia bangun dan mencari keberadaan Mama. Sudah aku katakan seperti yang Mama perintahkan, tapi tetap saja Rayyan menangis ingin Mama datang. Dan aku tidak bisa menenangkannya."Rayyan mau sama Oma?" Aku kembali bicara. "Oke, kita ke Oma, tapi Rayyan-nya diam, ya? Nangisnya berhenti, ya, Nak?" bujukku. "Oma, Nda ...! Oma ....""Iya, kita pergi susul Oma, ya? Ayo, Rayyan-nya sini. Bunda gendong, ya?" Putraku merangkak menghampiri. Kuusap pipinya yang basah oleh air mata, lalu mengecupnya singkat. "Oma ...," ucapnya lagi dengan bibir ditarik ke bawah. Aku menggendong putraku, membawanya keluar dari kamar. Sekarang aku kebingungan. Ke mana harus membawa Rayyan agar dia tidak menangis dan menanyakan Mama? Makanan apa yang harus aku berikan agar dia lupa pada neneknya? Ya Allah ... aku te
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-04-11
Baca selengkapnya

Bab 183 Rayyan Demam

Aku loncat ke kolam renang dengan membawa serta Rayyan. Putraku langsung diam ketika tubuhnya masuk ke dalam air beserta dengan diriku yang memeluknya.Cepat aku berdiri, menyeimbangkan diri agar Rayyan tidak tenggelam. Untunglah, kolam renang ini tak terlalu dalam. Hanya sebatas dada saja. "Yah ... basah. Kita main air, ya?" kataku, mencoba tenang agar Rayyan tidak panik. Putraku menatap lekat seraya tangan mengusap wajahnya yang basah. Kepala dia anggukan, lalu aku menurunkan tubuh putraku perlahan, kemudian menarik tangannya pelan hingga ia mengapung. Demi Tuhan, aku sangat terkejut dan menyesal dengan tindakanku barusan. Entah setan dari mana yang telah membuatku senekad itu, hingga berani loncat tanpa berpikir keselamatan Rayyan. "Ya Allah ... saya kira Mbak Raya jatuhin Rayyan ke kolam. Bibi sampai kaget, denger suara air seperti kejatuhan sesuatu." Bi Marni datang dengan wajah panik, lalu berdiri di pinggir kolam.Aku tersenyum kecil. "Mana mungkin, Bi. Saya bukan orang gil
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-04-11
Baca selengkapnya

Bab 184 Disalahkan Semua Orang

"Mah, jaga bicara." Papa menarik lengan Mama yang menatapku tajam. Masih di tempat semula, aku bergeming dengan mata tak beralih pada Mama. "Maksud Mama, apa?" tanyaku, lalu meneguk ludah dengan kasar. "Bi Marni bilang, tadi kamu ajak Rayyan berenang. Tengah hari!" Mama melotot ke arahku. "Raya, kamu ini ... ah, Mama nggak ngerti dengan jalan pikiranmu! Lihat, akibat ulahmu Rayyan sakit. Demamnya tinggi, sampai tiga puluh sembilan derajat.""Mama berhenti. Tolong diam, Papa lagi meriksa Rayyan." "Mama gak bisa diam kalau menyangkut Rayyan, Papa. Mama—""Keluar. Kalian semua, keluar!" Pelan, tapi menekan. Papa menggiring Mama, Bi Marni dan juga aku keluar dari kamar Rayyan. Ayah mertua menutup pintu rapat-rapat setelah sebelumnya mengambil plester kompres dan obat penurun panas dari tanganku. Bi Marni pergi ke belakang tanpa pamit. Dan sekarang, tinggallah aku bersama Mama yang dengan kemarahannya padaku. "Mah, aku minta maaf. Tadi—""Sudahlah, Mama tidak ingin bicara denganmu.
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-04-11
Baca selengkapnya

Bab 185 Mama dan Papa Pergi

[Rayyan sakit. Itu yang jadi pikiranku.][Sakit apa? Aduh, jangan-jangan gara-gara kelelahan bermain denganku, Ra? Maaf, ya. Aku jadi merasa bersalah, nih.]Aku tersenyum kecut membaca pesan yang dikirim Reyhan padaku. Segera aku membalas pesannya agar dia tidak salah paham dan menyalahkan dirinya. [Bukan, Rey. Ini salahku, kok. Murni hanya salahku.] Reyhan tidak lagi membalas pesanku, tapi getar ponsel menandakan ada panggilan masuk. Dan itu dari Reyhan.Aku tidak mengangkatnya. Membiarkan panggilan Reyhan mati dengan sendirinya. Lagipula, aku tidak butuh ucapan kesedihan Reyhan saat ini. Yang aku inginkan, melihat keadaan Rayyan. Suara pintu kamar yang terbuka membuatku langsung mengalihkan pandangan. Papa, ia keluar dari kamar Rayyan seraya memperbaiki letak kacamatanya. "Pah, gimana Rayyan?" tanyaku, langsung berdiri dan menghampiri. "Kamu belum tidur? Papa balik bertanya. "Mana mungkin aku bisa tidur, jika belum melihat keadaan Rayyan, Pah. Iya, aku salah. Aku mengakui kebo
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-04-12
Baca selengkapnya

Bab 186 Membujuk Rayyan

"Oma, ana, Oma?" Mata Rayyan berkedip cepat seraya menatap Mama yang tengah berhias. Putraku yang pintar sudah mengerti, jika neneknya berdandan maka akan pergi. Makanya dia terus berceloteh menanyakan ke mana Mama hari ini. Mama mengalihkan pandangan dari cermin, lalu melihat Rayyan yang berdiri di samping meja rias. Dan aku hanya duduk di ujung ranjang besar Mama seraya memperhatikan putraku."Oma mah ke rumah Kak Citra dulu, Rayyan enggak boleh ikut, ya? Kalau ikut, nanti pipinya dicium Kakak, dicubitin Kakak. Rayyan di rumah saja sama Bunda dan Papa, ya?" ujar Mama seraya memegang kedua pundak putraku. "Itut, Oma .... Iyan, itut ah ...," ucap Rayyan seraya memainkan mobil-mobilan kecil di pinggir meja rias. "Mau ikut? Emang gak takut, pipinya dicium Kak Citra?"Rayyan diam seraya menatap Mama. "Atut, Oma. Atit.""Kalau takut sakit, Rayyan diam di rumah aja sama Bunda, ya? Nanti kalau Oma pulang, bawain mainan yang banyak. Rayyan mau apa? Mobil-mobilan, atau kereta api?" "Mbim
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-04-12
Baca selengkapnya

Bab 187 Membujuk Lagi

"Wah ... bagus, ya gelangnya?" Rayyan tertawa seraya mengangkat kedua tangan. Ia menatap satu per satu gelang yang tersemat di tangannya dengan wajah yang ceria. Rasanya senang sekali melihat putraku seperti itu. Tidak rewel dan tidak menanyakan keberadaan Mama. Aku telah berhasil mengalihkan perhatian Rayyan dari neneknya yang sudah pergi beberapa saat yang lalu."Agi, Nda. Wat kaki," ucap Rayyan, menunjuk kakinya. "Oh, Rayyan mau buat gelang kaki?" "Iya." Aku pun membuatkan apa yang Rayyan inginkan. Seperti maunya, dua gelang kaki kini sudah melingkar, dan membuat putraku tertawa seraya berjinjit. Matanya tak lepas dari kedua kaki yang dihiasi manik-manik berwarna-warni. "Rayyan, suka?" tanyaku. "Cuka, Nda.""Kalau gitu, sekarang kita makan, yuk! Rayyan belum makan, loh. Kan harus minum vitamin."Putraku mengangguk. Dia sama sekali tidak menolak ajakanku. Gegas aku membereskan bekas membuat gelang barusan, dan pergi ke lantai satu untuk mengisi perut. Memberikan makan pada
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-04-13
Baca selengkapnya

Bab 188 Rayyan Ingin Berenang

"Akhirnya ... bayiku tidur juga." Aku menautkan jari-jari tangan, lalu mengangkatnya ke atas meregangkan otot yang kaku. Rasanya lega sekali melihat Rayyan yang sudah terlelap setelah melewati drama panjang. Demi agar dia tidak mencari Mama, aku sampai rela menggendongnya seraya berjalan ke sana kemari mengalihkan perhatian anak itu.Sekarang usahaku sudah berhasil. Rayyan tidur dengan tenang, dan membuat hatiku senang. "Dek Rayyan sudah bobok, Bu?" Bi Marni yang tengah membereskan mainan putraku, langsung bertanya saat aku keluar dari kamar Rayyan. "Alhamdulillah, sudah. Ah .... Aku boleh malas-malasan dulu kali, ya, Bi?" ujarku, lalu merebahkan diri di sofa."Boleh atuh, Mbak. Kalau ada kesempatan untuk tidur, ya ikut tidur juga. Ngumpulin tenaga buat nanti kalau dedek bangun. Pasti dia akan nyari Ibu lagi, kayak kemarin."Rasa lega dan tenang yang sempat singgah, kini enyah entah ke mana setelah Bi Marni mengingatkan aku akan kejadian kemarin. Aku meneguk ludah, mengerjapkan
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-04-14
Baca selengkapnya

Bab 189 Tidak Boleh ke RRC?

Aku menggeleng-gelengkkan kepala saat ibu dari anak itu menarik paksa putranya masuk ke dalam rumah.Salah apa aku pada Mbak Lani, sehingga dia sangat membenciku? Padahal, aku ingin berteman. "Nda ...." Rayyan mulai merengek lagi. Kembali aku mengalihkan perhatiannya pada bunga-bunga yang ada di depan rumah, tapi Rayyan tidak sedikit pun tertarik. Dia memintaku masuk ke rumah, tapi tidak aku hiraukan. Kini kakiku berjalan ke samping rumah, memperlihatkan pohon mangga yang masih tidak berbuah. Sudah mau empat tahun aku tinggal di rumah ini, tapi belum sekalipun melihat pohon mangga itu berbuah. Entahlah apa yang salah. Mungkin memang belum saatnya saja. "Nda, Oma ...."Lagi-lagi dia ingat neneknya. Jika saja aku bisa mencuci otak orang lain, akan aku hilangkan Mama dalam ingatan Rayyan. Namun, sayangnya khayalanku terlalu jauh. Tidak akan bisa melakukan apa yang aku inginkan. Hanya bisa membujuk, mencari objek untuk mengalihkan perhatian. Semakin lama, rengekan Rayyan beruba
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-04-14
Baca selengkapnya

Bab 190 Tempat Bermain Baru

"Apa kata Raffi? Dia sudah nunggu di RRC?" tanya Reyhan, setelah aku mengakhiri panggilan bersama Mas Raffi. "Kita gak jadi ke RRC.""Loh, kok gak jadi?" "Mas Raffi sedang di proyek kos-kosannya. Dia juga ngelarang aku ke rental karena banyak polusi katanya, bakalan banyak mobil yang datang." Aku menjelaskan apa yang tadi dikatakan Mas Raffi padaku. Reyhan manggut-manggut seraya masih fokus pada jalanan yang lengang. Jam siang Jakarta lumayan lancar, tidak seperti pagi dan sore hari. "Terus, sekarang kita akan ke mana? Pulang?" Reyhan kembali bertanya. Aku diam memikirkan ke mana kami akan pergi. "Enggak tahu, Rey. Kalau pulang, nanti anakku rewel lagi. Dia akan ingat lagi sama keinginannya. Tapi, kalau tidak pulang, mau ke mana? Aku tidak punya tujuan," kataku. "Kalau gitu, ikut aku aja. Aku akan bawa kalian ke tempat yang menyenangkan. Aku jamin, Rayyan suka, dan kamu tidak akan capek menghadapi amukan putramu lagi."Aku melihat pada Reyhan, bersamaan dengan dia yang juga men
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-04-15
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1718192021
...
28
DMCA.com Protection Status