"Ah ... pegal," kataku seraya memijit sebelah pundak. Namun, aku tidak mau mengubah posisi, takut jika Rayyan bangun dan menangis lagi. Satu jam aku berjalan mengelilingi isi rumah seraya menggendong Rayyan. Semua aku lakukan agar putraku berhenti menangis dan kembali tidur. Berhasil, memang. Dan korbannya adalah pundakku yang pegal akibat menahan bobot tubuh gemuk Rayyan. "Kita duduk, ya, Nak?" Pelan sekali aku menempelkan bokong pada sofa. Tangan mengambil bantal, dan dengan perlahan meletakkan kepala Rayyan di sana. Namun, belum juga kepala Rayyan berhasil menyentuh bantal, dia sudah merengek kembali seraya memanggil Mama. Cepat-cepat aku bangun, mengayunnya lagi hingga Rayyan kembali tidur. "Mbak, mau gantian sama Bibi?" Asisten rumah tangga itu menghampiri. "Tidak usah, Bi. Bibi sebaiknya tidur, sudah malam," kataku seraya melirik jam yang sudah menunjukkan pukul sebelas malam. "Tapi, kasihan Mbak Raya. Pasti pegel, ya?" "Enggak, kok, Bi. Masih bisa saya tahan, kok."
Baca selengkapnya