Semua Bab Kubalas Kekejaman Mertua Dan Suami : Bab 111 - Bab 120

195 Bab

Bab 111. Dilamar

Sudahlah, terlalu sakit saat mengingat masa lalu.Ah, ya, tentang masa lalu, aku harus membereskannya. Aku meraih ponsel ini untuk menelpon Bu Ratna. Saat membuka layar, aku baru teringat ponselnya sedang kehabisan baterai. Aku menghela napas ini. Menunda keinginan dan menyimpan kembali ponsel ini.“Mari makan.“ Zen melangkah ke arah sini dengan membawa 2 mangkok.Aku pun segera bangkit dan menarikkan kursi untuknya. Dia meletakkan dua mangkok itu, sementara aku memperhatikan tekstur makanannya. Memang benar rupanya seperti mie ongklok pada umumnya.Aku pun segera duduk dan mengambil jatahku dan meraih sendok lalu menyendok kuah kental itu. Meniupnya berkali-kali baru memasukkan ke dalam mulut ini.Sedap sekali.Ternyata benar, dia pintar memasak.“Gimana, enak?“Aku mengangguk tanpa menoleh dan masih meneruskan menyantap makanan ini.“Aku suka, Kamu,” lirihnya begitu saja setelah sekian menit.“Uhuk.“ Aku langsung batuk dibuatnya. Tolong! aku bukan anak kecil lagi, aku malu bila ket
Baca selengkapnya

Bab 112. Antara Herman dengan Zen

“Terlalu buru-buru.““Ya nanti kalau gak mau, bilang saja gak mau. Aku gak papa, berarti kita gak jodoh. Aku gak suka memaksa.“Aku menoleh. “Kenapa berkata seperti itu?““Agar, aku tidak membebanimu, Sherly. Jangan sungkan atau gak enak menolak, kalau memang tidak suka dengan lamaranku.““Berikan aku waktu seminggu saja, Bang. Aku akan meminta pertimbangan sama orang tuaku.“ Sepertinya ini adalah jawaban yang paling tepat saat ini. “Baiklah, itu ya ruko, Kamu?“ tanyanya dengan menunjuk ruko yang bercat biru tua.“Ah, ya. Benar.“Mobil yang dikemudikan Zen pun berhenti, aku lekas turun dan mencari kunci ruko yang tersimpan di dalam tas.Lalu membukanya, aku masuk lebih dulu.Dengan langkah buru-buru aku segera mencari charger dan mencolokkan ke stopkontak lalu menyambungkan ke ponsel dan segera menyalakan tombol power.Sambil menunggu sinyal kembali. Aku bangkit untuk mengambil beberapa keperluan yang dibutuhkan nanti.Tidak lupa kantong plastik yang berisikan rambut untuk tes DNA it
Baca selengkapnya

Bab 113. Dinasehati Zen

Aku bergeming. Apa salahnya? “Ternyata aku datang terlambat,” gumamnya tapi terdengar jelas olehku.Aku masih terpaku diam. Entahlah ingin berucap tapi aku bingung apa yang akan aku ucapkan. Aku di sini tidak sedang ketahuan selingkuh, Zen hanya menumpang mandi Sementara Herman statusnya hanya teman. “Sherly, lebih baik, Kamu ke belakang! Buatkan minum untuk kita, Oke!“ suruh Zen ke arahku lalu dia pergi mengambil bajunya yang terselampir di pintu lemari lalu memakainya.“Maaf tadi aku terlambat membuka pesan darimu dan langsung ke sini. Tahu begitu aku menyesal sudah nyampai ke sini,” ucap Herman lagi.Aku mengangguk lalu berbalik berjalan ke dapur. Kuseduhkan air panas lalu membuatkan mereka sehelas kopi susu panas, sementara aku cukup teh hijau.“Mana kopinya, Hem?“ Aku sedikit terlonjak saat ada suara dari belakang. Aku yang tengah melamun pun hampir saja menumpahkan isi cangkir yang tengah aku aduk. Jujur perasanku saat ini sangat tidak menentu. Ada tidak enak dalam hati ini
Baca selengkapnya

Bab 114. Mencari Bu Leni

Mobil yang ditumpangi Zen melenggang begitu saja menuju ke tempat tujuan. Dalam perjalanan ini kami menghabiskan waktu dengan berdiam diri. Tidak ada sapaan, obrolan atau apapun. Kita asyik dalam pikiran masing-masing.Aku mengambil ponsel dan menghidupkan layar saat ponsel ini bergetar. Pesan masuk dari Bu Ratna rupanya.Aku segera membukanya.[Jl, gelatik barat no 44. Setiabudi Jakarta. Pemilik rumah Bapak Rahmat][Itu alamat yang ditinggali Bu Leni]Aku mengernyit, mengeja pesan masuk yang berisikan alamat itu. Tapi kenapa ada bapak Rahmatnya. Berarti di rumah itu tinggal berapa orang?“Bang, boleh antarkan ke alamat ini dulu sebentar nggak?“ tanyaku ke Zen yang tengah asyik mengemudi. Keningnya berkerut saat tatapannya ke arah layar ponsel yang aku sodorkan. Lalu dia mengangguk.“Terimakasih, ya.“Aku menarik pandanganku dan berpindah menatap jalanan melalui balik kaca mobil“Mungkin ini terakhir kita bersama ya, Sherly.““Maksudnya?“ Aku menoleh lagi ke arahnya.“Aku rasa ta'ar
Baca selengkapnya

Bab 115. Jual emas

Aku menghela napas ini lalu membuangnya perlahan, perkiraan sebelum ke sini, Ibu pasti mencak-mencak ataupun ngamuk kepadaku, nyatanya sekarang jauh berbeda.Dia hanya bergeming dengan mata berkaca-kaca. Aku menatapnya, memindai semua tentangnya. Rambutnya sangat kusut sekali, bahkan bingkai tulang leher pun terlihat nampak sekali. Seperti tulang berbalut kulit, tidak ada daging yang melindunginya.Hanya hitungan Minggu, beliau sudah berubah drastis sedemikian rupa. Aku menunduk, mengusap ujung netraku yang menghangat. Bagaimanapun wanita itu pernah menjadi keluargaku, pernah diposisi orang yang aku sayangi sampai pengkhianatan itu terjadi. Dendamku sudah selesai, aku sudah belajar banyak hal dan mulai melupakan masa laluku yang sangat menyakitkan. Tujuanku ke sini hanya meminta maaf atas kesalahan masa lalu dan memberi maaf sama ibu sekalian mengembalikan perhiasan yang aku simpan ini.Tapi keadaan sangat mengejutkanku, dari bahasa tubuhnya dia terlihat sangat tersiksa dengan kehid
Baca selengkapnya

Bab 116. Minta ke Panti

“Iya, minta tolong apa, Bu.“ Aku mendekat ke arahnya. Sedikit menunduk menyamaratakan wajahnya yang sedang menunduk. Kutatap manik matanya yang masih mengembun.“Tolong jualkan emas ini dan bawa Ibu pergi.““Mau pergi ke mana? Ke rumah mas Pram?“ Ibu Leni hanya menggeleng.“Lalu?“ tanyaku lagi.“Ke panti jompo lebih baik,” lirihnya.Aku menarik tubuhku ini lalu menatap Zen. Ya Allah, ada ngilu di hati ini saat mendengar keinginan Bu Leni.“Tolong Ibu, Sherly. Nanti yang hasil perhiasan buat biaya di panti jompo, ya,” ungkapnya lagi.Aku menatap lagi ke arah Zen. Dia mengangguk pelan. “Bagaimana caranya, agar bisa keluar dari rumah itu, Bu?“Dia bergeming.“Apa biar kuberi tahu mas Pram, biar dia yang menjemput ibu?“ Ibu Leni hanya menggeleng cepat. Aku menghela napas ini, lalu mengeluarkannya perlahan. Bingung sendiri.“Nikmati dulu makanannya!“ suruh Zen ketika pesanan mulai berdatangan. Aku mengangguk lalu membenarkan posisi agar lebih nyaman. Aku segera mendekatkan lauk ikan g
Baca selengkapnya

Bab 117. Ada apa dengan Bu Ratna

“Mau kan, tolongin, Ibu?“ tanyanya kemudian.Aku yang sedang menaruh sambal dipiringku ku hentikan sementara. Lalu menghadap ke arahnya.“Insyaallah, Bu. Tapi untuk sementara ini, ibu tetap tinggal di sana dulu, biar Sherly selesaikan urusan Sherly dulu, Bu.““Jangan lama-lama, ya.““Iya, Bu.“Aku melanjutkan makanku tanpa berlama-lama. Setelahnya aku membayarkan sejumlah uang total makan kami. Lalu kami bangkit meninggalkan tempat ini dan akan mengantarkan ibu kembali. **Sesampainya tempat pak Rahmat, kami langsung pamit tanpa masuk ke rumahnya. Sementara Bu Leni menatap kami tanpa berucap. Dia sepertinya menaruh harapan besar ke kami. Semoga semua dilancarkan oleh Allah. Amin. Aku tidak pernah menyangka kehidupan akan langsung berbalik seperti ini,ada pepatah 'roda akan berputar', kini pepatah ini sedang terjadi di kehidupanku. Tapi semua ini tidak membuatku bangga. Bukan karena aku semua ini terjadi. Melainkan ada orang hebat di belakangku juga tentu saja. Semua ini karena ata
Baca selengkapnya

Bab 118. Curiga

Hari sudah beranjak sore, suara derit pintu terdengar dari ruko sebelah. Ruko yang dibuat jualan baju itu nampaknya mau tutup sore. Tidak seperti biasanya yang tutup selalu di jam sembilan malam sesuai banner yang terpasang.Aku menghela napas ini panjang, aku membuang rasa jenuhku yang menyerang sedari tadi, biasanya dengan memainkan Ponsel dan melihat isi video yang dibagikan oleh seseakun membuatku bersemangat dan menambah wawasan, tapi untuk kali ini terasa sangat hambar.Aku mencoba keluar masuk aplikasi, hanya bosan yang kurasa. Pikiranku masih terpaku dengan calon masa depanku akan seperti apa. Seminggu, waktu yang kuminta bukanlah banyak. Hanya sebentar, salah langkah saja bisa mempertaruhkan kehidupan seumur hidup.Rasa percayaku menipis begitu saja semenjak hidup bersama dengan Pram. Lelaki yang kucintai begitu mudahnya berkhianat. Bahkan pernah merajut kasih sebelum akad nikah itu terjadi. Tapi nyatanya semua hanya seperti omong kosong.Aku takut kebaikan Zen dan Ibunya h
Baca selengkapnya

Bab 119. Kebaikan Tante yang membebani

“Tapi luka ini seperti bekas pukulan, Ibu berantem sama suami?“ tanyaku langsung.“Ah, enggak ... mana mungkin, Suamiku orangnya baik kok,” ujarnya dengan memaksakan tersenyum.“Ayo, aku sudah siap ini. Kali ini kita hanya empat orang, soalnya yang lain ada kegiatan. Tapi ada nitip buah tangan untuk Mbak Yanti,” ujarnya lagi.Aku mengangguk, bangkit. Aku pura-pura percaya dengan apa yang dia ucapkan barusan. Bila memang dia sedang menutupi perbuatan jelek suaminya, aku tidak akan tinggal diam. Tentu saja membuat perhitungan dengan lelaki yang tega menyakiti Bu Ratna. Entah nanti dengan cara apa aku membalasnya.Aku keluar, terlihat mbek Reni, mbak Dwi, dan Mbak Padma berjalan ke arahku dengan ada yang membawa buah parcel dan bingkisan apa yang aku tidak tahu.Aku sedikit lega, saat mendengar hanya 4 orang saja yang ke rumah sakit, setidaknya nanti pulangnya bisa sekalian membawa emak dan Bapak untuk ikut pulang, aku ingin membicarakan lamaran ini ke mereka.Setelah mengumpul masuk, ak
Baca selengkapnya

Bab 120. Menjadi tukang tambal ban

POV PRAM.Aku mematut diri di depan cermin. Saat ini aku mengenakan stelan jas yang disewakan oleh Clara kemarin. Ukuran semuanya pas juga sangat nyaman. Aku terlihat sangat gagah sekali kalau berpakaian seperti ini.Aku mencukur berewok yang menutupi dagu juga rahang ini agar terlihat lebih keren lagi, lalu selepas itu, aku melihat jam tangan yang bertengger di lenganku. Sudah jam setengah tujuh. Aku harus sampai ke rumah Paman Clara yang terletak di Pulo Gadung. Di mana akad nikah digelar. Clara dan Amira pun sudah di sana sejak kemarin malam.Clara yang menyiapkan semu keperluan termasuk nge-rental mobil. Sekeren itu istriku yang sekarang.Aku mengenang hidupku yang berubah total, dulu saat bersama Sherly aku bisa mengendarai mobil dan memakai pakaian bagus, juga mendapatkan pekerjaan yang sesuai. Rumah pun tidak kalah dari teman kerjaku kala itu.Sekarang, kami hanya mempunyai satu sepeda motor. Rumah pun mengontrak, entah sampai kapan kami bisa membeli rumah.Tapi semua itu t
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1011121314
...
20
DMCA.com Protection Status