Home / Pernikahan / KARMA PERSELINGKUHAN AYAH / Chapter 161 - Chapter 170

All Chapters of KARMA PERSELINGKUHAN AYAH : Chapter 161 - Chapter 170

181 Chapters

BAB 169. Menghajar Hasan.

🌸🌸🌸“Maafkan aku, Bu, kita tidak ditakdirkan berjodoh insya Allah kita tetap ditakdirkan untuk menjadi keluarga. Aku tidak menjauhi Ibu dan keluarga ini. Aku tetap akan menjalin silaturahmi ini.” Kupaksakan tersenyum semanis mungkin di hadapan mereka. Jujur hatiku sakit sekali karena sudah dibohongi Hasan, tapi ada perasaan lega.Ibunya Hasan tidak berkata apa pun beliau memandangku dengan linangan air mata. Ayahnya pun demikian.“Dikira jagoan kali dengan bangga balikin cincin pertunangannya awas aja kalau menyesal. Kita belum dengar penjelasan Hasan, bisa jadi perempuan ini sengaja mencari alasan karena sudah ada pria idaman lain di hatinya,” ejek kakak ipar Hasan.“Aku memang bukan jagoan Kak, aku hanya mengembalikan yang semestinya memang bukan milikku. Aku tidak akan pernah menyesal atas semua keputusan yang aku buat dalam hidupku. Hubungan ini sudah beracun Kak, mana mungkin aku bisa menjalaninya jika racun itu lama-lama menggerogoti jiwaku,” sahutku sesantai mungkin.Ini per
Read more

BAB 170. Hasan protes pada ibunya.

“Panggil bantuan!” pinta Hasan. Dengan gemetaran Rubi menelepon entah siapa. Ah, apa peduliku yang penting sekarang aku istirahat sebentar untuk merilekskan otot-ototku yang baru saja aku paksa kerja berat.“Hasan, hubungan kita sudah selesai. Cincin yang kamu sematkan di jari kiriku sudah aku kembalikan pada ibumu. Jadi, tolong jangan pernah lagi hubungi aku untuk membahas hal-hal yang tidak perlu dibahas. Bagiku semua sudah jelas dan aku menolakmu secara terang-terangan. Satu lagi, jangan ada yang bawa-bawa ataupun menyalahkan Lusi dan calon suaminya mereka tidak ada hubungannya sama sekali. Aku lebih kenal mereka terlebih dahulu sebelum mengenalmu. Terima kasih Hasan untuk semuanya. Aku doakan semoga keluarga kecilmu bahagia selalu. Jangan kamu ulangi kesalahanmu pada perempuan lain. Cukup aku saja yang merasakan ini semua. Well, karena ini masih hari raya. Sekali lagi aku mohon maaf lahir batin. Besok atau lusa waliku akan ke sini mengantar semua barang-barang yang sudah kamu ber
Read more

BAB 171. Murkanya ibu Hasan.

“An—dai Ibu jujur dari awal, pasti ini tidak akan terjadi. Apa yang harus kulakukan, Bu? Tolong katakan,” ujar Hasan.Ck, begitu saja tidak tahu dasar laki-laki lemah!“Sini kukasih tahu, Hasan! Yang harus kamu lakukan meski kamu tahu yang sebenarnya kamu tetap harus bertanggung jawab pada istrimu itu. Apalagi kalian sudah punya anak. Dasar lemah, begitu saja pakai tanya!” hardikku.“Ta—pi, aku menyakiti Ibuku,” lirihnya.“Menyakiti atau tidak kamu harus tetap bertanggung jawab. Kamu tahu, kan, laki-laki itu yang dipegang omongannya. Apa kamu mau pergi dari perempuan itu setelah tahu yang sebenarnya? Gila kamu!” umpatku kesal. Rasanya inginku layangkan lagi tinjuan mautku padanya.“Kak, tolong jangan kasar lagi pada kakakku, kasihan dia,” pinta Rubi, sepertinya dia punya feeling aku akan memukul Hasan lagi.“Benar yang dikatakan Alya. Seberapa pun sakitnya Ibu, kamu harus tetap bertanggung jawab pada anak dan istrimu, tapi ingat Hasan jangan kau injakan kakimu lagi di rumah Ibu,” sahu
Read more

BAB 172. Lusi minta maaf padaku.

“Tapi, bagaimana bisa?” Aku yakin Lusi dan calon suaminya merasa sangat tidak enak karena mereka yang memperkenalkan kami berdua.“Jangankan kamu yang hanya saudara, ibu kandung dan keluarga inti saja tidak ada yang tahu.”“Alya, serius?”“Kalau tidak serius mana mungkin aku menghajar dia sampai sekarat begitu?”Calon suami Lusi masuk ke IGD dia membentak Hasan dan memukulinya lagi. Suster dan dokter yang menangani Hasan panik hingga security mengusirnya.“Kalau tidak di rumah sakit sudah kuhajar habis-habisan dia! Sorry Al,” ucap calon suami Lusi.“Maaf, Al. Aku tidak tahu,” ucap Lusi.“Sudah terjadi dan aku baik-baik saja, Lus. Tidak usah khawatir begitu.” Kupasang senyum semanis mungkin untuk menunjukkan padanya bahwa aku baik-baik saja.“Lalu?”“Lalu semua selesai. Aku sudah katakan baik-baik pada ke dua orang tua Hasan,” jelasku.Lusi kaget.“Semua baik-baik saja, Lus. Sudahlah jangan terlalu menghawatirkanku begitu. Hubungan ini terjalin terlalu cepat. Ini sudah jalan yang terba
Read more

BAB 173. Minta bayarin rumah sakit Queen.

🌸🌸🌸POV Nindi.Aku tersenyum puas karena sudah berhasil membuat Hasan calon suami Alya k.o. jadi begini ya, rasanya bisa menghajar laki-laki yang akan menyakiti saudara kita.Alya harus tahu, kalau tidak dia bisa terjebak dalam pernikahan yang salah. Kasihan, gadis sebaik Alya jika bersuamikan Hasan.Wajah tampan tidak menjamin semuanya, buktinya Hasan. Dia tampan, kaya, tapi ternyata sama saja memiliki sifat kebanyakan lelaki di dunia ini. Bermuka dua.Aku heran kenapa Alya mau dengan laki-laki seperti Hasan. Apa dia tidak tahu Hasan sebelumnya. Bukankah mereka sama-sama dari timur tengah?Kukira tadinya mereka adalah teman satu kampus atau setidaknya sudah kenal cukup lama. Kalau begini yang dirugikan jelas Alya. Aku sungguh tidak ikhlas jika Alya bersama Hasan.Satu lagi Angga harus tahu. Dia cinta mati pada Alya, aku yakin Angga akan senang mendapat kabar gembira ini. Sayangnya aku tidak punya nomor HP Angga ataupun Alya. Ah, aku jadi menyesal, kenapa kemarin aku tidak member
Read more

BAB 174. Ancaman untuk Mamah.

POV Nindi.“Eh, iya, yuk!”Di jalan Bulek Siska terlibat obrolan sengit dengan mamah hanya karena berdebat papah suka makan apa.Tunggu dulu, kok, Bulek tahu betul kesukaan papah, ya? Apa ini hanya suatu kebetulan saja? Karena Bulek Siska sudah ikut papah lama jadi sangat paham. Mamah saja sebagai istrinya bisa salah dan memang seingatku papah sukanya sambal balado ikan tuna. Ini mamah bilangnya balado telur, kan, jauh banget.“Sudah, lah, Mah, Bulek, enggak usah berdebat gitu. Kan, Papah itu suaminya Mamah jelas Mamah yang lebih tahu. Enggak enak sama pak sopir kalau ribut begitu,” kataku menengahi meski aku tahu mamah salah. Aku malu pada sopir karena mereka debatnya dengan suara yang kuat. Terlebih mamah seperti kerasukan setan padahal hanya masalah sepele saja.“Nah, kan, benar kata anakku. Enggak usah sok, tahu kamu, Sis! Aku sudah menikah dengan papahnya Nindi puluhan tahun, jadi aku sangat paham,” ucap mamah merasa senang karena sudah kubela.“Terserah Mbak saja, dikasih tahu
Read more

BAB 175. Kelakuan Papah.

POV Nindi. Kubaca sekali lagi WA dari papah. Memang pesan ini bertujuan baik untuk membantu kesusahan orang lain, tapi mamah paling tidak bisa diancam begini. Mamah bisa langsung depresi.Kasihan mamahku. Pasti mamah merasa sangat sedih karena baru bertemu suaminya dua hari, tapi sudah diancam begitu.“Maaah, sudah ya, jangan sedih. Nanti aku kasih uangnya ke Bulek Siska,” kataku terpaksa berbohong untuk menenangkan hati mamah.“Beneran, Nind?” Aku mengangguk.“Mamah tidak mau ditinggal papahmu lagi. Mamah takut kehilangan papahmu,” ujar mamah seraya memelukku.“Iya, Mah. Aku juga tidak mau Papah pergi lagi. Sekarang kita tidur, yuk? Besok kuajak mamah ke makam Oma. Pasti Mamah juga kangen kan, sama Oma?” Mamah mengangguk setuju.Alhamdulillah ... biasanya mamah akan sulit sekali jika dibujuk, tapi kali ini tidak dan aku bersyukur. Semoga mamah cepat sembuh. Aku akan beri tahu papah keadaan mamah yang sebenarnya agar papah tidak semena-mena pada mamah.Kuantar mamah ke peraduannya.
Read more

BAB 176. Kesal pada Bulek Siska.

POV Nindi. “Kirain karena ada maunya doang Papah ngomong begitu.”“Enggak, dong, Nak. Papah ngomong dari dasar hati Papah.”Papah kemudian menyenggol lengan mamah.“Nindi .... uang untuk bulekmu Siska sudah kamu siapin, Nak?” tanya mamah.“Belum Mah, nanti aku ke ATM dulu. Bulek, kan, bisa jual gelang itu,” kataku santai. Kutunjuk gelang emas di lengan kiri bulek Siska.“Ja—ngan ini Emas Bulek dapat hadiah dari suami Bulek untuk kenang-kenangan. Kalau dijual nanti bagaimana?”“Ya, enggak gimana- gimana lah, Bulek. Kan, untuk berobat anaknya biar cepat sembuh. Pasti almarhum suami Bulek juga bakalan ridho kecuali kalau Queen bukan anak Bulek sama suami Bulek baru deh, suami Bulek enggak ridho,” jawabku.Sudah kuduga Bulek Siska dan papah langsung gelisah. Mereka saling curi- ciri pandang.“Nin, kalau ngomong jangan sembarangan begitu. Enggak baik,” sahut papah.“Aku kan, hanya menebak saja, Pah. Oh, iya, minta uang dong, Pah. Aku pingin beli jajan,” kataku seraya menengadahkan tangan
Read more

BAB 177. Mengusir Bulek Siska.

Assalamualaikum selamat pagi semua ... Yuk, bantu follow akunku. Happy reading everyone ❤️POV Nindi.Papah menghampiriku ke kamar dan berusaha masuk, tapi tidak bisa karena sudah aku kunci.Ya Allah, aku kecewa dan sedih sekali. Apakah ini karma untukku karena aku dulu merusak rumah tangga orang lain? Tapi, kenapa harus mamahku? Kasihan mamah sudahlah tidak waras ditambah suami main selingkuh dan malam ini harus menjaga anak dari selingkuhan yang sedang sakit.Aku terlelap hingga subuh baru bangun.Setelah melaksanakan salat subuh aku berencana untuk menjemput mamah. Tak tega rasanya lama-lama membiarkan mamah ada di rumah sakit.Ketika aku melewati dapur aku lihat Bulek Siska sudah selesai masak dan berbagai menu makanan sudah terhidang di meja. Tumben sekali. Pasti dia mau mengambil hati mamah. Papah tidak ada pasti sudah kembali ke rumah sakit semalam.Rasanya aku jijik sekali menatap Bulek Siska, meski beliau berusaha untuk ramah padaku.Dasar tidak tahu malu. Bisa-bisanya sika
Read more

BAB 178. Mengusir Papah.

“Oh, iya, Pah, enggak apa-apa. Semoga Papah cepat dapat kerjaan, ya? Biar enggak jadi parasit terus. Tenang saja masih ada nanti malam ataupun besok ketemu Raranya karena dia mau menginap untuk beberapa hari di sini,” kataku santai sambil kunikmati sayur lodeh masakan Bulek Siska yang rasanya hambar ini.“Apa!” teriak papah dan bulek hampir bersamaan.“Biasa aja kali, Pah, Bulek, enggak usah kaget gitu. Kan, cuma menginap beberapa hari aja,” kataku lagi.“Rara siapa sih, Nin” tanya mamah sepertinya mamah pun penasaran.“Rara sepupuku yang di kampung, Mah, anaknya Tante Vita, adiknya Papah. Mamah pasti lupa, ya?” jelasku.“Iya, beneran Mamah lupa, Nin. Jadi, penasaran mungkin kalau lihat wajahnya Mamah jadi ingat,” sahut mamah lagi.“Kalau begitu nanti aku menginap di rumah sakit saja, kan, Rara mau menginap di sini nanti enggak ada kamar,” ujar Bulek Siska berusaha menghindar.“Iya, terserah Bulek aja. Lagi pula Rara nanti memang mau minta diantarr ke rumah sakit. Dia juga pingin jen
Read more
PREV
1
...
141516171819
DMCA.com Protection Status