Semua Bab KARMA PERSELINGKUHAN AYAH : Bab 151 - Bab 160

181 Bab

BAB 159. Gosip tetangga.

POV Nindi. “Nind, kasih selimut bulekmu kasihan dia kan, ada anak kecil,” titah papah. Gegas aku mengambil selimut dan menyusul Bulek Siska di kamarnya.“Bulek boleh aku masuk? Ini aku bawakan selimut,” tanyaku seraya mengetuk pintu hatiku masih dongkol.“Masuk aja, Nind. Enggak dikunci.”“Ini selimutnya. Anak Bulek namanya siapa? Sepertinya sedang sakit ya, sejak datang tadi hanya sebentar saja bangun dari tidurnya?”Memang sekilas anak kecil ini tidak terlihat sakit, tapi jika diperhatikan dia tidak seperti anak-anak pada umumnya. Kulitnya bercak-bercak putih seperti panu tapi lebih lebar-lebar sudah gitu bentuk wajahnya sedikit aneh.“Namanya Queen. Iya, memang sedang sakit, Nind . Queen punya kelainan mental sejak lahir ditambah dia sakit lupus. Bulek benar-benar sedih makanya Bulek mau nekat kerja untuk membiayai pengobatannya.”“Sudah dibawa berobat, Bulek?”“Sudah tidak kurang-kurang lagi berobatnya, Nind. Entahlah mungkin ini ujian hidup yang harus Bulek jalani,” jawab Bule
Baca selengkapnya

BAB 160. KDRT

POV NINDI. “Terpenting itu halalnya ya, to? Kerja keliatannya saja enak, tapi enggak halal ya enggak bakalan kaya. Hidupnya begitu-begitu saja,” sahut Makwo lagi.Semua diam. Pasti mereka merasa tertampar dengan ucapan Makwo.“Mari semua mampir. Nanti aku kasih THR. Biasalah hasil kirimin dari anak menantu yang jadi babu di negeri orang. Kalian tahu? Kemarin anakku baru saja kasih transfer 3 juta rupiah khusus untuk THR anak-anak kecil yang datang ke rumahku. Monggo ....”“Iya, Makwo nanti aku main, aku masih dapat THR kan?” jawabku.“Masih, spesial untuk orang baik seperti Nak Nindi THR-nya paling banyak.”“Wah, makasih ya, Makwo. Oh iya, Ibu-ibu mari mampir. Aku juga ada bagi-bagi THR loh!” Bukannya menjawab ajakanku mereka semua melengos pergi begitu saja.Astaghfirullah ... lebaran kok, gini amat ya ....Sampai dalam rumah aku kaget karena kue yang tadi pagi masih tertata rapi berserakan di mana-mana.Dari kamar belakang terdengar lengkingan tangisan anak Bulek Siska. Mamah juga
Baca selengkapnya

BAB 161. Aku kesal pada mereka.

POV Nindi.🌸🌸🌸“Kalau terjadi sesuatu pada Queen aku tidak akan tinggal diam! Kamu harus bertanggung jawab!” ucap Bulek Siska pada mamah penuh penekanan. Mamah sampai ketakutan.“Apaan sih, kamu Sis!” bentak papah dan mendorong tubuh Bulek Siska hingga dia mengaduh kesakitan.“Kalau terjadi sesuatu pada Mamah orang pertama yang harus bertanggung jawab adalah Papah dan aku tidak segan-segan akan lapor polisi atas tindakan KDRT yang Papah lakukan!” Ancamku papah hanya melongo saja lalu mengacak rambutnya.“Sayang, maafkan aku. Tadi aku benar-benar khilaf. Aku benar-benar ketakutan kalau terjadi sesuatu pada Queen maka kamu yang akan disalahkan dan aku tidak terima itu,” ucap papah seraya berjongkok di depan mamah.Mamah melihat ke arahku begitu juga papah. Aku segera buang muka. Malas lihatnya.“I—ya, Mas, aku maafin kamu, tapi jangan pukuli aku lagi, ya?” jawab mamah. Kemudian mereka saling berpelukan.Tak lama kemudian dokter memanggil kami.“Pasien perlu dirawat karena keadaan cuk
Baca selengkapnya

BAB 162. Ke rumah Alya.

POV Nindi.Senang papah mau berbaur dengan warga sini dan takut identitas papah akan diketahui dan pada akhirnya kami kembali dikucilkan.“Mah, Pah, aku pergi dulu ya, mau ke rumah teman.”“Jangan pulang malam-malam ya, Nind. Nanti Mamah beliin Boba, ya?”“Siap, Mah.” Kulihat papah sedikit heran dengan tingkah mamah. Ah, papahku memang belum tahu kondisi mamah sebenarnya. Nanti akan aku jelaskan kalau sampai satu minggu ke depan setelah kehadiran papah, mamah belum juga ada perubahan.Jalanan kota sangat lenggang ini memudahkanku untuk segera sampai rumah Alya dengan cepat.Rumah Alya tampak ramai. Dulu pun selalu ramai bukan karena banyak tetangga yang berkunjung, tapi karena tamu-tamu istimewa dari berbagai panti asuhan yatim piatu dan juga kaum duafa. Orang di perumahan ini jika hari raya tiba rata-rata pulang kampung semua.Pak Satpam yang melihat kehadiranku terkejut. Beliau sampai ternganga. Kuanggukan kepala dan tersenyum ramah padanya.“Non, Nindi kan, ya?”“Iya, Pak, benar. A
Baca selengkapnya

BAB 163. Curhat dengan Alya.

POV Nindi.“Nah, kan, sebenarnya kamu datang, tapi enggak mau masuk?” tebak Alya. Aku senyum-senyum saja.“Ya udah, yuk, makan! Enggak usah bahas bule Turki. Aku belum makan dari pagi enggak berselera karena enggak ada kawannya,” ajak Alya.“Siapa yang masak, Al?”“Aku dibantu Tante Eni dan bibi. Lebih tepatnya aku cuma ikutan aja, hehe ....”“Hem, enak masakannya. Jadi, ingat Oma.” Sepertinya Alya memang sengaja memasak menu kesukaan oma.“Ini menu kebetulan kesukaan Nenekku juga jadi, sekalian aja buatnya yang banyak,” jawab Alya.“Benar kata kamu ini menu kesukaan banyak orang enggak cuma Oma aja. Mungkin karena aku rindu Oma.”“Doakan kalau rindu Nind. Karena doa-doa dari kita adalah sesuatu yang sangat ditunggu oleh mereka yang sudah meninggal dunia.” Aku mengangguk setuju.Dinding rumah Alya bagian dalam catnya sudah diganti. Wallpapernya juga sudah diganti. Lebih terkesan mewah dan modern. Semua foto-foto keluarga juga diganti. Hanya ada foto ibunya Alya dan keluarga besar dari
Baca selengkapnya

BAB 164. Menghajar calon suami Alya

POV Nindi. “Baik, Non.”“Eh, siapa tuan ganteng? Apa bule Turki itu? Ah, boleh ikutan ke depan enggak?”Aku penasaran juga dengan calon suami Alya. Seganteng apa sampai dia bisa berpaling pada dari Angga.“Enggak usah, nanti kamu jatuh cinta malah repot,” tolak Alya.“Ah, kamu pelit sekali. Tenang saja aku tidak akan merebutnya darimu,” ledekku.“Ayo, kamu berenin dulu itu jilabmu,” titah Alya.Setelah Alya memperkenalkanku pada calon suaminya aku buru-buru ke ruang tengah rebahan seraya berselancar ke dunia maya mencari lowongan kerja.Dari sini terlihat Alya dan calon suaminya yang sedang mengobrol duduk berjauhan. Tadi Alya, bertemu dengan calon suaminya biasa aja tidak ada sesuatu yang memancarkan rona bahagia di wajahnya.Calon suami Alya memang ganteng. Begitulah orang timur tengah perasaanku memang mereka semua memiliki paras rupawan baik laki-laki maupun perempuan dengan ciri khas hidung mereka yang mancung-mancung.Aku seperti tidak asing dengan calon suami Alya, tapi di m
Baca selengkapnya

BAB 165. Berkunjung.

POV Alya. Hari ini setelah sarapan dan memberi amplop satu kardus bekas wadah Indomie pada pak satpam untuk diberikan pada yatim-piatu dan kaum duafa yang datang ke rumah, aku putuskan untuk datang ke apartemen keluarga Hasan.Pagi ini mereka baru datang dari Jawa. Aku tahu dari status Rubi yang diunggahnya 30 menit yang lalu. Aku harus minta penjelasan kepada mereka semua terutama ibunya Hasan. Nyonya besar itu sungguh membuat hatiku geram.“Non, mau ke mana sudah rapi begini?” tanya Mbok.“Mau ke rumah Tuan ganteng, Mbok mau ikut?” tawarku.“Memang boleh ikut, Non?”“Boleh, dong, kalau mau ikut buruan salin aku tunggu ya, Mbok?”“Baik, Non, tapi ....”“Sudah enggak usah tapi-tapian ikut aja. Kalau ada yang menghina Mbok lapor aja padaku nanti aku hajar,” ujarku meyakinkan kekhawatiran Mbok Supi.“Enggak usah heran gitu, Mbok, aku ini jago silat loh, sewaktu muda dulu selalu ikut lomba dan menang itu piala dan piagamnya berjejer di lemari. Ketahuan nih, Mbok enggak pernah bersihin
Baca selengkapnya

BAB 166. Kepo calon Angga.

“Em, MasyaAllah ini enak banget loh, kamu pinter bikin skubalnya,” puji bundanya Angga. Aku dan Mbok hanya senyum-senyum saja.“Coba icip, Bund.” Nisa minta di suapin bundanya.“Mantap, Kak Alya. The best!” ujar Nisa mengacungkan dua jempol tangannya padaku.“Terima kasih. Tambah lagi ya,” tawarku.“Beb, mau makan nasi apa skubal?” tanya Nisa pada suaminya.“Skubal aja, tadi kan, udah makan nasi di rumah. Angga makan apa? Kok diem aja? Emang kenyang makan angin?” goda suami Nisa. Angga menghela nafas.“Aku belum diambilin, jadi belum ada yang bisa kumakan,” jawabnya.“Kakak mau apa? Aku ambilin sini piringnya.” Nisa sigap mengambil piring Angga.“Enggak usah! Kamu ambilin suamimu aja. Lagi pula diambilin makan sama kamu udah biasa. Aku mau diambilin sama tuan rumah,” jawab Angga seraya memberikan piringnya padaku.Huh, modus! Kalau tidak ada keluarganya sudah kujitak dia.“Ambilin ....” ucap Angga lagi. Aku melotot padanya. Angga justru mengedipkan matanya.Astaghfirullah ... buru-bur
Baca selengkapnya

BAB 167. Memberi tahu calon ibu mertua.

[Al, nanti sore aku ke rumah. Kamu jangan ke mana-mana dulu, ya?]Aneh. Biasanya juga tidak begitu. Aku memilih untuk tidak membalasnya. Perasaanku masih kacau dan emosi jika berhadapan dengannya. Awas kau Hasan! Sebelum kamu sampai sini aku akan ke rumahmu terlebih dahulu.“Bund, yuk, cus hari sudah makin siang,” ajak Nisa. Kulihat jam di ponselku ternyata memang sudah siang hampir Zuhur.“Apa enggak sebaiknya salat Zuhur dulu, Tan?” tawarku basa-basi. Sejujurnya aku takut tawaranku diiyakan. Aku sudah ingin segera sampai ke tempat Hasan.“Tidak, Kak, makasih. Takut ke sorean juga. Ngomong-ngomong makasih ya, Kak. Maaf banget nih, kami merepotkan. Apa lagi ini nih, si tukang ngerampok!” Tunjuk Nisa pada Angga.“Tidak repot kok, Alhamdulillah aku malah senang banget bisa menyambut kalian.”“Ah, pokoknya makasih, ya, Kak. Kalau nikah undang aku, ya?” pinta Nisa. Aku mengangguk saja.“Kamu hati-hati di rumah, kalau pulang kampung salam untuk kakek dan nenekmu ya, Nak?”“Iya Tan, insya A
Baca selengkapnya

BAB 168. Mundur.

Ayah Hasan masuk ke kamar merebut ponselku lalu mengumpat dengan menggunakan bahasa Turki. Beliau benar-benar marah.“Rubi, telepon Hasan suruh pulang sekarang!” titah ayahnya.“Tolong Yah, Bu, jelaskan kepadaku apa yang sebenarnya terjadi? Kalian tahu wanita itu sangat murka padaku. Dia menganggap aku sudah merebut Hasan darinya. Dia menudingku pelakor,” kataku lagi.“Semua ini salah Ibu, Al. Tapi, Ibu tidak menyangka kalau mereka masih berhubungan bahkan sampai menikah dan punya anak. Lalu membawa perempuannya itu ikut ke sini. Ibu tidak tahu. Percayalah perempuan itu hanya berbohong padamu,” jelas ibunya Hasan disela Isak tangisnya.“Kini aku tahu maksud Hasan membelikanku cincin untuk kupakai di jari kiriku. Cincin ini sama persis dengan cincin yang dipakai wanita itu. Jadi di sini siapa yang berbohong? Ibu atau Hasan?, Atau kalian semua telah membohongiku?”“Tidak dijawab, Yah,” ujar Rubi.“Telepon pakai HP Ayah!” Rubi gegas mengambil ponsel ayahnya Hasan dan meneleponnya.Hingga
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
141516171819
DMCA.com Protection Status