Home / Pernikahan / KARMA PERSELINGKUHAN AYAH / Chapter 121 - Chapter 130

All Chapters of KARMA PERSELINGKUHAN AYAH : Chapter 121 - Chapter 130

181 Chapters

Bab 129. Memulai hidup baru.

POV Nindi.Tujuh tahun kini berlalu, aku sama sekali tidak pernah mendengar kabar Alya. Selama itu pula setiap bulan selalu ada kiriman sembako lengkap untuk kami. Aku tahu itu dari Alya, tapi aku membiarkannya. Entah dari mana Alya bisa tahu keberadaanku. Aku tidak mau terlalu memusingkan hal itu karena bagi Alya itu adalah hal yang sangat mudah, mengingat dia orang kaya dan bisa saja membayar orang untuk memata-mataiku.Aku hanya bisa mendoakan untuk semua kebaikan Alya. Pun aku tidak mau menolak pemberiannya hitung-hitung sebagai tanda baktinya untuk mamahku, adik dari almarhum ayahnya dan tentu saja aku bersyukur karena bisa menghemat pengeluaran. Uangnya bisa aku gunakan untuk berobat mamah. Meski gratis karena ada BPJS, tapi untuk biaya ini dan itu membutuhkan banyak uang.Mamahku terkena penyakit entah apa. Menurut dokter diabetes itu sebabnya mamah kurus jadi harus benar-benar mengatur pola makan.Ada yang aneh pada diri mamah. Beliau jadi sering melamun, pandangannya kosong.
Read more

BAB 130. Mamah selalu marah.

POV Nindi. 🌸🌸🌸“Mau ke mana, kamu? Enggak sopan ya, orang tua lagi ngomong malah pergi!” hardik mamah seraya berkacak pinggang.“Mah, aku ada janji dengan temanku. Sebentar aja kok,” jawabku lesu.“Pulang bawa makanan yang enak, ya? Mamah pesan pizaa. Mamah bosan makan sayur sama ikan tiap hari.” Aku mengangguk saja.Bolehkan aku mengeluh ya, Allah. Aku lelah, sungguh. 7 tahun sudah aku bertahan, tapi tetap saja begini. Andai wanita itu bukan surgaku mungkin aku sudah membiarkannya pergi ataupun mati.Akhirnya aku bisa keluar juga. Walaupun hanya nongkrong sendirian sembari memesan menu takjil, melihat lalu lalang orang di luar food court ini. Sebenarnya aku tidak ada janji dengan siapa pun. Aku terpaksa berbohong agar bisa pergi. Aku bosan di rumah, selain omelan dan pukulan mamah tidak ada yang lain yang bisa kudapatkan. Aku rindu mamahku yang dulu ya, Allah. Tolong ... kembalikan mamahku.“Hapus air matamu, malu-maluin kaum wanita tahu!” ucap seseorang seraya memberiku tisu.Ak
Read more

BAB 131. Bertemu Alya.

POV Nindi. 🌸🌸🌸Di makam ramai sekali orang berziarah. Ini pemandangan yang membuat siapa saja akan berdecak kagum. Karena hanya menjelang lebaran begini orang-orang berziarah. Di pintu masuk area pemakaman juga berjejer orang-orang jualan bunga aneka rupa.Aku tadi membeli dua bungkus plastik bunga untuk nyekar seharga 10 ribu rupiah. Aku cukup lama berdiri karena bingung. Di mana letak makam omaku. Sudah 7 tahun aku tidak ke sini.Kususuri jalan setapak di area pemakaman ini seraya mengingat-ngingat letak makamnya. Begitu melihat makam di depanku yang dibuat seperti rumah di atasnya berjajar 3 batu nisan aku baru ingat setelah ini belok kanan dan makam oma sebelah kiri jalan setapak.Benar saja itu dia. Kenapa batu nisan oma masih bagus, ya? Siapa yang mengganti. Ada taburan bunga juga. Pasti ada yang baru dari sini. Keluargaku tidak ada yang lain kecuali Alya. Mungkinkah dia?Setelah khusuk berdoa untuk oma aku putuskan untuk segera pulang kulihat jam di tanganku sudah menunjukk
Read more

BAB 132. Mamah makin menjadi.

POV Nindi. 🌸🌸🌸🌸🌸🌸Aku syok sekali, baru kali ini mamah berbuat nekat padaku. Biasanya mamah akan menggunakan sajam untuk menyakiti dirinya sendiri.Selama ini hanya sebatas pukulan, cubitan, dan omelan saja. Sepertinya mamah malam ini benar-benar marah padaku.Tak kupedulikan Mamah yang meraung kesakitan karena tendanganku. Gunting yang ikut terlempar segera aku ambil. Aku lari ke dapur mengambil kotak P3K.Luka di telinga kubalut sendiri menggunakan kain kasa yang terpasang sekedarnya dan mengabaikan rasa sakit yang teramat sangat.“Nindi, mau ke mana kamu! Buka!” Mamah menggedor-gedor pintu. Terserah saja yang penting aku cepat mendapatkan pertolongan.Mamah aku kurung di rumah dan aku segera lari ke rumah tetanggaku yang seorang bidan tidak jauh hanya berjarak 200 meter. Untung saja ini Ramdhan jadi masih ramai.Setelah sampai kutunjukkan lukaku.“Ya Allah, Nak, ini harus dijahit.” Aku mengangguk.Bu bidan yang baru saja selesai menolong persalinan segera menanganiku.“Tah
Read more

BAB 133. Ditolong Bu Bidan.

POV NINDI. 🌸🌸🌸[Nindi, kamu di mana? Pulang cepat mamah lapar!]Kubaca WA dari mamah dengan perasaan dongkol. Bagaimana bisa mamah bersikap biasa saja setelah berusaha menyakitiku.[Makanlah Mah. Kan di dapur masih ada sayur sisa tadi sore.][Enggak mau! Enggak enak! Mamah mau makan bakso!]Kubayangkan ekspresi Mamah jika aku di rumah pasti sudah dipaksanya beli. Tidak peduli apa pun yang mamah minta saat itu juga harus tersedia.Ponselku berdering. Mamah yang telepon. Kubiarkan saja malas sekali mau jawab. Kalau benar-benar lapar pasti mamah makan apa aja yang ada di rumah.Kutaruh HP di atas nakas lalu Kutinggal tidur mataku juga sudah lima Watt.“Nin, ayo, makan lagi. Ini untukmu. Kamu harus makan banyak biar sehat dan gemuk.” Kak Akmal memberikan sepotong ayam padaku, menaruhnya di piring nasiku.Kami sedang makan sahur bersama. Di ruang makan Bu Bidan bersama dua perawatnya dan juga Kak Akmal.“Ma—kasih, Kak,” jawabku sungkan.“Benar, tuh, yang dibilang Akmal. Kamu harus ma
Read more

BAB 134. Mamah Depresi.

“Iya, salat aja dulu di sini. Kamu tahu Nin, di depan situ kan, ada pohon beringin. Nah, ada hantunya tuh, apalagi kalau lihat cewek jalan sendirian pasti digangguin.”Aku terkekeh mendengar ucapan Kak Akmal. Ya Tuhan seorang abdi negara takut hantu lagi pula ini Ramdhan kata guru ngajiku waktu kecil setiap bulan Ramadhan itu setan dikurung sama Allah jadi enggak bakalan ganggu orang.Ternyata bukan aku saja tertawa Bu Bidan dan dua perawat yang sedang menyeterilkan alat-alat kesehatan di ruangan sebelah Kak Akmal berdiri pun ikut tertawa.“Dibilangin malah ketawa!” sungut Kak Akmal.“Mana ada hantu, Kak! Hari gini takut hantu. Enggak malu sama pangkat?” ejekku.“Eh ... eh, apa maksudnya? Kok, bawa-bawa pangkat.” Ditoyornya kepalaku.“Sudah jangan ribut sudah Azan, Akmal.”“Iya, Bun.” Kak Akmal gegas berangkat ke masjid.“Sudah azan, sebaiknya kamu salat dulu, Nin, baru pulang. Ini nanti bawa ya? Untuk mamahmu dan untuk kamu. Di letakkannya kardus bekas indomie di bangku panjang.“Ini
Read more

BAB 135. DIbuli.

POV NINDI. 🌸🌸🌸Lagi-lagi mamah memperhatikanku. Ekspresi wajahnya tidak bisa membohongi bahwa mamah memang benar-benar menyesal.“Sudah, Mah enggak apa-apa jangan sedih lagi. Mendingan Mamah coba bajunya pasti tambah cantik,” kataku mengalihkan perhatian mamah.Penuh semangat mamah mencoba baju itu. Sampai mamah melompat-lompat seperti anak kecil.“Cantik kan, Nin?”“Cantik banget, Mah.”“Fotoin Mamah, Nind!”Bak model profesional mamah foto dengan berbagai gaya. Meski belum mandi mamahku tetap terlihat cantik.[Nin, mau ikut buka bersama enggak?]Satu pesan dari teman kuliahku. Eki. Sekarang dia sudah bekerja. Begitu lulus kuliah langsung dapat panggilan kerja di sebuah perusahaan tekstil.[Di mana dan kapan? Wah, agaknya udah gajian ya, mau traktir, nih?] jawabku segera.[Cafe Bang Dul, sore ini.][Dadakan banget sih, Ki?][Iya, kalau direncanain malah enggak, jadi. Ikut ya, entar kujemput.][Enggak usah di jemput biar aku datang sendiri aja.][Oke, ditunggu ... yang traktir tem
Read more

BAB 136. Bertemu Angga.

POV NINDI 🌸🌸🌸“Eh, Nin, beneran situ mau jadi menantu Bu Bidan?” Nah, kan, mulai kepo.“Enggak, Bu,” jawabku jujur.“Oh, berarti emang mamahmu saja yang makin enggak waras. Kasihan loh, Nin. Mending kamu bawa ke rumah sakit jiwa aja, deh!”“Permisi, ya, Bu, maaf aku buru-buru.” Tak mau mendengar apa pun yang tidak-tidak tentang mamah lebih baik aku segera pergi dari sini.Aku pun sebenarnya ingin merawat mamah di sana. Dulu pernah, tapi mamah berhasil kabur setelah melukai salah satu suster yang hendak memeriksanya.Karena peristiwa itu aku harus merogoh kocek yang cukup dalam untuk bertanggung jawab atas kelakuan mamah.“Ini, Mah, pembalutnya. Mah, jangan buat status yang aneh-aneh lagi, ya? Aku tidak suka. Mamah tahu kan, orang-orang di sini enggak suka sama kita,” jelasku mencoba memberi pengertian. Kuserahkan kembali ponsel mamah setelah tadi kuhapus status WA-nya dan juga komentar dari Bu Sumi dan Bu Ida.“Iya, Mamah enggak akan buat lagi, tapi janji ya, jangan tinggalin Mama
Read more

BAB 137. Tidak pernah bertemu dengan masa lalu.

Assalamualaikum bantu follow akunku yaaa.POV Alya. 🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸“Apa selamanya kamu akan sembunyi, Al?” tanya Lusi padaku.Saat ini kami sedang berbuka puasa menikmati pecel di ujung gang rumahku. Kalau bulan puasa begini memang dagangnya sore hingga malam. Dulu kami pernah makan di sini bertiga bersama Angga.Memang selama 7 tahun ini aku sama sekali tidak pernah bertemu siapa pun di masa laluku.“Enggaklah, Lus. Aku hanya ingin menenangkan diri saja.”“7 tahun, Al? Tidak sebentar. Lihatlah dia seperti anak ayam kehilangan induknya. Kamu tega sekali?” Aku tahu yang dimaksud Lusi adalah Angga.Kemarin tanpa sengaja aku melihatnya di bandara ternyata Angga pulang hari itu juga. Feeling-nya padaku kuat sekali. Herannya aku pun langsung mengenalinya padahal 7 tahun lamanya kami tidak bersua. Meski sosmed Angga selalu aktif, tapi dia tidak pernah memposting fotonya sendiri. Ya, aku diam-diam selalu kepo akunnya.Kukatakan pada Lusi agar tidak memberi tahu Angga. Dasar Lusi saja yan
Read more

BAB 138. Tahu tentang bunganya Angga.

“Sangat. Aku sangat cinta padanya. Kenapa ke?”“Enggak kenapa-kenapa sih, barangkali saja kan, kamu punya pria idaman lain,” kataku mencoba memancing perasaan Lusi.“Dulu, iya, zaman kita labil. But now, aku tidak lagi cinta padanya. First love itu memang indah Al, tapi cinta sejati itu yang abadi sampai ke Jannah nanti.”“Artinya kamu sudah move on?”“Yelah, sudah lama kali aku move on. Hidup harus terus berjalan, Al. Berharap pada sesuatu yang tidak pasti itu menyakitkan dan juga dilarang. Makanya aku tidak pernah berharap. Aku bisa sehappy ini,” jawab Lusi. Apakah Lusi berbohong? Tapi, tak kudapati itu.“Sekarang aku yang tanya, kamu cinta enggak sama Hasan?”Kuteguk es teh sampai habis tak tersisa. Aku tak bisa menjawab pertanyaan Lusi.“Ditanya kok, diem?”“Em, tidak! Maksudnya aku belum cinta, tapi aku sedang berusaha mencintainya,” jawabku jujur.“Kau sedang tidak demam kan, Al? Perasaan macam apa itu? Kalau tak suka jujur saja.”“Entah lah, Lus, aku sedang berusaha aja.”“Conf
Read more
PREV
1
...
1112131415
...
19
DMCA.com Protection Status