Aku terdiam beberapa saat sambil memandangi layar ponsel yang masih terus menyala karena panggilan yang tak kunjung kuangkat. Kepalaku sibuk menerka, ada perlu apa Pak Aidil menelponku, sampai ponsel berhenti berdering. Aku berbalik untuk melangkah ke luar, tapi ponsel yang kugeletakkan di atas kasur kembali berdering. Panggilan dari nomor yang sama. "Assalamu'alaikum. Iya, Pak. Maaf, ada yang bisa saya bantu?" cerocosku saat telpon sudah tersambung. Hening. Tak ada jawaban dari seberang sana. Aku mengerutkan dahi, melihat layar ponsel yang masih berasa dalam panggilan. Kembali kutempelkan layar ponsel ke telinga. "Maaf, apa ada orang di sana?" tanyaku meyakinkan. "I—iya, Zana. Eh, maaf! Kak," jawab suara diseberang sana dengan tergagap.Aku kembali menautkan alis. Heran dengan apa yang baru saja kudengar. "Iya, Pak. Maaf, ada apa ya, Pak?" Terdengar tarikan napas pelan dari seberang sana. "Di luar kampus, panggil nama saja, Kak! Biar lebih akrab," ucapnya diiringi tawa kecil
Read more