Home / Pendekar / Pendekar Romantis / Chapter 141 - Chapter 150

All Chapters of Pendekar Romantis: Chapter 141 - Chapter 150

537 Chapters

Bab 141: Kekalahan Telak Kaum Pemberontak

Paginya, Jenderal Baru dan Jenderal Janu memimpin rapat di kemah mereka, Malaki dan tiga istrinya juga ikut. Sementara Panglima  Jenderal Ki Parong sedang beristirahat di dalam tendanya.“Saudara-saudara sekalian, berdasarkan laporan yang saya terima, perang kemarin dari pasukan kita yang tewas mencapai 3.000 orang lebih, tapi dari pihak pemberontak lebih banyak lagi, yakni hampir separuh dari kekuatan mereka,” Jenderal Baru lalu menatap wajah-wajah para komandan yang ikut rapat, termasuk Malaki dan tiga istrinya.Semuanya terlihat tenang dan juga sabar menunggu sang jenderal wakil Ki Parong ini meneruskan bicaranya.Jenderal Baru lalu menambahkan, perang hari ini merupakan perang habis-habisan, karena akan diadakan serbuan langsung hingga ke jantung pertahanan para pemberontak, terlebih kini semua titik sudah di kepung oleh pasukan Kerajaan Hilir Sungai dan Kerajaan Surata, sehingga pasukan pemberontak tak bisa kabur lagi.Setelah menjel
Read more

Bab 142: Kesadaran Pentolan Pemberontak

Panglima Dato Angki juga menjura hormat ke Jenderal Baru, Jenderal Janu, Malaki dan seluruh ke seluruh prajurit Kerajaan Hilir Sungai yang kembali bertepuk tangan sangat bergemuruh. Semua kagum dan memuji kerendah hatian sang panglima sakti ini.Kini 2000 an para pembangkang mantan anak buah Jenderal Lipa dikawal ketat puluhan ribu prajurit Kerajaan Surata, semua harta benda mereka di rampas pasukan dua kerajaan ini.Setelah pasukan Kerajaan Surata sudah jauh meninggalkan benteng dan meninggalkan debu-debu yang beterbangan, Ki Parong kini memanggil dua jenderalnya.“Jenderal Janu, ku perintahkan agar kamu hukum semua pembangkang ini secara hukuman militer, kita sudah pernah memberi mereka peringatan namun diabaikan!” Jenderal Janu langsung bilang siap, kini 1000 an sisa para pembangkang telah dikumpulkan oleh pasukan Jenderal Janu.Sedang Jenderal Baru diperintahkan untuk melakukan pembersihan di seluruh Kadipaten Antang dan daerah perbatasan
Read more

Bab 143: Pengorbanan Pangeran Biju

Sambil memegang rusuknya yang terasa sangat sakit akibat pukulan Sohail, Pangeran Biju yang terlihat berlumuran darah dibibirnya kini hanya tersenyum sinis memandang Sohail dan dua kawannya.  “Pangeran Biju, kenapa kamu berkhianat dengan pasukan kami dan membakar kapa-kapal kami!” suara Sohail mengguntur saking marah dan kagetnya.“Ha-ha-ha…Sohail, aku kini sadar, hampir saja memasukan serigala ke negeri ku sendiri, kini aku sadar bahwa ambisiku tak ada gunanya. Malah hanya akan bikin hancur negaraku sendiri dan menyengsarakan rakyat!” sahut Pangeran Biju sambil berdiri tegak, darah masih menetes di bibirnya.“Bangsat kamu Pangeran Biju, kamu benar-benar manusia tak berguna, awalnya kamu yang paling semangat ingin berkhianat dan memberontak, bahkan sampai mengirim utusan ke negeri kami. Sekarang kamu malah berkhianat dengan kami, dasar manusia tak punya pendirian, kamu tak ubahnya anjing buduk, tak berguna sama sekali,
Read more

Bab 144: Penangkapan Besar-besaran

Bagaimana nasib Selir Selasih dan Tabib Safar…?Hukuman keduanya juga cukup berat, Tabib Safar di hukum penggal leher, sedangkan Selir Selasih karena sudah tua dan menghormati Prabu Kerta, mantan penguasa dan suaminya dulu, hanya di hukum buang alias di usir dari lingkungan Istana, gelar kehormatannya juga di cabut Prabu Dipa, Selir Selasih kini berstatus warga biasa.Pangeran Kurna berstatus buron kerajaan dan harus di tangkap hidup atau mati kalau ditemukan. Sedangkan Selir Putri Remi atas surat dari Raja Surata Prabu Tago, lolos dari hukuman, karena Prabu Tago minta agar adik sepupunya itu cukup ‘dibina’ saja.Prabu Dipa walaupun sayang sekali dengan Putri Remi, tetap bersikap tegas, dia menghukum ‘ringan’ Putri Remi dan selama 1 tahun lebih sengaja di kucilkan.Permaisuri Putri Delima dan 6 selir lainnya yang selama ini seakan kalah bersaing, kini tersenyum puas, melihat Putri Remi dapat hukuman begitu dari Prabu dipa.
Read more

Bab 145: Akhir Tragis Pangeran Pemberontak

“Bangsaatttt, kurang ajar kamu selir rendahan, kamu tega berkhianat denganku, hei anj**g pengawal ternyata kamu benar-benar anj**g tak tahu diri, kamu lupa siapa aku hahhh!” Pangeran Kurna benar-benar emosi luar biasa melihat adegan itu.Palasi yang awalnya kaget, dengan santainya memakai bajunya kembali, sementara selir Dori buru-buru kembali berpakaian.“Sudah puas marah-marahnya, pangeran tolol, dan kamu Dugol, buat apa menjilat lagi dengan pangeran tolol dan miskin ini, tak ada gunanya, semuanya pepesan kosong belaka, jadi tak ada gunanya lagi membela si pangeran gagal ini, dia sudah jadi buronan paling di cari-cari Kerajaan Hilir Sungai!” kata Palasi sambil tersenyum mengejek.Palasi tentunya tahu itu, karena dia sering menghilang untuk memuaskan hasrat biologisnya, kalau lagi istirahat mengawal Pangeran Kurna.Dan Palasi sering melihat foto pengumuman yang di tempel di mana-mana, dimana gambar lukisan Pangeran Kurna terpampan
Read more

Bab 146: Penyesalan Selir Dori

“Kang, kita tinggal di kota aja yuks, biar kita ga merantau tak tentu arah, aku capek kang?” rengek Selir Dori lagi sambil memegang perutnya yang besar itu. Ini untuk kesekian kalinya Selir Dori meminta kekasihnya ini pindah.“Sudah berapa ratus kali aku bilang, aku ini buronan, kalau tinggal di kota sama dengan menyerahkan leher di penggal prajurit pemerintah. Ini semua gara-gara pangeran tolol itu, akhirnya aku jadi ikutan terlunta-lunta!” sahut Palasi geram.“Ga perlu lagi sebut-sebut nama pangeran itu, dia sudah mati kamu bunuh!” sentak Selir Dori kesal, kini dia mulai menyesal, Palasi ternyata sangat kasar, awal-awalnya saja lembut, namun lama-lama sifat aslinya keluar.“Ooo…kamu masih cinta dengan pangeran tolol itu, kamu tak perlu pura-pura lagi sekarang, aku yakin janin yang ada dalam perut kamu itu, pasti bibit dari pangeran tolol itu. Mana mungkin kita hanya berhubungan 5 bulanan, perut kamu sudah besar
Read more

Bab 147: Ranina Jadi Murid Kakek Sakti

Bayi Ranina ternyata tumbuh sehat, walaupun hanya minum susu kambing atau susu sapi yang dibelikan Bik Ora sampai berumur 2 tahunan.Semakin besar, bayi Ranina sudah menunjukan kecantikannya yang khas, ternyata Selir Dori ada memiliki darah ke Tionghoa-an, sehingga matanya sedikit sipit dan berkulit putih seperti selir malang tersebut.Ranina juga sangat berbakat jadi tabib seperti Bik Ora, sejak bisa bicara, Ranina sudah hapal cara meracik obat seperti yang nenek angkatnya ini lakukan, padahal usianya baru menginjak 3-4 tahunan.Bahkan kalau menolong orang sakit atau melahirkan, bocah cilik itu dengan sigap membantu dan dengan cekatan meracik obat sesuai petunjuk Bik Ora.Diam-diam Ranina juga sangat suka dengan ilmu silat, dia sering mengintip sebuah perguruan silat yang ada di kampung tersebut saat latihan.Selesai nonton latihan, ia lalu pulang ke rumah, Ranina ternyata memiliki otak cerdas dan daya ingat yang kuat, dia dengan mudah mengulang k
Read more

Bab 148: Si Gila Bertemu Cucu Sendiri

Semenjak hari itulah, Ki Balongin dianggap setengah dewa oleh para warga dan pondoknya pun di perbaiki lebih bagus, sehingga Ki Balongin kini memilik pondok yang baik dan kokoh.Warga juga hampir setiap hari mengirim Ki Balongin makanan.Ki Balongin pun berseloroh pada Ranina muridnya, kalau kini gadis cilik ini tak perlu masak lagi, sebab sudah ada makanan tersedia, warga juga tahu kalau Ranina murid si kakek sakti ini.Demikianlah, Ranina yang belum genap 5 tahun kini sudah memiliki ilmu kesaktian yang tinggi dan terus tekun dia latih di bawah bimbingan Ki Balongin.Kita tinggalkan gadis cilik Ranina yang kini di latih Mahaguru Ki Balongin dan sudah bisa diperkirakan Ranina kelak akan menjelma menjadi seorang calon pendekar wanita yang sangat sakti.Agar ceritanya nyambung kita tarik kisah ini sedikit ke belakang sebelum terjadinya pemberontakan, dimana Nyai Mawar yang berencana pindah dari Kerajaan Hilir Sungai, karena dia dapat perintah dari Pa
Read more

Bab 149: Sembara Jadi Murid si Gila

“Maaf kek, kampung ini sudah bukan lagi kampung rampok!” sahut orang itu.Si Gila lalu memandang orang tua itu, lalu tertawa kecil.“Iya saya sudah tahu, teman saya si Pendekar Pekok kan yang membunuhnya, saya hanya ingin tanya rumah Nyai Ningrum di mana. Jangan takut, saya tidak berniat jahat!” Si Gila kini paham kalau dia di curigai.Mendengar si kakek ini menyebut nama Pendekar Pekok, orang tua ini langsung berkurang curiganya.“Sayang sekali, kedatangan kakek terlambat, Nyai Ningrum sudah meninggal dunia 3 bulan yang lalu karena sakit!” Si Gila langsung terdiam, dia tak mampu bersuara lagi.“Di mana kuburannya…!” suara si Gila langsung bergetar, ada keharuan dalam hatinya, karena istrinya itu kini sudah tiada.“Mari saya antar…!” orang tua itu lalu berjalan di duluan menuju sebuah pekuburan umum yang terletak di ujung desa dan ada hutan lebatnya. Di sana juga dulu
Read more

Bab 150: Tinggal Di Benteng

4 tahun kemudian…Tak terasa, kini Sembara sudah berumur hampir 8 tahunan, yang artinya dia mengikuti si Gila yang aslinya kakeknya sendiri tanpa ia sadari ini selama 4 tahunan ini.Sembara kini bukan lagi anak kecil yang harus di tuntun kalau jalan, tapi dengan usia mendekati 8 tahunan, anak kecil ini sudah memiliki kesaktian yang tinggi. Kalau hanya sekedar 5 orang perampok dewasa dengan kemampuan standar, mudah saja bagi Sembara mengalahkannya.Si Gila yang makin sayang dengan Sembara kini tak tanggung-tanggung lagi menurunkan ilmu-ilmunya yang sakti, karena Sembara dianggapnya sudah sanggup menerima ilmu silatnya tersebut.Apalagi semakin besar, wajah Sembara makin tampan saja, kadang Si Gila menatap aneh wajah muridnya ini, sepintas mirip Malaki.“Aneh sekali, makin besar anak ini mirip si Malaki, jangan-jangan ini anaknya…entah siapa ibunya, sebab sejak pisah dengan Rani, ku dengar dia berpetualang dengan beberapa wanita,
Read more
PREV
1
...
1314151617
...
54
DMCA.com Protection Status