Home / Romansa / Menantu Penguasa / Chapter 111 - Chapter 120

All Chapters of Menantu Penguasa: Chapter 111 - Chapter 120

232 Chapters

Chapter 111

"Berhenti di sini saja, Pak!" ucap Annisa kepada sopir taksi yang ditumpanginya.Gadis itu memilih berhenti di dekat halte bus, tidak ingin pulang ke rumah karena di sana dia pasti akan bertemu dengan Zidane. Sebenarnya, bisa saja Annisa pergi ke kafe bukunya untuk menenangkan pikiran, tetapi dia berpikir tempat itu juga pasti akan di datangi suaminya."Baik, Nona." Sopir itu mengangguk patuh.Annisa turun setelah membayar tarip ongkosnya. Dia berjalan gontai tidak memiliki tujan pasti. Suasana di tempat itu sudah agak sepi pejalan kaki, mungkin karena orang-orang sudah beristirahat di rumah masih-masing.Gadis itu mendongak, melihat ke arah langit sambil menengadahkan tangan kanannya. Dia merasakan tetesan air terjatuh dari atas sana mengenai telapak tangannya."Hujan," gumamnya lirih.Kepalanya memutar ke kiri dan kanan, menacari tempat untuk berteduh karena tetesan air langit itu turun semakin deras. Tidak ada pilihan lain, Annisa memutus
Read more

Chapter 112

Tubuh Annisa menggigil kedinginan karena pakaiannya basah kuyup terkena air hujan. Dengan langkah yang lemah gadis itu berjalan sambil mencari taksi yang sedari tadi tidak terlihat melintas di area tersebut. Mungkin karena sudah larut malam dan cuaca baru saja diguyur hujan lebat.Annisa merogoh ponsel dalam saku blezernya, bermaksud ingin menghubungi seseorang untuk menjemputnya. Namun, nasibnya begitu sial. Benda pipih itu tidak bisa menyala karena kehabisan beterai."Astaghfirullah ... kenapa nasibku sangat sial sekali hari ini?" gumamnya bernada frustrasi.Dia memutar kepala ke kiri dan kanan untuk memastikan keadaan di sekelilingnya yang sepi. Rasa takut mulai menyeruak memenuhi pikiran. Takut jika tiba-tiba saja ada penjahat yang ingin melukainya."Ya Allah, aku takut." Gadis itu mengusap wajahnya yang basah dengan air mata sambil melanjutkan berjalan mencari tempat yang agak ramai.Langkah Annisa terhenti seketika, bola matanya membulat semp
Read more

Chapter 113

Lamat, netra teduh itu menatap wajah gadis cantik yang terbaring lemah di atas ranjang dalam keadaan demam. Cukup lama terdiam, sama sekali tidak ingin mengalihkan pandangannya.Rizky mendengkus kasar. Entah apa yang sedang dia pikirkan saat ini hingga sepertinya begitu sesak dan rumit. Pria itu lantas meremas handuk kecil yang dia rendam pada air hangat di dalam baskom kecil, lalu menyimpannya di dahi Annisa dengan hati-hati.Suara getaran ponsel yang beradu dengan meja nakas menyadarkan pria itu dari lamunannya. Dia hanya melihat ponselnya sekilas, tetapi tidak berniat untuk menjawab. Membiarkan benda pipih itu terus bergetar hingga berhenti dengan sendirinya."Kenapa kau tidak menjawab teleponnya?"Rizky menoleh ke belakang, seorang gadis cantik berjalan menghampirinya dengan pandangan yang sulit diartikan."Apa kau berencana menyembunyikan Nona Annisa di sini selamanya?" tanyanya lagi."Aku tidak berpikir seperti itu." Rizky langsung men
Read more

Chapter 114

"Sial! Kenapa dia tidak menjawab teleponku?" umpat Zidane. Dia kesal karena Rizky berkali-kali tidak menjawab teleponnya.Pria tampan itu memukul stir mobilnya, merasa frustrasi karena sudah tengah malam tapi mesih belum bertemu dengan Annisa."Sebanarnya kamu ada di mana sekarang, Kia? Aku sangat mencemaskanmu," gumam Zidane.Dia mendengkus kasar, menyenderkan punggung pada penyangga kursi sambil memijit pangkal hidungnya karena kepalanya berdenyut sangat sakit.Zidane langsung mengambil ponselnya begitu benda tersebut tiba-tiba berdering. Dia pikir, Rizky menghubungi untuk memberitahu keberadaan Annisa. Namun, dugaannya salah. Bukan Rizky, tetapi Nayla yang meneleponnya.Dia sudah mengabaikannya sejak tadi, tetapi gadis itu seperti tidak menyerah. Entah apa yang ingin dia bicarakan, Zidane tidak peduli karena yang dia ingin tahu adalah keberadaan Annisa saat ini ada di mana dan bagaimana keadaannya.Pria itu menyimpan kembali ponsenya pada
Read more

Chapter 115

Zidane berjalan gontai menuju ke kamarnya. Langkah pria itu terhenti di ambang pintu, menatap kekosongan pada ruangan yang berukuran sedang. Tak ada orang yang biasanya selalu menciptakan suasana rumah menjadi ramai dan penuh kehangatan walau hanya tinggal berdua.Pria beralis tebal itu mendesah kasar sebelum akhirnya melanjutkan langkahnya memasuki kamar. Dia melempar jas yang tadi dia kenakan ke sembarangan arah, lalu melempar tubuhnya ke atas kasur penuh beban.Lelah, tetapi tak ingin menyerah.Capek, tetapi tak bisa beristirahat.Zidane kembali mendengkus kasar sambi meninju-ninju dahinya sendiri sambil memejamkan mata karena kepalanya terasa berat.Bibir pria itu terkatup rapat, tetapi di dalam otak dan hatinya tak berhenti berbicara sendiri. Memang semua salahnya yang tak jujur, padahal dia sendiri yang meminta agar di antara mereka tidak boleh ada rahasia, tetapi malah dirinya sendiri yang menyimpan rahasia. Wajar jika istrinya itu marah dan
Read more

Chapter 116

Keesokan paginya, Annisa mengejapkan mata menyesuaikan penglihatannya dengan silau cahaya matahari yang menyeruak masuk melalui celah jendela kamar. Kedua alisnya saling bertautan saat melihat sekeliling ruangan yang begitu tidak asing lagi baginya. Namun, dia belum sepenuhnya sadar bahwa saat ini sedang berada di rumahnya."Aku di mana? Kenapa tempat ini sangat tidak asing," gumamnya sambil beranjak bangun. Tangan kanan gadis itu refleks menyentuh dahinya, mengambil kain handuk yang masih menempel. Kamudian menyimpan handuk kecil tersebut di atas nakas.Gadis itu meringis sambil memegangi kepalanya yang terasa berat dan berdenyut sakit. Matanya terpejam sesaat untuk menetralisir rasa sakit tersebut."Kau sudah bangun, Sayang?"Annisa menoleh ke arah sumber suara. Seketika itu ekpresinya berubah masam melihat sosok yang dibencinya berjalan menghampiri sambil membawa nampan berisi gelas dan mangkuk."Kau? Kenapa kau ada di sini?" Gadis itu terdiam s
Read more

Chapter 117

"Hem."Annisa dan Zidane refleks menoleh ke arah sumber suara, mereka langsung membenarkan posisi berdiri dengan perasaan nampak canggung."Nayla," gumam Annisa pelan.Entah mengapa, ada yang berdenyut sesak di dalam dada Annisa saat melihat Nayla. Mungkin ini efek dari kejadian kemarin malam yang belum selesai."Maaf aku mengganggu kalian," ucap Nayla sambil tersenyum tipis.Dia berusaha menekan perasaannya agar tidak nampak jelas terlihat bahwa saat ini dia sedang cemburu pada pasangan suami istri yang ada di hadapannya itu."Kamu tidak mengganggu, kok," sahut Annisa tenang.Sedetik kemudian, Annisa mendongak menatap Zidane sekilas sebelum melanjutkan perkataannya."Kalian pasti ingin mengobrol, ya. Kalau begitu, aku pergi ke kantor dulu," ucap Annisa sambil tersenyum canggung.Setelah itu, dia terburu-buru ingin segera pergi dari sana. Namun, langkahnya tertahan karena Zidane mencekal lengannya sedikit mencengkram.
Read more

Chapter 118

"Nona, sebaiknya kita batalkan saja pertemuannya. Aku akan menghubungi pak Morgan untuk mengundur jadwal meeting," ucap Tiara sembari melirik Annisa melalui kaca spion yang menggantung di depan kemudi."Sebaiknya kita ke rumah sakit saja. Wajah Nona Annisa pucat sekali, aku khawatir Nona pingsan," ucap Tiara lagi yang merasa tidak tega melihat Annisa yang nampak tidak sehat."Tidak perlu. Aku baik-baik saja, Tiara," sahut Annisa."Tapi, Nona-"Perkataan Tiara tertahan karena ponsel Annisa tiba-tiba berdering cukup lama. Dia menghela napas panjang sembari menggelengkan pelan kepalanya tanpa mengurangi fokusnya mengemudi.Tidak lama kemudian, mobil yang ditumpangi oleh Annisa berhenti di sebuah restoran ternama tempat yang sudah disepakati untuk bertemu dengan calon klien.Dua wanita cantik itu turun dari mobil dan berjalan beriringan memasuki restoran mencari orang yang akan mereka temui."Di sana, Nona," ucap Tiara sambil menunjuk ke
Read more

Chapter 119

Zidane merasa frustrasi karena Annisa selalu mengabaikan teleponnya. Dia berniat menyusul setelah mendapat pesan berupa foto yang memperlihatkan seorang pria terlihat sedang memeluk Annisa. Zidane langsung meluncur ke restoran tempat istrinya berada setelah mengetahui lokasinya dari sekretaris Annisa melalui telepon. Kedua bola matanya membulat sempurna dengan rahang yang mengeras melihat pemandangan yang kini ada di hadapannya. "Apa yang kau lakukan kepada istriku?" tegur Zidane penuh penekanan. "Kau apakan istriku, hah?!" geram Zidane lagi.  Morgan terpaku, terkejut tiba-tiba dihampiri pria yang nampak familiar di matanya. Dia bahkan tidak menyadari gadis yang dia gendong sudah berpindah kepada Zidane. "Kayson?" tanya Morgan yang tak mendapat sahutan dari lawan bicaranya. "Aku tidak tahu dia kenapa. Dia tiba-tiba saja pingsan saat hendak pergi," jelasnya setelah beberapa saat setelah tersadar dari pikirannya. "Aku tidak akan mem
Read more

Chapter 120

"Kau bilang jangan pernah ada rahasia di antara kita, tapi kenyataannya kau sendiri yang menyimpan rahasia." Annisa berucap dengan suara lirih dan bergetar. Air matanya tak berhenti keluar membasahi wajah putih mulus yang sedikit terlihat pucat. Zidane terdiam, netranya nampak sendu melihat wajah rapuh sang istri, tetapi tetap tenang tak menyela perkataan Annisa. Dia membiarkan istrinya itu mengutarakan semua yang ada dalam pikirannya. Dengan mata yang berkaca-kaca Annisa menatap wajah Zidane menuntut sebuah penjelasan dan pertanggungjawaban atas hati yang terluka, juga atas rusaknya sebuah kepercayaan. "Berapa banyak lagi rahasia yang kau sembunyikan dariku, hah? Kenapa kau senang sekali membuat kejutan untukku?" tanya Annisa dengan suara lirih penuh penekanan di setiap kata-katanya. Kepala Zidane refleks menggeleng, menyangkal prasangka Annisa sambil terus menatap manik rapuh itu dalam-dalam. "Aku tidak memiliki rahasia apa pun kecuali tenta
Read more
PREV
1
...
1011121314
...
24
DMCA.com Protection Status