Zidane merasa frustrasi karena Annisa selalu mengabaikan teleponnya. Dia berniat menyusul setelah mendapat pesan berupa foto yang memperlihatkan seorang pria terlihat sedang memeluk Annisa. Zidane langsung meluncur ke restoran tempat istrinya berada setelah mengetahui lokasinya dari sekretaris Annisa melalui telepon.
Kedua bola matanya membulat sempurna dengan rahang yang mengeras melihat pemandangan yang kini ada di hadapannya.
"Apa yang kau lakukan kepada istriku?" tegur Zidane penuh penekanan.
"Kau apakan istriku, hah?!" geram Zidane lagi.
Morgan terpaku, terkejut tiba-tiba dihampiri pria yang nampak familiar di matanya. Dia bahkan tidak menyadari gadis yang dia gendong sudah berpindah kepada Zidane.
"Kayson?" tanya Morgan yang tak mendapat sahutan dari lawan bicaranya. "Aku tidak tahu dia kenapa. Dia tiba-tiba saja pingsan saat hendak pergi," jelasnya setelah beberapa saat setelah tersadar dari pikirannya.
"Aku tidak akan mem
"Kau bilang jangan pernah ada rahasia di antara kita, tapi kenyataannya kau sendiri yang menyimpan rahasia." Annisa berucap dengan suara lirih dan bergetar. Air matanya tak berhenti keluar membasahi wajah putih mulus yang sedikit terlihat pucat. Zidane terdiam, netranya nampak sendu melihat wajah rapuh sang istri, tetapi tetap tenang tak menyela perkataan Annisa. Dia membiarkan istrinya itu mengutarakan semua yang ada dalam pikirannya. Dengan mata yang berkaca-kaca Annisa menatap wajah Zidane menuntut sebuah penjelasan dan pertanggungjawaban atas hati yang terluka, juga atas rusaknya sebuah kepercayaan. "Berapa banyak lagi rahasia yang kau sembunyikan dariku, hah? Kenapa kau senang sekali membuat kejutan untukku?" tanya Annisa dengan suara lirih penuh penekanan di setiap kata-katanya. Kepala Zidane refleks menggeleng, menyangkal prasangka Annisa sambil terus menatap manik rapuh itu dalam-dalam. "Aku tidak memiliki rahasia apa pun kecuali tenta
"Bagaiamana ini Alfi? Kau bilang akan menjodohkan Kay dengan Nayla, tapi ternyata dia sudah menikah. Asal kau tahu karena masalah ini Nayla jadi syok dan sedih!" hardik Diki kepada Alfian.Mata elang itu begitu tajam menatap lawan bicaranya seolah sedang menuntut sebuah pertanggungjawaban atas gagalnya rencana yang telah mereka sepakati.Alfian menghela napas panjang lalu memalingkan wajahnya ke arah lain sebentar sambil mendecakkan bibir."Ini semua di luar dugaanku. Aku dan istriku juga baru tahu Kayson sudah menikah," jawab Alfian bernada berat."Aku benar-benar minta maaf kepadamu dan juga Nayla. Aku paham pasti anakmu sangat kecewa, tetapi mau bagaimana lagi? Sekarang tidak mungkin kita akan meneruskan perjodohan ini," jelas Alfian."Aku sendiri tidak habis pikir dengan Kayson, bisa-bisanya dia mengambil keputusan tanpa berunding dahulu dengan kami. Jujur saja, aku sangat kecewa kepadanya," sambung Alfian lagi setelah beberapa detik ada jeda p
"Kalau begitu, saya pamit pulang dulu. Semoga Nona Annisa lekas sehat," ucap Morgan sambil tersenyum ramah kepada Annisa yang sedang duduk di atas ranjangnya sambil bersandar pada tumpukan bantal.Pria tampan itu mengulurkan tangan hendak berjabat tangan dengan Annisa. Melihat hal itu Annisa pun ingin membalasnya, tetapi niatnya tertahan karena tiba-tiba saja Zidane mendahului aktivitasnya."Terima kasih sudah menjenguk istri saya. Pintu ke luarnya ada di sebelah sana," ucap Zidane sarkas sambil menatap tajam wajah Morgan.Annisa melongo melihat tingkah suaminya yang sangat tidak sopan itu. Pandangannya beralih ke arah Morgan yang nampak tenang menghadapi sikap Zidane yang kurang baik terhadapnya.Dengan cepat gadis itu menarik lengan Zidane, lalu meminta maaf kepada Morgan atas sikap suaminya yang sangat kekanak-kanakan itu."Dia hanya bercanda saja, jangan kau ambil hati, ya. Memang kadang-kadang sikapnya itu sangat menyebalkan." Annisa berucap s
"Jangan membenciku. Apa kau ingin melihatku gila?" ujar Zidane sambil bertanya kepada Annisa.Kedua alis gadis itu mengernyit dalam. "Apa hubungannya aku membencimu dengan kau menjadi gila?" tanyanya.Zidane mengulum senyum. "Tentu ada hubungannya," jawabnya. Dia menatap manik teduh itu dalam-dalam lalu turun ke bawah tepat di bibir tipis sang istri. "Jika kau membenciku, kau akan meninggalkan aku dan semua itu akan membuatku gila," aku Zidane kemudian."Kau tahu aku sangat mencintaimu, Kia. Bahkan kau selalu bertahta di hati ini sejak lama, bahkan walau kau tak bisa mengingatku," jelas Zidane.Annisa semakin mengernyitkan alis sambil menyipitkan matanya, terheran akan perkataan Zidane pada kalimat terakhirnya."Sejak lama?"Zidane mengangguk mengiakan."Kapan itu?" tanya Annisa lagi.Zidane terdiam, memperlihatkan ekspresi seperti sedang berpikir. Sementara itu, Annisa terdiam karena menunggu penjelasan suaminya."Hm, a
"Kau mau ke mana sepagi ini sudah rapi?" tanya Zidane.Matanya menyipit saat melihat istrinya sudah berpenampilan rapi. Gadis berhijab itu berjalan mendekati Zidane yang sedang menata makanan untuk sarapan di atas meja makan. Annisa menggeser salah satu kursi lalu mendudukinya dengan santai."Aku sudah bosan terlalu lama berdiam diri di rumah. Aku merindukan suasana kantor," ucap Annisa santai.Seminggu berada di rumah tanpa aktivitas adalah waktu yang sangat lama dan membosankan bagi Annisa. Dia merindukan suasana bekerja di kantor. Setidaknya, dia bisa mengerjakan sesuatu yang berguna dari pada berdiam bagaikan pengangguran.Zidane tak langsung menyahuti, pria beralis tebal itu mengernyitkan kedua laisnya menatap wajah sang istri dengan pandangan yang sulit dimengerti."Bosan?" ulang Zidane.Annisa mengangguk mengiakan sambil mengambil nasi goreng ke dalam piringnya."Ya, aku merasa penat setiap hari hanya diam. Itu membuatku
Zidane tekekeh pelan tanpa dosa saat melihat sang istri tak berhenti menggerutu kesal kepadanya. Bagaimana tidak, penampilan yang semula rapi dan wangi siap untuk berangkat ke kantor, seketika menjadi sembrawut karena ulahnya yang tak bisa menahan diri untuk tidak melakukan adegan romantis di atas ranjang.Perlahan dia turun dari ranjang, mengikuti langkah Annisa yang hendak ke kamar mandi. Namun, langkahnya tertahan di ambang pintu saat tak mendapat izin masuk dari sitrinya itu."Kau mau ke mana?" tanya Annisa ketus sambil menyipitkan matanya menatap wajah tanpa dosa Zidane."Mau ikut mandi," sahut Zidane sambil menyeringai dan menggaruk tengkuknya yang tak gatal.Refleks, Annisa langsung memelototkan matanya menatap Zidane dengan sorot galaknya."Tidak boleh!" tolak Annisa tegas. Dia segera menutup pintu dan menguncinya dari dalam agar Zidane tidak bisa menerobos masuk.Akan sangat berbahaya jika sampai Zidane dibiarkan ikut mandi bersama.
Annisa menatap Zidane dalam diam yang sedang fokus mengemudi mobil menuju ke kantor. Wajah pria itu nampak kusut walau sikapnya tetap tenang. Tiba-tiba saja, dering ponsel dalam tas Annisa berbunyi, menarik gadis itu dari lamunannya. Dia langsung menggeser icon berwarna hijau begitu tahu orang yang menghubunginya.Gadis berhijab itu berbicara, sekilas menoleh melihat ke arah Zidane yang masih fokus mengemudikan mobilnya. Tak lama kemudian, sambungan telepon terputus dan Annisa kembali menyimpan ponselnya ke dalam tas."Kenapa kau tidak mengaktifkan ponselmu?" tanya Annisa kepada suaminya. "Baru saja Rizky menghubungiku. Dia berusaha menghubungimu dari tadi, tapi katanya tidak bisa," ucap Annisa lagi.Zidane menoleh, tidak langsung menjawab perkataan istrinya. Dia merogoh ponsel dari dalam saku jas yang dikenkanannya dengan satu tangan."Ah, iya. Aku lupa mengaktifkannya," ucapnya tenang sambil memperlihatkan layar benda pipih itu kepada Annisa. Sepersekia
Zidane menghentikan mobilnya tepat di parkiran kantor dan langsung mematikan mesinnya. Dia menghela napas panjang sebelum akhirnya melihat ke arah sang istri yang masih menunggunya berbicara."Bukan masalah serius. Aku pasti akan segera menyelesaikan semuanya," ucap Zidane sambil tersenyum tipis kepada Annisa."Kau yakin tidak butuh bantuanku?" tanya Annisa sambil menatap dalam-dalam wajah suaminya."Hm."Zidane kembali tersenyum, dia mengusap puncak kepala Annisa yang terhalang hijab dengan lembut."Yang perlu kau lakukan hanya cukup berada di sampingku dan tetap mencintaiku selamanya," sambung Zidane lagi.Tak ada yang terucap dari mulut Annisa. Dia hanya diam sambil memerhatikan wajah Zidane. Seolah sedang berusaha membaca apa yang ada di dalam pikiran suaminya itu sekarang."Jika kau membutuhkan bantuanku, katakan saja. Jangan merasa sungkan. Aku pasti akan berusaha membantumu," ucap Annisa serius. "Itu pun kalau kau menganggapku