Annisa menatap Zidane dalam diam yang sedang fokus mengemudi mobil menuju ke kantor. Wajah pria itu nampak kusut walau sikapnya tetap tenang. Tiba-tiba saja, dering ponsel dalam tas Annisa berbunyi, menarik gadis itu dari lamunannya. Dia langsung menggeser icon berwarna hijau begitu tahu orang yang menghubunginya.
Gadis berhijab itu berbicara, sekilas menoleh melihat ke arah Zidane yang masih fokus mengemudikan mobilnya. Tak lama kemudian, sambungan telepon terputus dan Annisa kembali menyimpan ponselnya ke dalam tas.
"Kenapa kau tidak mengaktifkan ponselmu?" tanya Annisa kepada suaminya. "Baru saja Rizky menghubungiku. Dia berusaha menghubungimu dari tadi, tapi katanya tidak bisa," ucap Annisa lagi.
Zidane menoleh, tidak langsung menjawab perkataan istrinya. Dia merogoh ponsel dari dalam saku jas yang dikenkanannya dengan satu tangan.
"Ah, iya. Aku lupa mengaktifkannya," ucapnya tenang sambil memperlihatkan layar benda pipih itu kepada Annisa. Sepersekia
Zidane menghentikan mobilnya tepat di parkiran kantor dan langsung mematikan mesinnya. Dia menghela napas panjang sebelum akhirnya melihat ke arah sang istri yang masih menunggunya berbicara."Bukan masalah serius. Aku pasti akan segera menyelesaikan semuanya," ucap Zidane sambil tersenyum tipis kepada Annisa."Kau yakin tidak butuh bantuanku?" tanya Annisa sambil menatap dalam-dalam wajah suaminya."Hm."Zidane kembali tersenyum, dia mengusap puncak kepala Annisa yang terhalang hijab dengan lembut."Yang perlu kau lakukan hanya cukup berada di sampingku dan tetap mencintaiku selamanya," sambung Zidane lagi.Tak ada yang terucap dari mulut Annisa. Dia hanya diam sambil memerhatikan wajah Zidane. Seolah sedang berusaha membaca apa yang ada di dalam pikiran suaminya itu sekarang."Jika kau membutuhkan bantuanku, katakan saja. Jangan merasa sungkan. Aku pasti akan berusaha membantumu," ucap Annisa serius. "Itu pun kalau kau menganggapku
Annisa sama sekali tak beranjak dari tempat duduknya menyelesaikan pekerjaan yang sudah menggunung di atas meja. Dia bahkan melewatkan waktu makan siangnya karena terlalu fokus pada pekerjaannya. Suara ketukan pintu dari luar sedikit menarik fokus Annisa. Dia lngsung mengizinkan orang itu masuk ke ruangannya tanpa mengalihkan pandangan dari layar laptop yang sedari tadi terus menyala. Langkah Zidane terhenti sejenak di ambang pintu sambil melihat istrinya yang sama sekali tidak menyadari kehadirannya. Dia berjalan mendekat lalu menaruh kantung kresek berwarna putih berisi makanan di atas meja kerja Annisa. "Kerja boleh, tapi jangan sampai lupa makan," ucapnya sambil menatap Annisa yang saat itu masih fokus pada layar laptopnya. Mendengar suara yang sangat familiar, gadis itu pun mendongak untuk memastikannya. Kedua sudut bibirnya tertarik sedikit ke atas mengulas sebuah senyum yang sangat manis. "Kukira kau Tiara," sahut Annisa tenang. "Sedang apa kau d
"Zidane," panggil Rizky. Dia langsung berjalan menghampiri CEO-nya yang sedang ingin dia temui untuk menyampaikan informasi penting terkait jadwal meeting. "Kebetulan sekali aku bertemu denganmu di sini," ucap Rizky. Dia membuka buku catatan kecil miliknya lalu kembali menatap wajah Zidane. "Sore ini kau ada meeting dadakan dengan pak Pramana," jelasnya. "Bukankah meeting itu besok lusa?" "Ya, tapi baru saja pak Pramana menghubungiku, memberitahu kalau jadwalnya dimajukan menjadi pukul lima sore hari ini karena lusa dia akan pergi ke luar negeri," jelas Rizky. Zidane memainkan bibirnya kemudian mengangguk mengiakan. "Kalau begitu kau siapkan semua dokumen yang diperlukan untuk meeting sekarang!" titahnya sembari berjalan melanjutkan niatnya pergi ke ruang kerjanya. "Aku sudah menyiapkan semuanya," jawab Rizky yakin. "Baguslah," ucap Zidane datar. Sepersekian detik kemudian, dia berhenti dan berbalik melihat Rizky yang berjalan
Annisa bergeming, terkejut melihat wanita yang ada di hadapannya sekarang. Dia pernah melihat wajah itu sekali saat acara makan malam bersama Nayla beberapa waktu yang lalu. "Waalaikumsalam," jawab wanita paruh baya itu dengan nada yang terdengar tidak ramah. Dia menatap tajam wajah Annisa dari atas ke bawah lalu ke atas lagi dengan sorot yang menampakkan ketidaksukaannya. "Ta-tante," gumam Annisa gugup. Matanya mengejap seolah tak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini. Setelah kesadarannya terkumpul, dia langsung bergegas membuka pintu rumahnya dan mempersilakan tamu tak terduga itu masuk bersamanya. "Silakan masuk, Tante," ucap Annisa. Vivi bergeming sesaat masih menatap Annisa dengan sorot yang galak, lalu dia berjalan memasuki bangunan rumah tempat tinggal putranya yang baru dia ketahui sekarang. "Kenapa kau pulang sendiri? Di mana Kayson?" tanya Vivi bernada ketus. "Dia ada meeting penting bersama klien," jawab Annisa. Gad
Annisa merenggangkan tubuhnya dari pelukan Zidane. Dalam diam dia menatap teduh pendar bola mata suaminya yang nampak begitu tulus."Apa kau tidak mau mendengar apa yang kukatakan kepada mamamu saat dia meminta aku untuk meninggalkan kau?" tanya Annisa.Sebelah alis Zidane naik sambil menatap Annisa. "Apa yang kau katakan?" tanyanya penasaran.Zidane melihat istrinya menghela napas panjang sambil memainkan bibir dengan ekspresi seperti sedang berpikir sesuatu."Aku bilang kalau aku tidak akan pernah meninggalkan kau, kecuali kau yang menginginkannya," ucap Annisa sambil menatap Zidane."Mamamu terlihat sangat kesal begitu aku mengatakannya. Tapi aku tidak peduli itu," sambungnya lagi sambil mengangkat kedua bahunya tak acuh.Annisa terdiam beberapa detik untuk menghela napas panjang sebelum melanjutkan perkataannya."Aku memang bukan wanita baik jika dibandingkan dengan wanita lainnya, aku juga tidak bisa berjanji akan menjadi istri yang sempurna, ta
Annisa dan Zidane berjalan beriringan ke luar dari area kantor menuju ke restoran yang biasa mereka kunjungin untuk mencari makan siang. Langkah Annisa terhenti tepat saat setelah dia membuka pintu dan akan masuk ke mobil."Ada apa? Apa kau melupakan sesuatu?" tanya Zidane terheran. Dia pun ikut mengurungkan niatnya untuk masuk ke mobil."Sebenarnya siang ini Nayla mengajakku bertemu. Mungkin sekarang dia sudah menungguku di restoran," ucap Annisa."Untuk apa kalian bertemu?" tanya Zidane.Entahlah, sejak saat mengetahui bahwa Nayla adalah wanita yang akan dijodohkan dengannya membuat Zidane merasa tidak suka kepada gadis itu. Rasanya Zidane tidak ingin istrinya memiliki hubungan yang terlalu dekat dengan Nayla lagi."Memangnya kenapa kalau aku bertemu dengan Nayla? Apa kau sudah lupa kalau kami itu bersahabat sejak lama?" Annisa mencercah Zidane dengan sederet pertanyaan."Bukan begitu, tapi aku merasa sepertinya kau harus berjaga jarak den
Wajah Annisa langsung memucat mendengar perkataan Nayla baru saja. Refleks dia melirik ke arah Zidane, menatapnya dengan sorot yang sulit diartikan.Sementara itu Zidane mengernyitkan kedua alis, menatap Nayla dengan mata elangnya yang tajam."Kenapa kau menanggapinya dengan serius? Aku hanya bercanda saja," ucap Nayla sembari terkekeh pelan.Annisa mengejapkan mata merasa tak percaya, yang baru saja dia dengar seperti bukan sedang bercanda. Lamat iris cokelat itu memandang wajah sahabatnya, mencoba membaca ekspresi. Namun, tetap saja, Annisa tidak bisa asal menebak."Aku kira kau serius," ucap Annisa lirih sambil tersenyum kecut. "Syukurlah kalau hanya bercanda," sambungnya lagi.Gadis berhijab itu berdehem serta menundukkan pandangannya sesaat untuk menetralkan kecanggungan yang sempat mendera perasaannya."Sebenarnya, kalau pun kau serius dengan perkataanmu baru saja, aku sudah memiliki jawaban." Annisa berucap sembari menatap Nayla dengan sorot yang
"Kamu kenapa, Sayang? Aku perhatikan sejak dari tadi kamu melamun terus? Mikirin apa?" tanya Zidane.Annisa tidak menyadari Zidane sudah berada di kamar dan sedang menatap ke arahnya. Seingat dia, tadi Zidane sedang berbicara dengan seseorang melalui sambungan telepon."Eh, kapan kamu masuk?"Zidane menghela napas panjang. Dia berjalan mendekat dengan posisi kedua tangan yang dia masukkan ke dalam saku celana. Kemudian, dia duduk di tepi samping ranjang, menghadap ke arah istrinya.Refleks, satu tangan Zidane terangkat mengusap puncak kepala Annisa yang sedang tidak mengenakan kerudung sambil menampakkan senyum manis.Ya, entah sejak kapan tepatnya, sekarang Annisa sudah tidak mengenakan kerudungnya ketika sedang di dalam kamar berdua dengan Zidane."Apa yang sedang kamu pikirkan hingga tak menyadari aku ada di sini sejak tadi?""Tidak ada. Aku tidak sedang memikirkan apa pun," Jawab Annisa mengulas sebuah senyum menutupi kebohongannya.Sayang, g