Home / Romansa / WANITA SIMPANAN / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of WANITA SIMPANAN: Chapter 1 - Chapter 10

133 Chapters

1. TAMU ISTIMEWA

Plak!"Mas!" pekik wanita itu. Satu tamparan mendarat di pipi Mas Rasha begitu tahu wanita yang berdiri di sampingnya kini menjadi adik maduku. Sungguh aku tak menyangka, Mas Rasha yang selama ini begitu kucintai tega menancapkan luka yang begitu dalam. Pandanganku nanar, dada bergemuruh hebat melihat kenyataan yang ada di depan mata. Dia berkhianat. Mas Rasha bergeming. Aku meremas kuat celemek yang masih menempel di tubuh ini. Harusnya hari ini kami merayakan anniversary yang ke delapan. Sengaja aku   menyiapkan makanan kesukaannya untuk merayakan hari pernikahan kami. Aku ingin memberikannya kejutan. Sayangnya, justru aku yang mendapat kejutan lebih dulu. Sekuat tenaga aku menahan gemuruh di dalam dada. Amarahku memuncak seumpama meriam yang siap untuk diledakkan. Tapi, sayang, aku tak selemah itu. Aku menarik napas di dalam dada untuk melonggarkan napas yang terasa begitu sesak
Read more

2. BERUSAHA MENJADI RATU

Setelah drama menyebalkan tadi selesai, aku kembali berkutat di dapur. Menyelesaikan masakan yang kubuat dengan penuh cinta. Aku mengaduk soto Betawi kesukaan Mas Rasha setelah menambahkan bumbu penyedap. Sungguh menyedihkan. Kukira malam ini kami akan melaluinya dengan penuh cinta seperti biasa, ternyata justru sebaliknya. Cincin berlian yang selalu menjadi hadiah pernikahan kami kini berubah menjadi bara api yang harus kugenggam kuat. Aku berhenti sejenak sembari mengatur gemuruh di dalam dada. Dadaku terasa sesak seolah oksigen enggan untuk sekedar bertahan di dalam rongga dadaku. Air mata yang sejak tadi kutahan akhirnya luruh juga bersamaan dengan tubuhku yang ikut meluruh ke lantai. Kugigit bibir bawahku sembari meremas kuat celemek yang masih menempel di tubuh ini. Suara tangis ini tak boleh keluar. Aku tak ingin orang lain tahu luka hatiku."Bunda?" sapa gadis kecil di hadapanku. Gegas aku mengusap sisa
Read more

3. RAYUAN WANITA PENGGODA

"Jangan pernah membiarkan orang lain masuk ke dalam kehidupan rumah tanggamu, jika tak ingin berakhir dengan perceraian akibat pengkhianatan."Kalimat itu sering kali kudengar dari beberapa   orang yang menasehatiku. Termasuk Sinta–sahabatku sejak kecil–.Sinta menolak tegas saat kuceritakan kehadiran Nayla di dalam rumah tangga kami. Baginya sama saja aku membuka lebar peluang wanita itu untuk merebut posisiku. "Ai, kamu salah besar. Kamu sudah jelas membuka peluang untuk dia.""Aku harus bagaimana, Ta? Mas Rasha berjanji akan memulangkannya.""Kapan?" Aku kengendikkan bahu. "Ai, sebelum terlambat, kamu harus mencegahnya. Wanita itu sudah terang-terangan loh. Persahabatan beda jenis kelamin itu pastinya akan berujung cinta sepihak.""Maksudnya?""Salah satu di antara mereka pasti memendam rasa. Nggak ada persahabatan seperti itu yang biasa-biasa saja. Percaya deh sama aku."Aku terus mencern
Read more

4. DESAS DESUS TETANGGA

Lima hari telah berlalu, akan tetapi hingga kini Mas Rasha belum juga membawa Nayla pergi dari rumah ini. Apalagi dia bukan mahram suamiku. Mas Rasha pun tahu, batas bertamu hanya tiga hari. Melapor ke Pak RT pun belum. Hal yang paling aku takutkan, jika Nayla berlama-lama di rumah ini, akan ada desas-desus yang tak mengenakkan dari tetangga. Lagi pula, bagiku Nayla itu perlu diawasi, mengingat gerak-geriknya seolah berusaha menggoda suamiku. "Mas, kapan? Ini sudah hari ke lima," tanyaku saat aku sedang mempersiapkan pakaian kantornya. "Sabar, Dek. Kontrakannya belum dapat," jawabnya seraya mengeringkan rambutnya dengan handuk. "Emang kontrakannya harus gimana, sih, Mas? Segitu ribetnya.""Kamu tenang aja ya, Sayang. Minggu ini pasti dapat. Mas akan berusaha."Mas Rasha meraih kemejanya kemudian memakainya. Aku mengempaskan tubuh di sofa kamar kami. "Mas udah laporan sama RT belum?""Belum, ini mas
Read more

5. KELAKUAN NAYLA

"Mbak Ainun!" Aku menoleh ke arah suara. Rupanya ibu-ibu tengah berkumpul di taman komplek. Aku yang sedang menemani Naura jalan-jalan sore akhirnya mendekat ke arah mereka.  "Sini dulu, atuh, Neng," ajak Bu Elis. Aku menanggapinya dengan senyum lalu duduk tepat di sampingnya. Tubuh kecil Naura kupangku.  "Gimana si awewe itu?" tanya Bu Elis. Aku mengernyitkan dahi masih tak mengerti.  "Iki loh, Mbak, si gundik kegatelan," sambung Bu Ajeng dengan logat Jawanya.  "Maaf?" tanyaku halus.  "Dia masih di rumah kamu?" tanya Bu Lastri.  Aku mengangguk lemah. "Atuh usir aja! Jangan sampai teh dia main belakang sama suami kamu," celetuk Bu Elis.  "Iya, bener itu, Mbak. Kan perselingkuhan itu terjadi karena adanya kesempatan dalam kesesatan," imbuh Bu Lili.  "Kesempitan!" koreksi mereka kompak.  "Itu maksud saya. Kan kali aja dia pake susuk pemikat di wajahnya. Itu kan sesat na
Read more

6. SAATNYA BERAKSI

Semenjak kejadian semalam, aku semakin geram dibuatnya. Berani-beraninya dia mempertontongkan belahan dadanya pada suamiku. Aku tidak mau tahu dan menerima alasan apapun lagi, hari ini dia harus segera pergi. "Dek, Mas berangkat dulu, ya." Aku hanya mengangguk padanya. Hatiku masih saja sakit dibuatnya. Perlahan sebuah tangan kekar melingkar di perutku. Mas Rasha menumpukan dagunya di bahuku, bersamaan dengan pelukannya semakin erat. "Maafkan mas, Dek," bisiknya. Aku masih bergeming. Suasana hening menyelimuti kami hingga suara tangisan Naura terdengar. Aku melepaskan diri dari rengkuhannya lalu menghampiri putriku. Tubuh kecil Naura kuangkat lalu menggendongnya. Mas Rasha menahanku, diciuminya pipi gembul Naura dengan gemas lalu dengan cepat bibirnya juga mendarat di pipiku. Tak dapat mengelak hingga aku lebih memilih diam saja. "Mas berangkat, Sayang," pamitnya lalu mencium keningku. "Sayang
Read more

7. MENGUSIR PELAKOR

"Kamu sengaja 'kan, mengajak mereka kesini?" ucapnya setelah tetanggaku pergi. "Buat?" tanyaku sesantai mungkin. "Buat mempermalukan aku. Segala uneg-unegmu sudah disampaikan sama mereka."Aku tersenyum sinis. "Lalu?""Kamu sudah puas?!" tanyanya dengan menatapku tajam. "Belum. Ini baru permulaan Nayla.""Aku akan mengadukannya pada Rasha," ancamnya."Silakan!" tantangku. Dia menggeratkkan giginya kemudian berlalu meninggalkanku. Aku tertawa lepas saat mengingat bagaimana mereka menghadapi Nayla. "Mengusirku?" tanya Nayla. "Iya, kamu sudah melanggar peraturan di kompleks ini." Kening Nayla berkerut."Pertama, batas bertamu adalah tiga hari, lewat dari itu silakan pulang atau kembali melapor ke RT setempat dengan membawa foto copy KTP. Kedua, kamu bukan saudara atau keluarga dari Pak Rasha maupun Mbak Ainun. Status kamu hanyalah teman Pak Rasha. Jadi, kami pik
Read more

8. DINAS DI LUAR KOTA

Suasana rumah begitu nyaman, tak ada wanita itu, tak ada keributan dan pastinya tak ada wanita penggoda. Aku menikmati suasana seperti ini. Dan aku berharap, wanita itu tidak muncul lagi di depanku.Bunyi bel membuyarkan lamunanku. Aku segera bangkit lalu berlalu meninggalkan Naura yang sedang tertidur pulas. Begitu pintu kubuka, tampaklah wajah lelah suamiku. Aku berhambur memeluknya. Sangat erat. "Eh, tumben," tegurnya. Aku tersenyum."Pelukannya jangan di sini, nanti dilihat sama Nayla," bisiknya. Senyumku yang sedari tadi mengembang, memudar seketika. "Nayla?" tanyaku setelah melepas pelukan. "Iya, Sayang. Kan nggak enak," jawabnya. Ekor matanya menelisik.setia sudut ruangan. "Eh, yang lain sudah tidur?" tanyanya seraya malangkah masuk."Iya, Mas." Ekor matanya melirik ke pintu kamar yang sudah tertutup rapat."Kenapa, Mas, segitu banget lihat ke pintu kamar dia," tegurku cemburu. "Eh, e
Read more

9. BAYANGAN SIAPA?

Sudah empat hari berlalu semenjak kepergian Mas Rasha. Biasanya setelah sampai di kota tujuan, suamiku akan menelfon. Namun, kenyataannya, sampai sekarang, jangankan menelfon, untuk sekedar membalas chatku pun sangat susah. Naura yang sejak kemarin rindu dan ingin bertemu dengan ayahnya semakin terus menangis. Aku yang sudah kewalahan berinisiatif untuk melakukan panggilan video.Panggilan terus kulakukan, tapi tak pernah ada jawaban. Mungkin dia sedang sangat sibuk. "Unda, yaya mana?" tanya anakku. "Sabar ya, Sayang. Mungkin ayah lagi sibuk kerja.""Naula lindu yaya!" protesnya dan kembali menangis. Pikiranku kalut. Naura mewarisi sifat ayahnya. Jika ingin sesuatu, maka harus dikabulkan. Tiba-tiba sebuah ide muncul di kepalaku. Aku menghubungi Dion-teman kantornya. Aku yakin Dion bisa membantuku. Dering panggilan menyambungkan terus terdengar hingga suara bariton dari seberang terdengar. "Ha
Read more

10. Parfum siapa?

Semenjak kejadian tadi pagi membuat pikiranku semakin kacau. Bayangan siapa itu? Kenapa justru panggilan terputus tiba-tiba? Apa yang terjadi sebenarnya? Semua pertanyaan dan kecurigaan terus menyerangku. Aku yakin suamiku tidak akan berkhianat, tapi bayangan itu? Suara itu?Arrg. Aku benci pikiranku saat ini. Harusnya aku lebih percaya suamiku saat pamit keluar kota untuk menafkahi kami. Ya, suamiku pasti setia. Bel berbunyi, gegas aku melangkah keluar untuk menyambut kedatangannya. Saat membuka pintu, aku.melihat sosok yang sangat aku rindukan. Tangannya direntangkan lalu aku menghambur ke dalam pelukannnya. Mencium aroma tubuh yang menjadi canduku selama ini. "Kangen, Dek," bisiknya. "Sama," jawabku seraya memeluknya lebih erat. "Yaya!" pekik Naura yang sukses merusak moment kemesraan orang tuanya. Aku mengalah, mas Rasha melepaskan pelukan lalu menggendong dan terus menciumi pipi gembul Naura.&n
Read more
PREV
123456
...
14
DMCA.com Protection Status