Home / Romansa / WANITA SIMPANAN / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of WANITA SIMPANAN: Chapter 41 - Chapter 50

133 Chapters

41. Kunjungan Mertua

Pagi ini seperti biasa aku bergelut di dapur menyiapkan sarapan untuk keluargaku. Sudah beberapa hari terakhir Nayla tidak berani muncul di hadapanku. Aku tak tahu apa yang sedang terjadi di antara mereka. Naura dan Mas Rasha sedang asyik menonton dfilm kartun kesukaannya. Seperti kebiasaan mereka, jika hari libur tiba, mereka menghabiskan waktu bersama. Ah, pemandangan ini mengingatkanku saat kondisi keluarga kami baik-baik saja. Bagaimana jika kami benar-benar berpisah?"Ayah, kenapa patrick begitu menjengkelkan? Dia selalu saja membuat spongebob kesusahan," protes putriku. "Itulah persahabatan, Sayang. Tidak ada keduanya yang sempurna. Pasti masing-masing memiliki kekurangan. Nah, tugas kita adalah mau dan sama-sama menerima kekurangan masing-masing."Naura mengangguk lalu kembali fokus pada layar televisi. "Lalu, bagaimana dengan squ .... Squit ... "Mas Rasha menahan tawa saat Naura tidak bisa menyebut nam
Read more

42. Lara Hati Mertua

Seperti biasa, Naura punya kebiasaan tidur siang. Itu adalah kesempatan kami untuk berbincang tentang masalah keluarga ini. Papa, mama, mas Rasha dan aku berkumpul di ruang keluarga. Aku tak pernah melihat ekspresi datar tapi penuh amarah dari wajah papa. Hari ini tampak begitu menegangkan. "Rasha," ucap Papa setelah lama kami saling memilih diam. "I-iya, Pa," jawab Mas Rasha penuh rasa takut. "Bisakah papa bilang, kali ini kamu sangat melukai papa?" Hening tak ada yang berani menyahut. "Kamu tahu, papa dan mama sudah puluhan tahun bersama. Tentunya banyak drama yang kami lalui bersama. Tapi, satu hal yang sangat papa hindari. Pengkhianatan." Papa menjeda ucapannya. Berulang kali papa memegang dadanya. Aku sangat takut jika terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan. Mengingat papa memiliki riwayat penyakit jantung. Aku salut pada mama. Di saat seperti ini, tangannya tak berhenti mengelus lembut tangan papa. Memberikan kekuatan dan kelembutan. "Abahmu adalah sahabat kec
Read more

43. Perang Dingin

Semua berkas dan dokumen serta bukti sudah kuajukan di pengadilan. Setelah menyadari perbuatannya sudah diketahui olehku, Nayla tak berhenti memohon agar aku tak menjebloskannya ke dalam penjara. Di mana keberaniannya selama ini? Bukankah jika berhadapan denganku dia begitu angkuh dan sombong? Kemana semua itu? Kenapa malah jinak di hadapanku?"Mbak, aku mau ngomong," ucapnya tanpa basa-basi. Aku yang sedang mempersiapkan diri hanya diam tak ada niat untuk sekedar merespon. "Mbak, tolonglah, jangan laporin aku ke polisi. Iya, aku akui, sudah salah sama mbak. Sudah merebut Mas Rasha, bahkan lancang memakai barang-barangnya mbak tanpa ijin dulu. Tapi, tolonglah, Mbak, toh barangnya.masih utuh dan aku nggak jual."Kata-katanya membuatku sontak berhenti lalu mentapnya dengan ekspresi datar. Sumpah kali ini aku jengkel, dia mengatakan semua itu dengan entengnya tanpa ada rasa bersalah sama sekali. Seolah-oleh mewajarkan sesuatu yang salah dengan da
Read more

44. Surat Panggilan Sidang

Dua hari berlalu, setelah pertemuan kami kemarin, akhirnya hari ini surat undangan sidang terbit. Raffa yang membawakannya saat aku tengah mengurus butik. Banyak pegawaiku yang bertanya apa yang terjadi sebenarnya. Di mata orang lain, kami terlihat seperti biasanya. Seperti tak ada masalah yang sedang kami hadapi. Aku sengaja merahasiakannya karena aku masih menjaga harga diri suamiku. Aku tak ingin, mas Rasha yang dinilai sebagai suami sempurna tiba-tiba dibenci orang karena masalah ini. "Sampai bertemu di persidangan lusa ya, Ai. Aku harap apapun yang terjadi saat persidangan dimulai, kamu tetap bisa mengontrol emosimu.""Aku tahu," jawabku seraya memandangi secarik kertas yang berisi panggilan sidang.""Ya sudah, aku pamit dulu."Aku mengantar Raffa hingga mobil membawanya semakin menjauh. Tubuhku lemah seketika. Aku tak menyangka semua ini benar akan terjadi. Sebentar lagi aku akan menjalani kehidupan baru.
Read more

45. Penolakan

"Untuk apa dia ada di sini?" sinis mama pada wanita itu. "Ma, biar bagaimana pun, dia juga menantu mama," jawab Mas Rasha. "Bukannya kamu sudah talak dia?""Kami rujuk, Ma," jawab Nayla kali ini. Senyumnya mengembang. Aku hanya memilih diam sebagai penonton. Mama mendengus kasar. Aku tahu mama sangat membenci Nayla sejak kejadian beberapa waktu silam. Belum lagi dia hadir kembali lalu menghancurkan rumah tangga kami.Papa menatap tajam putranya yang saat ini duduk di hadapannya. "Dengar Rasha. Sampai kapanpun, kami tidak akan pernah mau menerima wanita ini di keluarga kita," tegas Papa. "Tapi, Pa—""Kamu lupa sama apa yang sudah dia perbuat? Dia sudah mempermalukan keluarga kita, di hari pernikahan malah kabur bersama laki-laki lain. Lalu, dia kembali hadir. Papa tidak tahu tujuan dia sebenarnya. Yang jelas, papa tidak akan pernah sudi menerimanya sebagai menantu!"Mas Rasha semakin ka
Read more

46. Sidang

Hari berlalu, saat ini aku sedang berada di sebuah ruangan khusus bersama Sinta dan pengacaraku-Raffa. Aku masih tak percaya, kaki ini akan memijak di gedung yang bisa memisahkan kedua pasangan. Gedung yang sedikitpun tak pernah aku inginkan bisa berada di sini. "Ai, lima belas menit lagi kita masuk ke dalam ruangan persidangan," ucap Raffa mengingatkan. Aku mengangguk. "Rasha kok belum datang juga ya?" tanya Sinta. "Baguslah kalau dia tidak datang. Tiga kali tidak menghadiri sidang, otomatis hakim akan memutuskan kalian resmi bercerai. Bukankah itu yang kamu mau, Ai? Semuanya dipermudah?" "Aku tak mengharapkan apa-apa kecuali bisa segera melepaskan diri."Sinta mengelus lembut tanganku. "Kamu wanita kuat, Ai. Aku sudah lama kenal sama kamu." Lima belas menit berlalu, saatnya kami bersiap untuk menghadiri sidang perceraianku. Namun, tak sedikitpun aku menangkap sosok Mas Rasha hadir.Hingga d
Read more

47. Lepaskan aku, Mas!

"Aku tidak serendah itu!" desisku berlalu meninggalkan dia yang terus saja mengoceh. "Aku juga sudah bilang apa. Kamu sih nggak percayaan. Istrimu itu sudah main api. Kamunya saja selalu menganggap dia bidadari surga yang sangat suci. Ternyata, iblis bertopengkan bidadari."Aku membalikkan badan, tampak Nayla tersenyum sinis. Itulah mengapa aku selalu menolak ajakan Raffa. Karena wanita ini akan memanfaatkan semuanya. "Jaga mulutmu! Jangan menyembunyikan kebusukanmu sendiri! Kamu menjadikan aku tameng agar Mas Rasha lupa kalau kamu lah yang lebih parah di sini. Aku hanya diantar pulang.""Huh, siapa yang bisa menjamin. Berduaan di mobil.""Aku tidak peduli bagaimana tanggapanmu. Bagiku itu tidak penting. Berdebat denganmu hanya membuang-buang waktu."Aku meninggalkan mereka berdua, mengunci diri di dalam kamar. Ingin sekali aku pergi dari rumah ini, tapi aku ingat akan satu hal. Rumah ini adalah milikku. Seelah resmi
Read more

48. Jangan pisahkan kami

"Bunda, ayah kenapa? Kok nangis?" tanya putriku. Mas Rasha kemudian menghampiri putrinya lalu memeluk dan menciumnya. Kami.hanya bergeming melihat pemandangan yang ada di depan. "Maafkan Ayah, Nak. Maaf ....""Ayah kenapa minta maaf? Apa ayah punya salah?"Mas Rasha tidak juga menjawab. Tangannya masih memeluk erat putrinya. Aku membiarkan mereka terus seperti itu. Biar bagaimana pun Naura adalah darah dagingnya meksipun aku yang memenangkan hak asuh untuk Naura. *"Mas, akta cerai kita terbit dua hari ke depan," ucapku saat kami hanya berdua."Soal harta, tenang saja. Aku memperjuangkannya bukan untukku sendiri. Tapi, semata untuk anak kita Naura. Aku tak ingin hak Naura diambil alih oleh wanita itu. Jadi, selama Naura masih berusia belia, aku yang mengatas namakan itu semua. Kecuali Naura sudah berumur tujuh belas tahun, semua harta itu balik nama menjadi milik Naura seutuhnya."Mas Rasha tetap me
Read more

49. Balik Kampung

"Bunda mau ke mana?" tanya Naura saat mendapatiku sedang merapikan pakaian ke dalam koper. "Mau ke rumah nenek di desa, Sayang.""Bunda nggak ngajak Naura?"Aku berhenti sejenak lalu duduk di sampingnya. Ku pandangi wajah cantik putriku. Hidung dan matanya mewarisi milik ayahnya. "Bunda perginya sebentar, Nak. Naura nanti sama ayah, nenek dan kakek ya. Bunda mau jenguk kakek yang lagi sakit.""Tapi, Naura mau ikut, Bunda," rengeknya"Naura kan masih sekolah. Kalau kita sekolah itu nggak boleh ke mana-mana."Naura terdiam. Aku tahu dia ingin ikut ke desa. Hanya saja, jika Naura ikut, bagaimana sekolahnya? Ngajinya? Dan ku rasa dia sekarang mrmbutuhkan sosok ayahnya. Ku genggam tangan mungil anakku. "Naura, selama bunda pergi, jangan nakal ya, Nak!"Naura mengangguk patuh. Kulanjutkan mempersiapkan semuanya. Jam menunjukkan pukul sepuluh pagi. Aku segera memesan taksi online untu
Read more

50. Teror

"Neng, abah pengen makan masakan Neng. Bisa?" tanya Abah saat malam menjelang. "Atuh pasti bisa, Abah. Kalau Abah butuh sesuatu dari Neng, sok, atuh, Abah bilang aja. Insya Allah selama Neng bisa mah."Abah, cinta pertama di hidupku itu tersenyum. Tapi, aku tahu, abah menyembunyikan luka itu. Pengkhianatan yang dilakukan oleh menantu kesayangannya membuatnya begitu sangat terluka. "Ya sudah, nanti besok minta tolong sama Bagus untuk antar ke pasar." Aku mengangguk.Kupapah tubuh lemah abah menuju kamar dibantu oleh Umi. Seperti inilah abah, beliau tidak ingin memanjakan dirinya dengan hanya berbaring di kamar. Abah tersenyum kala melihat dua wanita yang begitu dicintainya duduk bersimpuh di kakinya. Abah meminta untuk didudukkan di kursi. Katanya beliau capek terus-terusan berbaring. "Abah teh sangat bersyukur punya dua bidadari di samping abah. Istri solehah dan juga anak sholehah.""Tidak ada yan
Read more
PREV
1
...
34567
...
14
DMCA.com Protection Status