Home / Romansa / WANITA SIMPANAN / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of WANITA SIMPANAN: Chapter 61 - Chapter 70

133 Chapters

61. Bungaku telah pergi

Semenjak kejadiran Nayla kembali di dalam kehidupan rumah yangga kami dengan status baru. Senyum Ainun yang selama ini selalu terlihat berubah jadi sendu semenjak kehadiran Nayla. "Mas, aku ingin pulang ke Bandung," kata Ainun saat kami hendak istirahat. Aku yang hendak menutup mata urung melakukannya. "Kenapa tiba-tiba, Dek?" "Aku ingin menenangkan diri."Aku menarik napas berat. "Apa karena kehadiran Nayla? Lalu bagaimana dengan mas? Naura?""Naura libur selama dua pekan dan untuk mas ....""Dek-""Sudah ada Nayla yang bisa mengurus mas di sini."Rasanya begitu sakit saat kata itu terucap. Aku tahu, Ainun pun begitu. Ah, mengapa aku sejahat ini?"Tapi, Dek, dia sedang hamil."Ainun menatapku terluka. Aku tahu aku yang salah melontarkan kalimat. Bukan untuk melukainya. Namun, aku hanya ingin mencari alasan agar dia mengurungkan niatnya untuk meninggalkanku.
Read more

62. Hari-hari tanpa Ainun

Hari berlalu begitu cepat. Nayla begitu menikmati tanpa kehadiran Ainun di sini. Dia memanfaatkan waktu kebersamaan kami layaknya pengantin baru. Betapa jahatnya aku, istriku pergi dengan luka, aku di sini justru bersenang-senang dengan madunya. Semenjak kepergiannya, rumah ini menjadi tidak terurus. Nayla tidak pernah sedikitoun menyentuh sapu untuk membersihkan rumah ini.Rumah ini tak ubahnya kapal pecah. Sampah sana-sini dan keadaan rumah benar-benar hancur. "Nay, tolonglah bergerak sedikit! Aku capek pupang kantor malah disuguhkan pemandangan seperti ini," ucapku sangat kesal. "Aku hamil loh. Tega kamu!""Nay, dulu Ainun juga hamil. Bahkan sampai hari-hari menjelang proses melahirkan pun dia masih aktif bergerak mengurusku dan rumah ini. Bisa kan kamu seperti dia?""Dia lagi, dia lagi! Bisa nggak sekali aja kamu nggak ungkit? Bahas dia? Banding-bandingin aku dengan dia?!""Tapi, Nay, lihat rumah ini
Read more

63. Menjemput Ainun

"Sha, biarkan dia pergi!""Nggak! Aku akan tetap jemput istri dan anakku!""Tapi, Sha. Aku lagi hamil. Kamu tega ninggalin aku?"Aku menarik koper kemudian berjalan tanpa memperdulikan amukan Nayla."Rasha!"Nayla menarik tanganku. Aku mengempaskan tangannya. Pandangan kami beradu. Matanya tampak sembab.aku tahu Nayla tidak ingin Ainun kembali."Aku sudah menyewa perawat, kamu tunggu saja dia di sini. Sebentar lagi dia akan sampai."Aku kembali menarik koperku lalu memasukmannya ke dalam bagasi mobil.  Keputusanku.sudah bulat, aku harus menemui mereka. Bukan karena aku.sudah tak terurus, aku ingin bersama mereka. Dengannya aku merasa tenang. "Sha!" teriak Nayla histeris membuat para tetangga melihat kami dengan tatapan aneh.Aku masuk di balik kemudi lalu melajukan mobil tanpa peduli teriakan Nayla. Aku melajukan mobil sedikit kencang. Ingatanku terus menerawang ketika aku dan Ainun selalu
Read more

64. Pulanglah, Ainun!

Ainun terdiam saat aku mengucapkan kalimat itu. Aku meraih kepalanya lalu membawanya ke dalam dekapanku. Ainun terisak, aku hanya bisa menggenggam tangannya. Tak ada yang bersuara di antara kami hingga suara isakan itu menghilang dengan sendirinya. Saat aku mengangkat wajahnya ternyata Ainun terlelap. Ku angkat tubuhnya menuju pembaringan kami lalu menyelimutinya. Sedalam itu kah lukamu, Dek, sampai-sampai untuk mengucap sepatah katapun dia tak sanggup lagi. Maaf. Maaf untuk luka yang kutoreh. *"Dek, bangun! Ini sudah subuh," bisikku tepat di telinganya. Kupandangi wajahnya begitu dekat. Ainun masih terlihat sama. Tetap cantik. Matanya perlahan mengerjap menyesuaikan cahaya lampu kamar yang sudah dinyalakan. Aku tersenyum hangat padanya.Seketika Ainun terperanjat dari pembaringan ketika menyadari di mana dia sekarang. Tanganku terulur merapikan anak rambut yang menutupi sedikit
Read more

65. Membawanya Pulang

Pov RashaHari telah berlalu. Hal yang paling kutakutkan terjadi juga. Abah sudah mengetahui apa yang sudah terjadi dalam rumah tangga kami. Tak dapat ku pungkiri bagaimana kecewanya abah begitu tahu menantu yang selama ini begitu dia sayangi telah melukai hati putri kesayangannya. Kesalahan pasangan bisa dimaafkan asalkan bukan selingkuh. Itu yang sering diucapkan abah. Lalu, aku apa? Wajar jika kesalahanku tidak termaafkan. Aku selingkuh, selama tiga tahun bahkan ada benih yang menjadi bukti lalu menikah tanpa persetujuan istri. Apa itu masih bisa dimaafkan? Tentu saja tidak. Betapa bodoh dan brengseknya aku menjadi laki-laki. Kini aku berada di dalam sebuah ruangan. Ada kedua mertuaku bahkan kedua orang tuaku hadir. Tatapan kecewa dan amarah yang tertahan dari papa sangat tergambar jelas. Awalnya aku takut untuk menemui abah, tapi papa memaksaku. Tentu saja aku menuruti keinginan papa. Luka pukulan dari papa belum sembuh, aku belum siap untuk pukulan selanjutnya. "Rasha!""I
Read more

66. Nayla Berulah Lagi

Pov Rasha "Mas, sarapan mana? Aku sudah lapar." Nayla terus berteriak sejak tadi sehingga menciptakan keributan yang memekakkan telinga. "Mas ini sudah jam delapan loh dan istrimu itu hanya tiduran saja. Dasar pemalas!"Telingaku sungguh panas. Dia terus mencibir Ainun, yang jelas di sini dia lah yang salah. Kenapa terus menyalahkan Ainun?Tak ingin mendengarnya terus mencibir istriku, aku memilih meninggalkan dia lalu menuju dapur. Tentu saja untuk membuatkannya mie instan."Mau kemana, Dek?" tanyaku saat mendapati Ainun yang sudah berpakaian rapi."Jemput Naura," jawabnya singkat."Dek, kenapa belum masak? Mas sangat lapar," keluhku berharap Ainun.akan luluh.Ainun melirik sekilas pada meja makan yang tampak kosong. Sepertinya harapanku sia-sia. Ainun tak mereapon sedikitpun.Tiba-tiba Nayla keluar dengan tampang permusuhan. Aku tahu, signal permusuhan akan dimulai. "Huh, enak ya. Sudah bangunnya telat, nggak masak, eh .... Enak-enakan mau keluyuran. Wanita macam apa dia itu," c
Read more

67. Kebohongan yang terkuak

"Mas, cepat pulang dan bawa Nayla ke dokter kandungan. Aku baru saja bertengkar hebat dengannya."Aku yang baru saja selesai meeting dengan klien sontak meninggalkan ruangan rapat begitu saja. Apa yang terjadi?Ainun tak menjelaskan dengan jelas malah justru meninggalkan teka-teki begitu besar. Aku melajukan mobil dengan kecepatan sedikit tinggi. Aku khawatir terjadi sesuatu pada mereka berdua.*"Mas, dia tadi menyerangku secara brutal!" adu Nayla ketika aku sudah tiba di rumah."Bagaimana dengan anak kita?" tanyaku khawatir. Bagaimana pun, aku tidak ingin anak itu terluka. Aku mengelus perut itu dengan perasaan terluka. Anak ini tak bersalah. "Mas, bagaimana kalau kita periksa di dokter kandungan saja?" usul Ainun. Tanganku berhenti bergerak mencoba mencerna usulan Ainun.Benar juga, harusnya aku memeriksakan kondisi calon anak kami. Aku sangat takut sesuatu terjadi. Ah, Ainun, hatimu begitu baik. Kamu tak memanfaatkan kesempatan ini untuk melukai anak kami."Kalau begitu bantu M
Read more

68. Hati yang terluka

Pov RashaSatu minggu telah berlalu. Semenjak saat itu aku memilih diam. Aku memilih tidur di ruang kerja atau ruang keluarga dibanding harus bertemu dengan Nayla. Seperti biasa aku perhatikan akhir-akhir ini Ainun sering keluar rumah. Aku tak tahu kemana perginya. Harusnya dia meminta izin padaku sebagai suaminya. "Kamu akhir-akhir ini tampak sibuk, Dek, Mas lihat. Lagi ngurusin apa?" tanyaku saat  kami sama-sama menikmati sarapan. "Aku ada urusan, Mas," jawabnya begitu dingin. "Iya, Mas tahu itu. Mas kenal kamu, Dek. Tidak mungkin kamu membuang-buang waktu di luaran sana kalau bukan untuk mengurus hal penting."Aku berusaha sebisa mungkin untuk menghangatkan suasana yang terasa dingin dan kaku. "Itu tidak bisa aku katakan, Mas."Aku meletakkan sendok lalu menatapnya dalam. Inikah Ainunku? Aku berusah mencari kejujuran lewat matanya. Ainun berhenti mengunyah sejenak. Diperhatikan
Read more

69. Maaf

"Rasha," ucap Papa setelah lama kami saling memilih diam. "I-iya, Pa," jawabku. Jujur kali ini aku begitu takut."Bisakah papa bilang, kali ini kamu sangat melukai papa?" Hening. Aku tak berani untuk sekedar menatap wajahnya. Kepalaku terus menunduk menatap keramik lantai. Aku tahu, papa sangat murka."Kamu tahu, papa dan mama sudah puluhan tahun bersama. Tentunya banyak drama yang kami lalui bersama. Tapi, satu hal yang sangat papa hindari. Pengkhianatan."Papa menjeda ucapannya. Ada rasa nyeri di dalam dada menyeruak. "Abahmu adalah sahabat kecil papa. Abahmu tak pernah sedikitpun menyakiti hati papa. Tapi, kenapa, justru anak kebanggaan papa yang tega menyakiti hati putri kesayangannya?""Apakah ini adil untuknya?" lanjut Papa lagi.'Tidak, Pa, ini sangat tidak adil untuknya. Terlebih Ainun. Aku sudah menyakitnya begitu dalam,' batinku. Rasanya mulut ini begitu kaku untuk mengeluarkan sepatah kata. Aku takut ini akan justru meluk
Read more

70. Kesalahan Fatal

"Kamu licik, Nay!" geramku. Aku tak menyangka, wanita yang ada di hadapanku ini begitu licik. Dia sangat memperdayaku hingga aku lupa tentang proses perceraian. Nasi sudah menjadi bubur. Statusku kini berubah. Tak lagi bisa mempertahankan rumah tangga yang susah payah aku pertahankan. "Kenapa malah menyalahkan aku, Mas? Toh ini juga kesalahan kamu.""Kamu sengaja melakukan itu semua. Menahanku agar proses persidangan itu berlalu dengan cepat. Dan lihat! Aku kehilangan Ainun!""Aku cuma ingin kamu sadar. Ainun sudah tidak mencintai kamu lagi!" teriaknya tak kalah lantang. Aku menatalnya tajam. Rasa benci ini semakin membuatku ingin melenyapkannya begitu saja.Kutarik tangannya, tubuhnya kuhempaskan pada tembok pembatas ruangan. Nayla memekik, dan aku justru puas mendengarnya terluka. "Kalau bukan karena kamu, keluargaku tidak akan sehancur ini. Kenapa kamu harus kembali. Hah?!""Harusnya kamu mati saja!"Baru saja aku ingin mencekik leher Nayla dengan kuat, dering ponsel menghentik
Read more
PREV
1
...
56789
...
14
DMCA.com Protection Status