Home / Romansa / WANITA SIMPANAN / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of WANITA SIMPANAN: Chapter 71 - Chapter 80

133 Chapters

71. Diary Ainun

"Diary Ainun."Aku tertegun kala melihat sebuah buku berwarna pink dengan sampul tulisan tangannya. Perlahan tanganku meraih benda persegi itu lalu membuka setiap lembaran. Dilihat tahunnya, sepertinya saat Ainun belum bertemu denganku. 'Hari ini begitu terasa berat. Kekasihku yang jauh di sana harus menahan perih yang begitu dalam karena cinta yang tak berpihak pada kami. Aku dijodohkan dengan seorang pria yang tak ku ketahui namanya.'Kubuka lagi lembaran berikutnya.  'Berat. Sungguh berat. Perjuangan kami harus tertahan karena hadirnya pria itu. Bisa kah aku mengatakan kalau aku membencinya?"Aku tak sanggup membaca semua kisah masa lalunya. Benar, aku hadir sebagai perebut kebahagiaan mereka. Tanganku terhenti saat aku membaca kisah tentang kami. 'Dia pria yang baik. Dia mampu menyembuhkan luka masa laluku. Maafkan aku, Suamiku. Selama ini cintaku tertuju pada sosok masa lalu. Kini, aku baktikan hidup i
Read more

72. Rahasia yang Terungkap

"Aku tidak menyangka, Nay. Kamu sungguh licik!" Aku berlalu meninggalkan dia setelah melempar ponsel yang sejak tadi kugenggam."Sha, aku bisa jelaskan!" Nayla berusaha mengejarku. Namun, langkah ku percepat. "Jelaskan apa lagi? Semua sudah jelas kan?""Sha! Dengarkan dulu!" Nayla terus berusaha mencegatku. Ku dorong dengan kuat tubuhnya. Aku sudah benar-benar muak dibuatnya. "Tadinya aku ingin memaafkanmu dengan menerima kamu kembali. Aku nggak nyangka, Nay, kamu hanya memperalatku.""Bukan gitu, Sha. Aku bisa jelaskan!"Aku mengemasi barang-barangnya. Aku ingin dia entah dari hadapanku. "Sha, ku mohon!"Aku menatapnya dengan penuh amarah. Ingin sekali tangan ini menampar wajahnya. Namun, urung ku lakukan. Aku sadar dengan siapa saat ini aku berhadapan. Wanita licik yang bisa saja melakukan segala cara agar aku hancur. Sebisa mungkin aku menahan amarah ini. "A-aku dije
Read more

73. Amarah Papa

Pagi ini aku hendak menuju rumah. Papa dan mama harus tahu tentang ini semua. Tak peduli jika mereka akan menertawakan buah dari kebodohanku. Meskipun aku yakin mama dan papa tidak akan seperti itu. Saat hendak membuka pintu mobil, Nayla mencegatku. "Mau kemana, Sha?""Ke rumah," jawabku singkat seraya membuka pimtu mobil. "Aku ikut," cegatnya lagi. "Buat apa?""Pokoknya aku ikut," paksanya. "Nggak!" tolakku. Nayla terus memaksa untuk ikut. Apa-apaan dia? Kenapa dia begitu ngotot?Karena tidak tahan dengan sikapnya, sekuat tenaga ku dorong tubuhnya hingga dia jatuh tersungkur. Gegas aku mendudukkan diri di balik kemudi lalu menyalakan mesin dan meninggalkannya. Dari kaca spion, tampak dia terus memanggilku. Mobil ku lajukan lebih cepat dari sebelumnya. *"Ma, papa mana?" tanyaku setelah memberi salam. Mama yang sedang merapikan tanaman hiasnya berhenti s
Read more

74. Tak Bisa Lagi Menerima

Malam terus berlalu. Aku memilih sibuk dengan duniaku sendiri. Nayla tampaknya belum mau menyerah. Dia terus berusaha bersikap baik padaku. Aku yang sedang memeriksa berkas laporan, tiba-tiba disuguhi secangkir kopi panas. Wanginya memang menggugah selera. Namun, wasiat papa terus teringat. "Sha, diminum ya.""Aku sudah delivery," jawabku datar. Nayla mengembuskan napas. Aku tahu dia mulai menahan kesabarannya. Sengaja membuatnya kesal agar dia segera menjauh."Kopinya keburu dingin," ucapnya lagi. "Sha—""Iya? Oh, sudah di depan? Baik. Saya segera ke sana."Segera ku hampiri kurir yang mengantar pesananku. Sepaket pizza dan minuman dingin. Setelah melakukan transaksi, ku ucapkan terima kasih kemudian kembali di ruang kerja. Nayla menatapku dengan tatapan sedih. Kopinya ku abaikan justru memilih memesan makanan di luar. "Sha, kamu bisa nggak menghargai usahaku?"Aku me
Read more

75. Memenjarakan Nayla

"Dulu kamu sangat mencintaiku," lirihnya seolah ingin mengembalikanku ke masa lalu. Aku tersenyum miris."Ya. Itu dulu. Sebelum kamu berubah menjadi wanita licik seperti saat ini."Aku sengaja menjeda kalimat karena ingin melihat bagaimana reaksinya."Nay. Aku tidak mengenalimu lagi. Kamu bukan sosok Nayla yang selalu membuatku jatuh cinta. Sekarang kamu berubah menjadi sosik yang mengerikan.""Itu karena aku tidak ingin orang lain memilikimu.""Bukan," potongku cepat. "Itu karena harta.""Kamu salah," sanggahnya. "Aku tidak tahu, kesalahan apa yang pernah aku perbuat. Bahkan berulang kali aku memikirkannya. Namun, tetap saja. Aku tidak menemukan jawaban itu."Nayla kembali bersimpuh di kakiku. Bahunya terguncang. "Harusnya aku yang berlaku jahat sama kamu. Di hari pernikahan kita, kamu malah memilih kabur bersama pria lain. Dan itu sahabatku sendiri.""Kamu tahu rasanya?
Read more

76. Mencari Raffa

Setelah menyelesaikan segala urusan dengan Nayla yang didampingi oleh Daniel, aku segera menghubungi Sinta untuk mencari tahu tentang sosok Raffa. Raffa memang sahabatku di bangku kuliah dulu. Tapi, keadaan sudah berubah. Raffa justru berubah menjadi orang lain. "Daniel, dampingi saya untuk menemui sahabat Ainun. Dia juga banyak tahu soal Raffa.""Baik, Pak."Mobil melaju dengan kecepatan sedang. Pikiranku melayang pada kondisi Ainun. Bagaimana dia sekarang? Apakah semua baik-baik saja?Tak tahan rasanya, aku menghubungi salah satu suruhan papa yang mengawasi Ainun dari jauh selama dia tinggal di desa. "Bagaimana keadaan di sana?" tanyaku melalui sambungan telepon. "Belum ada yang mencurigakan, Pak.""Baiklah kalau begitu. Tolong tetap awasi Bu Ainun. Terlebih sekarang salah satu pelaku sudah ditangkap."Aku memutuskan sambungan telepon setelah merasa semua akan baik-baik saja. Rasa rindu akan Ainun
Read more

77. Menyusul Ainun

"Ayah akan menyusul kalian," ucapku saat kembali tersambung panggilan video dengan Naura. "Hore! Bunda! Bunda! Ayah akan menyusul!" Seru Naura. Aku yang melihat bagaimana antusias putriku begitu bahagia. Tampak umi dan abah tersenyum. Ah, mereka tak pernah berubah padahal aku telah menyakiti putrinya. Aku bertekad akan menceritakan semua ini pada mereka. Agar aku tak sepenuhnya dicap pengkhianat. Meskipun aku tahu, aku lah yang memulai semua ini. Semua barang bawaanku telah siap, mobil juga sudah siap untuk dipakai. Perjalanan ini memakan waktu yang lama, aku tidak sabar bertemu dengan putriku. *Jam pin berlalu dan akhirnya aku sampai di desa Ainun. Umi dan Naura menyambutku antusias. Naura langsung menghambur ke dalam pelukanku dan memelukku begitu erat. Tak terkecuali Ainun, dia tersenyum hangat seolah tak terjadi sesuatu pada kami. "Ayah kenapa lama? Naura kan kangen," protes putriku. "
Read more

78. Berusaha meyakinkan

"Ayah akan menyusul kalian," ucapku saat kembali tersambung panggilan video dengan Naura. "Hore! Bunda! Bunda! Ayah akan menyusul!" Seru Naura. Aku yang melihat bagaimana antusias putriku begitu bahagia. Tampak umi dan abah tersenyum. Ah, mereka tak pernah berubah padahal aku telah menyakiti putrinya. Aku bertekad akan menceritakan semua ini pada mereka. Agar aku tak sepenuhnya dicap pengkhianat. Meskipun aku tahu, aku lah yang memulai semua ini. Semua barang bawaanku telah siap, mobil juga sudah siap untuk dipakai. Perjalanan ini memakan waktu yang lama, aku tidak sabar bertemu dengan putriku. *Jam pin berlalu dan akhirnya aku sampai di desa Ainun. Umi dan Naura menyambutku antusias. Naura langsung menghambur ke dalam pelukanku dan memelukku begitu erat. Tak terkecuali Ainun, dia tersenyum hangat seolah tak terjadi sesuatu pada kami. "Ayah kenapa lama? Naura kan kangen," protes putriku. "
Read more

79. Sia-sia

Segala cara sudah ku coba untuk membujuk Ainun. Namun pada kenyataannya Ainun tidak semudah yang ku bayangkan. Hari ini aku memutuskan untuk pulang kembali ke Jakarta. Aku merasa apa yang aku usahakan berakhir sia-sia."Ayah, kenapa cepat pulang?" tanya Nauraku. "Ayah harus kembali bekerja, Sayang."Naura cemberut. Aku tahu, dia masih merindukanku. Ku belai rambut panjangnya dengan sayang. Naura memelukku erat. Dia  sangat tak ingin berpisah.  "Sudah atuh, Neng. Nanti Naura menyusul ayah ya?" bujuk umi. "Nggak mau, Nek!"Ainun menghampiri Naura lalu berusaha memisahkan kami. Namun, Naura semakin memberontak. Aku menoleh pada Ainun berharap dia membantuku. "Ayah cuma sebentar perginya. Ayah akan kembali menjemput kita," bujuknya.Naura mulai luluh. "Janji?"Aku mengangguk. "Ayah janji."Naura melepaskan pelukannya lalu menghampiri bundanya. Aku kemudia
Read more

80. Lamaran Raffa

Pov. Ainun'Aku sudah kembali dari perjalanan bisnis.  Tunggu aku, Ai, aku akan segera menyusulmu.'Sebuah pesan masuk di ponselku. Hatiku sedikit takut saat mengingat apa yang disampaikan Mas Rasha kemarin. Hatiku gundah. Ingin menolak tapi tak tahu harus berkata apa. Kuletakkan ponselku begitu saja. Aku memilih berpura-pura sibuk sambil memikirkan bagaimana nantinya aku menghadapi Raffa. Saat kaki hendak melangkah keluar, sebuah panggilan masuk kembali berbunyi. Ah, paling itu adalah Raffa karena pesannya yang tak ku balas. Lebih baik aku menyibukkan diri di luar dari pada aku harus mengangkat telponnya. *Tiga jam berlalu, aku kembali ke kamar untuk mengecek ponselku. Pandanganku menyipit kala lima panggilan tak terjawab dari Mas Rasha juga sebuah pesan. Ada apa?Segera kugeser ikon kunci ponselku. Pesan darinya langsung ku buka. 'Mas mohon, Dek. Dengarkan mas kali ini. Mas hanya ingin meli
Read more
PREV
1
...
678910
...
14
DMCA.com Protection Status