Home / Romansa / WANITA SIMPANAN / Chapter 91 - Chapter 100

All Chapters of WANITA SIMPANAN: Chapter 91 - Chapter 100

133 Chapters

91. Mencari Tahu

POV Raffa. "Sial!" Umpatku. Berulang kali aku memukul setir. Rasa penyesalan itu kembali menyeruak saat kulihat sendiri seperti apa sosok Ainun. Rasa kasihan muncul seketika. Bagaimana mungkin aku tega menyakiti wanita sebaik dia?Aku menyesal mengikuti kemauan Nayla. Aku tak menyangka jika sosok Ainun jauh dari ekspestasiku. Kupikir Ainun adalah wanita yang sekeras Nayla, ternyata sosok ya begitu lembut. "Bunda, Naura mau makan es krim," pinta seorang anak kecil yang kuyakini  itu adalah buah hati Rasha."Naura kan lagi sakit, Sayang," tolaknya lembut. "Tapi, Naura pengen."Ainun mensejajarkan tubuhnya pada anak perempuan yang bernama Naura. Senyumnya begitu hangat khas seorang ibu pada anaknya. "Naura sayang bunda kan?" Naura mengangguk. "Kalau Naura sakit, bunda sedih," ucapnya seraya memasang mimik bak orang yang begitu terluka. Tapi, aku melihatnya berbeda. Dia tetap cantik.
Read more

92. Menceritakan Semuanya

"Ya, Nayla adalah mantan istriku," ucapku lagi menegaskan apa yang mereka dengar. Mungkin bagi mereka ini adalah suatu kebetulan. Tapi, ini adalah bagian dari rencana Nayla. Hanya saja aku tidak berpihak pada Nayla. Aku ingin melindungi wanita ini."Dan aku kenal siapa suamimu. Dulu, kami satu kampus hanya beda fakultas. Aku pikir mereka adalah sahabat, ternyata diam-diam Rasha menaruh hati pada Nayla.""Aku tidak tahu apa-apa saat itu menjalin hubungan dengan Nayla. Andai aku tahu Rasha saat itu juga suka, aku tidak akan merebut Nayla darinya.""Kami menjalin hubungan cukup lama tiba-tiba aku mendapat kabar bahwa Nayla dijodohkan. Itu penuturannya. Tanpa mau mencari tahu, aku menyetujui ide Nayla untuk membawanya pergi. Dan akhirnya menikah."Aku sengaja berbohong tentang membawa Nayla di hari pernikahannya. Itu semua permintaan Nayla. Padahal hari itu aku sedang di ruang sidang. Ainun dan Sinta terus menyimak ceritaku hingga
Read more

93. Rencana Pengajuan

"Bagaimana, Ai?" tanyaku melalui sambungan telepon. "Sesuai dengan rencana. Mas Rasha sangat murka. Tapi, ada satu hal yang di luar perkiraan kita."Aku mengernyit, "Apa itu?""Mas Rasha sudah menjatuhkan talak pada Nayla."Aku mengembuskan napas pelan. "Benar-benar di luar rencana.""Padahal aku hanya ingin memberi pelajaran pada Nayla juga ingin membuat Mas Rasha menyesal. Bukan berniat memisahkan.""Kenapa? Bukannya itu lebih baik lagi?""Tidak, Fa. Aku ikhlas melepaskan Mas Rasha untuk dia."Aku tahu Ainun tidak akan setega itu. Entah hatinya terbuat dari apa. Dia tak menuntut banyak bahkan tidak berniat menghancurkan lawannya lebih dalam."Mungkin itu sudah jalannya, Ai. Sekarang saatnya kita harus fokus pada rencana selanjutnya.""Aku sudah menyiapkan semua."Aku tersenyum. Di dalam hati ini aku sudah bertekad untuk membantunya terlepas dari masalah yang terus menimpan
Read more

94. Menghubungi Nayla

"Apa?" tanya Nayla dengan nada sinis. "Aku punya berita bagus untukmu.""Kalau nggak menarik dan menguntungkan, jangan berani untuk melanjutkan!"Aku mendelik malas. "Ayolah, Nay! Sabar dikit kenapa sih?""Yaudah."Aku menjeda kalimat sebentar untuk memilih kalimat yang pantas kuucapkan. "Ainu sudah menyiapkan berkas dan besok akan aku ajukan pada pengadilan.""Hah, serius?" tanya Nayla dengan antusias. "Ya.""Rasha tahu?""Ainun aka merahasiakan ini sampai surat panggilan dari pengadilan terbit."Kudengan tawa puas dari Nayla. Aku yakin dia akan menyusun rencana jahatnya lagi. Sebisa mungkin aku akan mencegah jika itu melukai Ainun."Aku harus apa agar prosesnya cepat?"Aku mulai menjelaskan padanya bahwa jika ingin mempercepat proses perceraian maka lihak tergugat atau pihak tergugat bahkan keduanya tidak pernah hadir dalam sidang perceraian. Tiga kali
Read more

95. Proses Pengajuan

"Maaf, aku telat," ucap Ainun. Aku tersenyum simpul menanggapinya. Saat ini kami hanya berdua. Sinta tak bisa ikut menemani kami karena suaminya Yuda mengajaknya berlibur bersama. "Naura nggak ikut?" tanyaku basa-basi. "Dia kutitipkan di rumah neneknya. Mama rindu sama cucunya.""Oh gitu."Ainun kemudian menyerahkan sebuah map berwarna kuning. Kuraaih map itu lalu membukanya. Beberapa lembar dokumen yanhg kubutuhkan untuk proses pengajuan. Mataku menelisik setiap lembar berkas yang ada di tanganku."Gimana?""Lengkap."Dia tersenyum simpul. "Hari ini aku akan mengajukan ke pengadilan. Selanjutnya kamu tinggal tunggu surat panggilan dari pengadilan untuk sidang perceraian kalian."Ainun mengangguk paham. Kami kembali terdiam dengaan pikiran masing-masing. "Ai, setelah proses perceraian ini selesai, apa rencana kamu selanjutnya?"Ainun mengalihkan pandangan ke luar. Pandaangannya berubah sendu. "Aku akan kembali ke ka
Read more

96. Wanita Hebat

"Ai, ini surat undangan dari Pengadilan Agama. Beberapa hari lagi sidang pertama akan dimulai."Aku menyodorkan amplop berwarna putih pada Ainun. Perlahan tangannya meraih amplop yang tergeletak di atas meja. Matanya berembun. Mungkin ada luka yang masih menganga. Aku paham itu. "Satu minggu dari sekarang ya jadwalnya?" Aku mengangguk. "Untuk mas Rasha?""Kamu yakin akan menyerahkan sendiri. Padahal aku bisa mengirimnya ke kantor Rasha."Ainun menggeleng seraya tersenyum lembut. "Aku nggak apa-apa. Nggak baik rasanya mengirim ke kantor. Aku nggak mau surat itu menjadi rumor di kantornya."Aku terdiam. Sungguh wanita yang baik. "Aku maunya pisah baik-baik. Kalau perlu nggak ada yang tahu di luar sana. Ini masalah rumah tangga.""Kamu baik banget.""Aku hanya tidak ingin mempermalukan ayah dari putriku."Aku tersenyum. Dia yang sudah disakiti dengan luka yang dipendam, tak ada drama menyakiti lawan dan pasangan, dia juga y
Read more

97. Desakan Bella

"Kita nggak bisa menunggu sebentar?""Kenapa?"Aku berusaha memutar otak memikirkan kalimat apa yang pas untuk kujadikan alasan. Bella adalah tipe wanita yang tak suka jika keinginannya tidak dituruti. Jika hal itu terjadi maka dia akan berusaha melakukan segala cara agar keinginannya terwujud. Ini semua salah papa yang malah menjodohkanku dengan anak sahabat lamanya. Padahal aku bisa mencarinya sendiri."Sayang!""Pokoknya aku nggak bisa dalam waktu dekat!" jawabku seraya mematikan sambungan telpon secara sepihak. Aku tak peduli lagi apa yang tengah dipikirkannya. Juga tak peduli papa akan marah aku sudha mengabaikan Bella. Dari awal aku sama sekali tak menyetujui perjodohan ini. Aku tahu watak Si Princess itu. Bersamanya bukannya bikin nyaman malah jadi eneg. Kulempar asal ponsel kemudian beranjak menuju kamar mandi. Aku butuh sesuatu yang bisa menyegarkan pikiran. *"Pagi, Mister Perpect!" Panggil Marvel. Ya, di kantor i
Read more

98. Resmi Cerai

Semenjak sidang pertama dibuka, sidang ke dua dan ke tiga tetap saja sama. Rasha tidak memenuhi panggilan sidang sehingga harta yang sesuai dengan perjanjian pranikah dan hak asuh anak dimenangkan oleh Ainun."Alhamdulillah selesai juga akhirnya," lirih Ainun. "Ciye, janda baru," goda Sinta. "Ini mah janda high class," belaku. Sinta mengerucutkan bibirnya. "Iya deh, iya, yang dibela. Aku mah nggak."Kami berdua tertawa. Sinta memang seperti itu, kadang dewasa kadang seperti anak kecil. "Eh, rayain dong, kebebasannya," usuk Sinta. Aku melirik ke arah Ainun berharap dia menyetujui usulan sahabatnya. "Eum, tapi kan Naura —"Sinta mendelik malas. "Please, deh, Ai. Kamu baru aja terbebas. Harusnya dirayain. Kan Naura bareng mantan mertua kamu."Ainun menoleh ke arahku. Aku tak tahu mau menjawab apa. Hanya mengendikkan bahu sebagai jawaban. "Ya, sudah. Tapi, Raffa ikut kan?"Bagai dibawa terbang oleh para peri, hatiku melaya
Read more

99. Nayla Murka

Hari berlalu begitu cepat. Ainun beberapa hari yang lalu memilih pulang kembali ke kampung halamannya. Aku tahu, akan sangat sulit baginya untuk bertemu keluarganya dengan status berbeda. Ponselku berdering menampilkan nama kontak yang membuatku tertekan. Nayla. "Halo, Nay. Ada apa telpon malam-malam begini?"Jujur saja, aku sangat malas berurusan dengannya. "Kita hampir saja ketahuan.""Ketahuan?""Aku bersyukur, Rasha memang sebodoh itu dari dulu." Nayla tertawa keras dan itu membuatku semakin risih dibuatnya. "Aku akan berusaha mencari cara agar harta itu jatuh ke tanganku. Itu semua gara-gara kamu, Raffa!""Aku? Kamu saja yang bodoh tidak mengurusnya sejak awal."Sengaja aku bersikap seolah-olah mendukung segala kemauannya. Itu semua aku lakukan agar Nayla tidak melukai Ainun."Kamu yang bodoh! Kenapa juga kamu menyarankan Ainun untuk mengambil semua hartanya. Lalu aku kebagian apa?!" Bentaknya. "Itu urusan kamu. Ak
Read more

100. Amukan Nayla

Malam ini kuputuskan untuk mengakhiri permainan ini. Aku tidak ingin terlibat lagi dengan apapun rencana Nayla. Bayangan Ainun yang selalu menghantuiku membuatku ingin segera mengakhiri semua inu. Ainun, wanita yang dikhianati suaminya, tidak mungkin aku melukainya lagi. "Halo, Nay.""Jangan menelfonku tanpa memberitahu dulu!"Aku tidak peduli. Aku harus menyelesaikan semua ini. "Aku nggak bisa melanjutkan rencanamu. Tugasku sudah selesai.""Maksud kamu?""Aku sudah putuskan untuk berhenti kerjasama."Nayla terdengar mendecih. Aku tahu dia pasti sangat marah dengan keputusanku. "Jangan bilang kamu sudah jatuh cinta sama wanita itu.""Ya, itu benar. Dan aku akan melindunginya.""Tidak! Itu tidak sesuai dengan perjanjian kita!" bisiknya tapi masih bisa ku dengar. "Memang bukan itu perjanjiannya. Tapi dalam hal ini aku berhak untuk jatuh cinta kan? Dan aku benar-bemar menyukainya. Bukan untuk misi tapi untuk masa depanku."
Read more
PREV
1
...
89101112
...
14
DMCA.com Protection Status