Home / Romansa / WANITA SIMPANAN / Chapter 101 - Chapter 110

All Chapters of WANITA SIMPANAN: Chapter 101 - Chapter 110

133 Chapters

101. Ancaman Nayla

"Pak, wanita itu datang lagi," ucap Rina. Aku mendengus kesal."Apa kurang arahan yang aku sampaikan kemarin? Buat alasan apa saja agar dia tidak masuk ke ruangan ini!" tegasku. "Tapi, Pak —"Aku mengangkat tangan ke udara. Rina berlalu meninggalkanku. Kuembuskan napas kasar. Dia benar-benar membuatku gila. Untuk apa dia ke sini?Aku memutuskan melanjutkan pekerjaanku. Akan tetapi, baru saja tangan ini hendak menyentuh keyboard, pintu kembali diketuk. "Masuk!"Rina muncul di balik pintu. "Ada apa lagi?" geramku."Maaf, Pak. Tapi, sepertinya bapak harus keluar sendiri. Wanita itu mengamuk di luar, Pak," ucapnya takut. Aku menggeram. Tangan ini mengepal. Rina buru-buru keluar tanpa permisi. Aku melangkah keluar dengan terburu-buru. Malas rasanya berurusan dengan wanita itu lagi. Saat langkahku tiba di depan resepsionis, mata ini menangkap sosok yang sangat menyebalkan. Nayla."Keluar juga akhirnya," sinisnya. Ak
Read more

102. Rencana

"Lusa saya akan berangkat ke Bandung. Tolong aturnulang jadwal pertemuan saya dengan klien!" titahku pada Rina. "Tapi, Pak, bukannya bapak harus perjalanan bisnis dulu?"Aku mengernyit. Ku perhatikan kalender yang menempel di atas meja kerja. "Oh, God!" desisku sembari menepuk kening ini. Bagaimana aku bisa lupa? Aku dilema jadinya antara memilih perjalanan bisnis atau segera menyusul Ainun. Tapi, keduanya sangat penting."Bagaimana, Pak? Atau aku harus menjadwalkan ulang perjalanan bisnisnya?"Aku menggeleng kuat. "Tidak perlu. Kalau dijadwalkan ulang, bisa jadi mereka akan mbatalakan kerjasama. Punya calon mitra seperti Tuan Aldo begitu susah didapat."Rina memgangguk kemudian meninggalkan aku setelah kuijinkan untuk meninggalkan ruangan ini.Selain berprofesi sebagai pengacara, aku juga memiliki bisnis sampingan. Bisnis properti import yang bekerja sama langsung dengan Tuan Aldo. Lelaki berusia tiga puluh lima tahun itu asli Indon
Read more

103. Pulang

Hari ini aku melakukan perjalanan ke Swiss bersama dua rekanku. Zacky dan Leo.Sepanjang perjalanan aku begitu gundah. Aku tak berhenti memikirkan bagaimana Rasha akan membujuk mantan istrinya."Pak, Tuan Aldo sudah menuju ke sini."Aku segera mempersiapkan bahan yang akan dipresentasekan.Sepuluh menit berlalu, seorang lelaki gagah dan tampak berwibawa memasuki restoran tempat kami janjian. Tuan Aldo datang bersama istrinya-Jane."Selamat pagi, Pak Raffa. Senang bertemu dengan anda.""Selamat pagi, Tuan Aldo dan Nyonya Jane."Kami kemudian saling berjabat tangan lalu duduk di kursi masing-masing."Lama juga ya kita tidak bertemu?" Aku tersenyum seraya mengangguk. "Hampir satu tahun.""Bagaimana kabar Om?" tanyanya. "Papa baik-baik aja.""Aku pikir kamu akan membawa pasangan ke sini sekaligus berlibur. Atau .... Kamu tinggalkan dia di hotel?"Aku menggeleng. "Aku masih betah sendiri.""Atau aku carikan gadis Eropa?
Read more

104. Melelahkan

Senyumku mengembang saat pesawat mendarat selamat di bandara Internasional Soekarno Hatta. Langkahku sengaja kuperlebar agar bisa segera sampai di rumah. Setelah melakukan perjalanan tiga puluh menit dari bandara menuju apartemen, aku segera membersihkan diri. Rencanaya besok lagi aku akan bertandang ke Bandung untuk menemui Ainun.Baru saja ingin mengabari Ainun besok pagi aku akan menyusulnya, tiba-tiba bel berbunyi. Langkahku gontai menuju pintu."Kamu pulang kok nggak ngabarin?" protes Bella. Tanpa menunggu jawaban dariku dia langsung menghambur memelukku. Aku yang terbiasa dengan sikap Ainun spontan mendorong Bella.Matanya membulat sempurna saat tubuhnya jatuh ke lantai. "Kamu kok malah dorong aku sih?!"Aku hanya berdiri mematung melihatnya yang kesusahan bangun karena high heelsnya terlalu tinggi. "Bantuin dong!"Tanganku perlahan terulur membantunya untuk bangun. Bella langsung saja masuk ke dalam apartemenku tanpa
Read more

105. Ke Desa Ainun

Aku pulang dengan perasaan yang berkecamuk. Hati ini tentu sangat sakit diperlakukan seperti itu.Ini semua karena papa. Dia terlalu berambisi untuk urusan bisnis. Padahal, banyak investor yang lebih baik dari pada keluarga Om Bagaskara."Papa mana, Ma?" tanyaku saat tiba di rumah. "Papa lagi di ruang kerja. Ada apa?"Aku tak sempat untuk menjawab pertanyaan mama. Langkahku kuperlebar agar segera bertemu dengan Papa. "Pa, Raffa ingim bicara."Lelaki yang sudah berumur enam puluh tahun itu hanya melirikku sekilas lalu melanjutkan kegiatannya membaca koran. Aku duduk tepat di depannya. Papa masih memilih diam. Begitulah watak papa, dia sangat irit bicara dan egois. "Pa, Raffa tidak ingin melanjutkan hubungan bisnis dengan Om Bagaskara.""Kenapa?" tanya Papa tanpa menoleh sedikitpun. "Pa, Om Bagaskara itu terlalu sembong. Angkuh. Dia sudah menginjak-injak harga diri Raffa," ucapku yang sedang tersulut emosi. Papa melipat koran yang
Read more

106. Melamar Ainun

"Jadi, bagaimana, Abah? Apa Raffa diizinkan suatu hari nanti untuk menjaga Ainun? Saya siap menunggu.""Tidak!"Aku dan Abah sontak menoleh ke arah pintu. Wajahku berubah pias seketika saat menyadari siapa yang datang.Bella? Abah mempersilahkan ke duanya masuk. Hal itu membuatku semakin dilanda kecemasan luar biasa. Aku tahu watak Bella. Bagaimana jika dia menyakiti Ainun juga?"B-Bella?""Maaf, Abah, Rasha baru sampai."Rasha mencium takzim tangan abah kemudian duduk di samping Ainun berjarak beberapa centimeter. Hal itu membuatku dilanda cemburu.Sememjak kehadiran Bella aku terus merasa gelisah. Alu takut dia berbuat hal yang tak diinginkan. "Maaf, kedatanganku mendadak. Kenalkan saya Bella-calon istri Raffa."Aku tersentaknsaat Bella tanpa basa-basi mengakui statusnya. "Bella!" tegurku.Bella menoleh ke arahku dengan tatapan penuh amarah. "Kenapa? Kamu kaget aku datang menyusul?"Aku memilih bungkam. Bella me
Read more

107. Melepaskan

Setelah kejadian kemarin, aku kembali menemui Ainun. Kali ini, tujuanku adalah untuk berpamitan padanya. Aku tahu, sangat berat melepas cinta yang semakin bersemi di dalam hati. Namun, ala daya, semua di luar kuasaku. "Ai, aku nggak tahu harus mulai dari mana. Aku cuma bisa berharap kamu mau memaafkan semua kesalahanku."Ainun hanya diam menatapku. Desiran di dalam hati ini tak pernah berubah. Masih saja sama untuk orang yang sama."Aku berani bersumpah atas nama Allah. Aku benar-benar jatuh cinta sama kamu. Bahkan aku sudah berjanji sama diri sendiri untuk bahagiakan kamu. Namun, mungkin kita bukanlah sepasang nama yang tertulis di kitab lauhul mahfudz."Air mata ini untuk yang pertama kalinya jatuh. Seumur hidupku, Ainun adalah wanita setelah mama yang berhasil membuatku begitu rapuh. Kupandangi wajah teduhnya. Kedua sudut bibirnya membentuk senyuman. Ah, senyuman itu. "Aku sudah maafin kamu, Raffa. Tapi, maaf, aku nggak bisa menerima kamu di d
Read more

108. Mas, kita akhiri!

Entah aku harus bersikap apa sekarang. Bahagia atau justru sebaliknya. Ada rasa yang menyesakkan semenjak kepergian Raffa. Aku mengembuskan napas yang terasa sesak di dalam dada. Pandanganku menerawang jauh mengingat bagaimana kedekatan kami. "Nun." Aku menoleh.Seseorang memanggil namaku. Suara yang begitu kukenal. Senyum terpatri dari wajahnya. Sosok yang selama ini yang kucintai juga yang tak kuinginkan kehadirannya.Panggilan itu sudah lama tak kudengar darinya. Dulu jika dia memanggilku, aku akan segera berlari memeluknya begitu erat. Sekarang semuanya sudah berbeda. Aku hanya bisa terpaku di tempat. "Iya, Mas."Mas Rasha mendekat. Matanya tak mau lepas dari wajahku. "Mas mau minta maaf.""Untuk?""Untuk semua perlakuan dari mas. Untuk sakit yang mas torehkan."Aku membuang wajah. Mataku kembali berkaca. Sebisa mungkin ku normalkan deguban jantung yang semakin terasa."Aku sudah maafkan, Mas. Semua sudah berlalu."
Read more

109. Ingatan Masa Lalu

"Neng."Aku masih memilih membenamkan wajah di bantal. "Kenapa atuh?" tegur Umi. Aku hanya memilih diam. Tak mungkin rasanya umi akan melihat kerapuhanku saat ini. Tangannya membelai lembut kepalaku yang terbalut kain. "Kamu teh, masih mencintai mantan suami?" tanya Umi lembut. Aku masih memilih bungkam. Rasa sesak di dalam dada semakin menyiksa.Perlahan aku bangun lalu tidur di atas pangkuan orang yang telah melahirkanku ke dunia. "Umi, kenapa dia harus kembali?"Umi masih terdiam, tangannya masih aktif membelai rambutku. "Neng sudah berusaha untuk melupakan dia, semuanya hancur saat dia kembali, Umi. Neng harus apa?" tanyaku disertai isak tangis. "Kamu harus bisa melupakan dia. Untuk apa mengingat jika itu memyakitkan?""Sulit, Umi.""Neng teh harus bisa."Aku terdiam saat menyadari bahwa umi sudah tak mengharapkan kami untuk bisa bersama kembali.Aku sadar, orang tua mana yang bisa menerima kembali seseoran
Read more

110. Bertemu Aisyah

"Teteh?" Tegur seseorang saat aku hendak memilih sayuran."Aisyah?"Perempuan dengan tampilan syar'i itu tersenyum hangat. Aisyah lalu mendekat ke arahku. "Sendirian aja?""Nggak. Ada si Bagas di sana nungguin.""Kamu sendiri gimana? Nggak sama mertua atau Fariz?"Aisyah tersenyum. Kali ini senyumnya sangat berbeda. "Bunda dan Aa lagi pergi. Aisyah nggak tahu mereka kemana."Aku hanya mengangguk sembari memilih sayuran yang akan kuolah. "Mang, bayam satu ikat, bawang putih tiga siung, bawang merah setangah kilo, cabe dan tomat masing-masing sekilo ya!"Mang Asep hanya mengangguk, tangannya sibuk memilih daftar belanjaan yang kusebut. Kupandangi lekat wajah Aisyah yang terlihat semakin tirus. Belum lagi rautnya begitu pucat."Kamu sakit?" tanyaku penasaran.Aisyah menggeleng lemah. " Mungkin karena kecapean aja, Teh.""Kalau kecapean ya istirahat atuh."Aisyah hanya bisa tersenyum. "Ini, Neng!""Berapa, Man
Read more
PREV
1
...
91011121314
DMCA.com Protection Status