"Aisyah mohon, Teh. Aa adalah cinta sejati teteh. Sebelum waktuku tiba, aku ingin melihat Aa bahagia," pintanya. Aku menggeleng pelan. Ini tidak mungkin terjadi. Bagaimana bisa aku menikahi seorang lelaki yang istrinya tengah menunggu waktunya? Aku tidak setega itu. Terlebih aku yakin Fariz akan menentang keras permohonan istrinya."Maaf, Aisyah, teteh nggak bisa.""Aisyah mohon, aku ingin pergi dengan tenang," ucapnya di sela isak tangis. Aku terdiam. Dilema melanda. Kulihat wajah kurus Aisyah begitu terluka. Aku pun tak tahu, dia terluka karena merasa waktunya sebentar atau memikirkan harus rela berbagi suami. "Maaf, Aisyah. Permintaanmu terlalu berat.""Aisyah mengerti. Teteh bisa pikirkan kembali. Tapi, aku mohon, teteh bisa mengabulkan permintaanku."Kami kembali sama-sama terdiam dengan pikiran masing-masing. Sungguh, ini di luar dugaanku. *"Neng, kunaon melamun teh?" tanya Umi. "Nggak apa-apa, Umi."Umi men
Read more