Beranda / Romansa / WANITA SIMPANAN / Bab 81 - Bab 90

Semua Bab WANITA SIMPANAN: Bab 81 - Bab 90

133 Bab

81. Kejutan untuk Raffa

"Jadi, bagaimana, Abah? Apa Raffa diizinkan suatu hari nanti untuk menjaga Ainun? Saya siap menunggu."Kekhawatiranku lenyap seketika saat Rasha menampakkan diri di pintu bersama seorang wanita. Siapa dia?"Tidak!"Raffa dan Abah sontak menoleh ke arah pintu. Wajah Raffa pias seketika saat menyadaei siapa yang datang. Abah mempersilahkan ke duanya masuk. Tapi, di mana yang lain? Bukankah kata abah papa dan pengacaranya juga datang?"B-Bella?""Maaf, Abah, Rasha baru sampai."Mas Rasha mencium takzim tangan abah kemudian duduk di sampingku berjarak beberapa centimeter. Raffa terus merasa gelisah semenjak wanita itu tiba. "Maaf, kedatanganku mendadak. Kenalkan saya Bella-calon istri Raffa."Abah dan Umi  tampak terkejut. Aku menggigit bibir kala mengetahui aku hampir saja menjadi korban. "Bella!" tegur Raffa.Wanita yang bernama Bella itu menoleh ke arahnya dengan tatapan pe
Baca selengkapnya

82. Pengakuan Raffa

"Kamu itu laki-laki brengsek!" ucap Rasha penuh emosi. "Maksud kamu apa?!" ujar Mas Rasha tak kalah emosi. "Kamu menghamili Nayla tapi tidak mau bertanggung jawab!" tuding Raffa. "Apa?!" ucap kami hampir bersamaan. Semua pandangan kini tertuju pada Rasha."Bohong! Sejak kapan aku menghamili Nayla? Menyuntuhnya pun tidak.""Nayla yang menceritakan semuanya padaku."Mas Rasha tersenyum sinis. "Dan kamu percaya?""Tentu saja. Saat itu dia kekasihku dan kamu malah tega menikamku dari belakang hanya karena dia lebih memilihku," cibir Raffa."Kamu harusnya sadar sekarang. Dia itu ular berbisa. Di hadapan kamu dia mengaku akulah yang menghamilinya. Tapi, di depanku, dia meninggalkan hari pernikahan kami karena dia hamil anakmu."Aku semakin tak mengerti. Mengapa mereka saling menuduh satu sama lain. Siapa sebenarnya pelaku di sini?"Sha, kamu tahu siapa aku. Aku memang menjalin hubungan d
Baca selengkapnya

83. Dendam Di Masa Lalu

Pov. Raffa. "Raffa, buka pintunya!" teriak seseorang yang sangat kukenal siapa pemilik suara itu. Aku yang sedang asyik menonton gegas meuju pintu utama. Setelah  pintu kubuka, tampaklah seorang gadis yang tampak sangat acak-acakan. "Nay?"Aku mengedarkan pandangan ke sekitar, akan tetapi tidak ada seorang pun di sana. "Loh, kamu sendiri?"Nayla menghambur ke arahku hingga tubuh yang tak siap ini hampir terjatuh. Nayla menangis sesegukan di dalam pelukanku. Aku membelai rambutnya memberi ketenangan. "Raffa, tolong aku," ucapnya di sela isak tangis. "Masuk dulu, Nay!"Aku membawanya ke dalam rumah. Nayla duduk di sofa sedangkan aku meninggalkannya sebentar untuk mengambilkannya segelas air putih. Nayla tertunduk dan terus menangis. Aku mendekatinya lalu memberikannya segelas air putih agar dia bisa sedikit tenang. "Apa yang terjadi, Nay?" tanyaku lembut.
Baca selengkapnya

84. Rencana Menghancurkan Rasha

"Dapatkan informasi tentangnya termasuk istrinya. Aku ingin masuk ke dalam rumah tangga mereka sebagai wanita ke dua.""Biar wanita itu tahu rasanya terluka," lanjutnya."Tidak! Aku tidak setuju jika kamu melibatkan orang lain. Wanita itu tidak salah. Dia bahkan hadir jauh setelah dia mencampakkanmu," tolakku secara tegas. "Aku tidak peduli, Raffa.""Aku setuju kamu ingin membalaskan dendam di masa lalu. Tapi, jangan libatkan wanita itu.""Rasha sangat mencintai wanita itu! Bisa jadi karena wanita itu aku dicampakkan.""Aku yakin bukan karena dia," bantahku. "Kamu tahu apa, hah? Meskipun mereka setahun setelah aku dicampakkan, tapi aku yakin ini ada kaitannya dengan wanita itu."Aku mendengus kasar. "Terserah kalau itu maumu."Nayla tersenyum sinis. Aku hanya bisa menggelengkan kepala melihat sikapnya yang sangat berubah saat ini. Dendam bisa saja merubah seorang kucing yang lucu menjad
Baca selengkapnya

85. Skenario

Pov. Nayla"Rasha, aku tidak akan membiarkanmu bahagia dengan wanita itu!" desisku. Aku menggetakkan gigi kala melihat akun sosial media mereka. Tampak mereka adalah keluarga yang sangat bahagia. Bahkan banyak yang memuji kebahagiaan mereka. [ Benar-benar pasangan yang serasi], tulis salah satu akun di kolom komentar. [ Anaknya masya Allah cantik banget ], puji salah satunya lagi. [Lihat dulu, dong, siapa ibu bapaknya], balas yang lain.[ Sakinah, mawaddah, wa rohmah, ya, kalian. Semoga langgeng hingga maut memisahkan], timpal yang lain sehingga membuat darahku mendidih. "Akulah mautnya," desisku. *Aku berjalan menyusuri setiap lorong di sebuah pedesaan. Bertanya ke sana ke mari akan alamat yang pernah diberikan Gisel. Hingga langkah ini terhenti pada sebuah gubuk tua. Kakiku melangkah mendekati gubuk tersebut. Tekadku sudah kuat. Aku melakukannya demi merebut kembali Rasha. Aku ak
Baca selengkapnya

86. Perlahan Tapi Pasti

"Mereka sudah masuk ke dalam perangkap," ucapku pada seseorang di ujung telpon. Terdengar embusan napas berat. "Ya, sudah. Lakukan rencanamu. Ingat, jangan menyakiti istrinya!"Aku berdecik kesal. "Itu urusanku, Fa! Kamu diam saja di sana!"Aku mematikan sambungan telpon dengan perasaan yang kesal.Raffa menyebalkan sekali. Bisa-bisanya dia melarangku untuk menyakiti Ainun. Dia harus merasakan sakitnya dicampakkan."Aku harus mulai menjalankan rencanaku. Susuk ini sudah berfungsi. Aku tak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini," gumamku. Aku berjalan menuju pintu kemudian mengintip di balik daun pintu. Tampak Rasha dan Ainun begitu mesra. Aku geram dibuatnya. Dadaku terbakar api cemburu yang luar biasa. "Aku harus cepat bertindak!"Aku membuka tas pakaian yang sejak tadi kubawa. Meskipun aku berencana bunuh diri, tapi pakaian harus sedia. Kubentangkan kimono berbahan tipis dengan belahan dada
Baca selengkapnya

87. Terus Berusaha Menggoda

Semenjak kedatangan segerombolan ibu-ibu tukang gosip itu, aku jadi stres dibuatnya. Bisa-bisanya dia dengan tanpa berdosa mau mengusirku. Mereka belum tahu saja dia sedang berhadapan dengan siapa. Nayla tidak akan pernah kalah. Hari ini Ainun tampak baik padaku. Biasanya dia akan menyuruhku mengurus diri sendiri tanpa peduli apakah aku lapar atau tidak. Namun, hari ini berbeda. Dia bahkan dengan senang hati membiarkanku jus lemon. Tak ada rasa curiga bahwa dia akan berbuat jahat. Toh, selama tinggal di sini, dia tak pernah melakukan hal jahat padaku. Satu gelas jus lemon habis tak bersisa. Namun, ada rasa keanehan yang kualami. Kepalaku mendadak berat, pandanganku buram hingga gelap. Setelah itu aku tak tahu karena tubuhku semakin melemah. Mataku mengerjai menangkap cahaya yang begitu terang. Berusaha memfokuskan pandangan yang masih memburam. Saat mata bisa menangkap jelas gambar yang ada di depan, aku tersentak saat menyadari suas
Baca selengkapnya

88. Menjebak Rasha

Semakin hari semakin aku menguasai Rasha. Raga memang milik Ainun, tapi soal hati? Dia sudah perlahan berpaling padaku.Aku selalu berusaha menjadi simpanan yang mengerti akan kegundahan hatinya. Padahal, tanpa dia sadari justru itu menjadi senjataku untuk merebutnya sepenuhnya dengan leluasa."Sha, kapan dinas di luar kota?" Tanyaku melalui sambungan telepon."Mungkin tiga hari lagi," jawabnya datar."Oh, gitu. Pulang dinas, mampir ya." Rasha terdiam tanpa membalas permintaanku. Ada apa? Apa dia takut lagi untuk mengkhianati istrinya? "Kenapa? Kamu takut lagi?" Tanyaku. "Nanti aja ya. Kalau keseringan ketemu, Ainun akan curiga. Lagian aku sudah mengkhianati istriku terlalu dalam. Dia istri yang sangat mencintaiku. Aku tidak mung —""STOP!" Aku mengatur napas yang sudah mulai tak beraturan. Tanganku mengepal kuat. "Kamu tahu kan, aku paling nggak suka kamu memuji istrimu di depanku."
Baca selengkapnya

89. Merebut Rasha

"Sha, aku hamil," ucapku seraya menyodorkan hasil test pack dengan garis dua terpampang nyata. Jangan tanya kenapa aku yang tak memiliki rahim bisa hamil. Alat itu adalah bekas seorang ibu hamil yang kubeli untuk menjebak Rasha tentunya. Rasha menerima alat itu dengan tangan gemetar. Wajahnya mendadak pias. Aku tertawa di dalam hati. Rasha terduduk di tepi ranjang dengan pandangan kosong ke depan. Aku tahu apa yang dia tengah pikirkan saat ini. "Sha, kamu tidak akan berpikir untuk meninggalkanku kan?" Tanyaku. Dia masih terdiam sembari memijit kepalanya. "Sha, aku percaya kamu nggak akan meninggalkanku," ucapku seraya bergelayut manja di lengannya. Rasha terus saja terdiam membuatku menyunggingkan senyum kemenangan. "Sha, kapan kamu akan menikahi ku?""Nay, beri aku waktu."Aku menggeleng tegas. Memberi waktu katanya? Sekali aku melangkah, aku tak ingin menyiapkan setiap detik yang berh
Baca selengkapnya

90. Menyusun Strategi

"Aku sudah masuk ke dalam rumahnya. Tinggal terus menjalankan rencana kita.""Pergerakanmu cepat juga," puji Raffa. Aku tersenyum miring. "Aku sudah bilang kan? Bukan hal sulit untuk menaklukkan Rasha.""Lalu, apa rencanaku selanjutnya?"Aku mendudukkan diri di sofa. Saat ini keadaan rumah sepi. Rasha berangkat kerja sedangkan aku tak tahu kemana wanita itu pergi. "Mengusir ratu di rumah ini."Terdengar embusan napas berat dari seberang. Aku tahu Raffa pasti tak setuju akan hal ini. Selalu saja begitu. Kenal saja tidak. Kenapa dia begitu kekeh ingin seolah melindungi Ainun?"Ya, sudah terserah kamu saja. Aku mau masuk ke ruang persidangan dulu."*Hari kujalani dan tak pernah lepas dari pertengkaran kecil di antara kami. Aku yang tak ingin diperintah sesuka hati oleh wanita itu begitu pun dengan dia. Alasan hamil adalah caraku untuk membela diri. Hingga Rasha pun turun tangan saat
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
7891011
...
14
DMCA.com Protection Status