Beranda / Romansa / WANITA SIMPANAN / 110. Bertemu Aisyah

Share

110. Bertemu Aisyah

Penulis: Zee Zee
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Teteh?" Tegur seseorang saat aku hendak memilih sayuran.

"Aisyah?"

Perempuan dengan tampilan syar'i itu tersenyum hangat. Aisyah lalu mendekat ke arahku.

"Sendirian aja?"

"Nggak. Ada si Bagas di sana nungguin."

"Kamu sendiri gimana? Nggak sama mertua atau Fariz?"

Aisyah tersenyum. Kali ini senyumnya sangat berbeda.

"Bunda dan Aa lagi pergi. Aisyah nggak tahu mereka kemana."

Aku hanya mengangguk sembari memilih sayuran yang akan kuolah.

"Mang, bayam satu ikat, bawang putih tiga siung, bawang merah setangah kilo, cabe dan tomat masing-masing sekilo ya!"

Mang Asep hanya mengangguk, tangannya sibuk memilih daftar belanjaan yang kusebut.

Kupandangi lekat wajah Aisyah yang terlihat semakin tirus. Belum lagi rautnya begitu pucat.

"Kamu sakit?" tanyaku penasaran.

Aisyah menggeleng lemah. " Mungkin karena kecapean aja, Teh."

"Kalau kecapean ya istirahat atuh."

Aisyah hanya bisa tersenyum.

"Ini, Neng!"

"Berapa, Man
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • WANITA SIMPANAN   111. Curahan Hati Aisyah

    "Hanya itu?" tanyaku. Aisyah mengangguk samar. Kepalanya menunduk seketika. Aku tahu apa yang tengah dirasakan oleh Aisyah. Semua wanita juga ingin merasakan namanya menjadi seorang ibu. Kehadiran buah hati adalah dambaan para orang tua. Lantas bagaimana jika.Allah belum berkehendak?Tak dipungkiri bahwa fenomena menantu yang belum memberikan mereka cucu akan meenjadi bulan-bulanan keluarga. Pihak istri adalah korban yang laling tersakiti. Bagi mereka jika seorang wanita yang sudah lama menikah dan belum memberikan mereka keturunan maka dianggap tak berguna. Sungguh miris dan itulah kenyataan yang ada. Harusnya mereka mensupportnya bukan malah menjatuhkan."Anak adalah rejeki dari yang Kuasa. Kita sebagai hamba hanya bisa berdo'a dan ikhtiar. Allah tahu kapan waktu terbaik untuk hamba-Nya.""Tapi, Teh, aku selamanya nggak akan pernah bisa memberikan Bunda seorang cucu," lirihnya. Aku mengernyit tak mengerti maksud dari Aisyah. "Aku

  • WANITA SIMPANAN   112. Permintaan Aisyah

    Tiga hari telah berlalu dan Aisyah masih dirawat di rumah sakit. Hari ini aku berencana menjenguknya.Menurut informasi yang kudapat, Aisyah sekarang dipindahkan di ruang perawatan. Aku bersyukur, dia bisa kembali sadar. "Umi, Abah, Neng mau ijin jenguk Aisyah, ya?""Neng ke sana mau sama siapa? Abah nggak bisa antar soalnya abah dan umi mau ke rumah keluarga.""Neng bisa ke sana sendiri. Kalau Naura mau ikut sama abah dan Umi, juga boleh. Di rumah sakit anak kecil dilarang masuk."Abah mendekati cucu semata wayangnya. "Nayra ikut kakek dan nenek ya? Bunda mau ke rumah sakit dulu," bujuk Abah. "Siapa yang sakit?""Tante Aisyah, Sayang."Wajah Naura berubah mendung. Aku tahu dia pasti sedih.Aisyah adalah teman mainnya selama ini dan benar saja, selama Naura di sini, mereka tidak pernah lagi bertemu. "Naura ikut, Bunda," rengeknya. Aku berjongkok mensejajarkan tubuh kami. "Sayang, kamu tidak boleh ikut. Di rumah sakit itu

  • WANITA SIMPANAN   113. Dilema Hati

    "Aisyah mohon, Teh. Aa adalah cinta sejati teteh. Sebelum waktuku tiba, aku ingin melihat Aa bahagia," pintanya. Aku menggeleng pelan. Ini tidak mungkin terjadi. Bagaimana bisa aku menikahi seorang lelaki yang istrinya tengah menunggu waktunya? Aku tidak setega itu. Terlebih aku yakin Fariz akan menentang keras permohonan istrinya."Maaf, Aisyah, teteh nggak bisa.""Aisyah mohon, aku ingin pergi dengan tenang," ucapnya di sela isak tangis. Aku terdiam. Dilema melanda. Kulihat wajah kurus Aisyah begitu terluka. Aku pun tak tahu, dia terluka karena merasa waktunya sebentar atau memikirkan harus rela berbagi suami. "Maaf, Aisyah. Permintaanmu terlalu berat.""Aisyah mengerti. Teteh bisa pikirkan kembali. Tapi, aku mohon, teteh bisa mengabulkan permintaanku."Kami kembali sama-sama terdiam dengan pikiran masing-masing. Sungguh, ini di luar dugaanku. *"Neng, kunaon melamun teh?" tanya Umi. "Nggak apa-apa, Umi."Umi men

  • WANITA SIMPANAN   114. Aisyahku

    Pov. Fariz"Aa, adek ingin dimadu."Tubuhku membeku seketika saat Aisyah-istriku melontarkan permintaan yang membuatku diam seketika. Tubuhku menegang. Tangan yang tengah memegang sendok mendadak kaku. Pandangan kami bertemu. Kami saling diam satu sama lain. Air mata mengalir begitu saja membasahi wajah kurus dan pucat istriku. Ya, Aisyah sakit. Sudah terhitung beberapa bulan ini kondisinya semakin menurun. Jangankan berat badan, bahkan rambutnya perlahan menipis. Kami sudah berikhtiar untuk melakukan berbagai macam pengobatan. Akan tetapi, penyakit ganas itu seolah ingin merenggut dia dari sisiku. Tak terhitung sudah berapa kali kami keluar masuk rumah sakit untuk menjalani kemoterapi. Namun, hasilnya sesuai dengan penjelasan dokter."Melakukan kemoterapi memang untuk melunakkan virus yang menggerogoti tubuh istri bapak. Tapi, kelemahannya adalah imunnya bisa saja perlahan menurun. Tandanya itu seperti penurunan kekuatan otot, berat b

  • WANITA SIMPANAN   115. Bertemu Aisyah

    [Ai, aku ingin bertemu]Sebuah pesan masuk ke dalam ponselku. Aku tertegun sejenak membaca isi pesannya. Untuk apa Fariz ingin ketemu?[Tapi, bagaimana dengan Aisyah?][Ini atas dasar keinginan Aisyah.]Deg. Apa karena hal itu? Tentang ingin dimadu. Ragu ingin membalas apalagi mengiyakan. Aku dilema harus bagaimana. Sebuah panggilan masuk membuatku semakin kalap. [Aku mohon demi Aisyah]Kembali pesan singkat masuk. Kutarik napas dalam kemudian segera membalasnya. [Baiklah. Di mana?] [Di rumahmu biar nggak ada fitnah.]Aku menyetujuinya. Kuhampiri Abah yang sedang menonton dengan Naura. "Abah, Neng mau ngomong."Abahnyang sedang asyik menonton dengan cucunya kemudian menoleh."Kenapa, Nak?""Fariz mau bertamu ke rumah, Bah."Alis abah mengernyit. Aku tahu abah pasti terkejut. "Ini permintaan Aisyah katanya."Abah merubah posisi duduknya. Naura yang sejak tadi asyik menonton menoleh ke arahku.

  • WANITA SIMPANAN   116. Selamat jalan, Aisyah

    "Bagaimana, Dok?" tanya Fariz. "Untuk saat ini pasien akan masuk di ruangan ICU karena kondisi pasien semakin menurun," ucap dokter dengan name tag Andre.Tubuhku luruh seketika mendengar penjelasan dari dokter. Tak bisa lagi kubendung bagaimana sakitnya hati ini. Fariz terduduk di ruang tunggu. Kepalanya menunduk begitu dalam. Dia pasti sedang terluka. Beberapa perawat keluar dari ruangan dengan mendorong brankar Aisyah. Tubuh kurus itu terbaring seperti mayat hidup. Tak ada pergerakan sama sekali. Kami berempat gegas mengikutinya dari belakang. Tak henti air mata Fariz mengalir begitu derasnya.Melihatnya seperti itu membuatku ikut terpukul. Kami terus melangkah hingga memasuki setiap lorong rumah sakit. Langkah kami terhenti saat sebuah pintu masuk bertuliskan ICU ada di depan mata. Kami menunggu di luar sedangkan Fariz tetap masuk menemani istrinya. "Bunda yang sabar, ya, semua akan baik-baik saja," ucapku berusaha menghibur B

  • WANITA SIMPANAN   117. Separuh Jiwaku Pergi

    Malam telah menyapa. Malam ini adalah takziah pertama istriku. Rasanya begitu sakit ditinggalkan oleh pemilik separuh jiwa ini. Kupandangai foto pernikahan kami. Raut kebahagiaan tergambar begitu jelas. Dia begitu cantik dengan balutan baju pengantin khas Sunda. Air mataku kembali menetes. Entah untuk yang ke berapa kalinya. Segala kenangan indah bersamanya terputar dengan jelas di dalam ingatan. Dada ini terasa begitu sesak seolah oksigen enggang untuk sekedar singgah sebentar. "Aa teh yakin mau sama Aisyah?" tanyanya waktu itu. Kami duduk berdua di sebuah warung lesehan dekat taman. Ya, kami mampir sebentar setelah duduk bercengkerama di taman kampung ini. "Iya, dek. Aa yakin. Kamu mau kan terus hidup bersamaku? Bangun tidur, eh, ada Aa. Mau makan, eh ada Aa lagi. Mau tidur, kok, Aa lagi?" ucapku sambil terkekeh. Dia tersenyum malu menanggapi ocehanku. "Aisyah, mungkin ini kurang romantis. Ngelamar kok di warung lesehan? Di luar sana di

  • WANITA SIMPANAN   118. Bertemu Fariz

    "Aku harus kembali ke Jakarta. Butik sudah lama kutinggal, dan juga kasihan Naura yang harus kembali bersekolah."Fariz tertunduk tak tahu harus berkata apa. Tapi, bagaimana jika amanah ini tidak dia jalankan?"Aku ingin bicara sebentar, Ai. Kalau perlu di depan orang tuamu."Ainun yang sudah bersiap menoleh ke arah umi meminta persetujuan. Umi mengangguk seraya masuk ke dalam kamar memanggil suaminya. "Mau bahas soal apa, Riz?" tanya Ainun saat semuanya telah berkumpul. Fariz menarik napas dalam. Otaknya berpikir keras bagaimana cara memyampaikan amanah itu. "Abah, Umi, Ainun. Maaf sebelumnya kalau kedatanganku ke sini begitu mendadak. Saya hanya ingin menyampaikan amanah dari mendiang istri saya. Aisyah."Ainun mengepal tangannya. Dia sudah menduga arah pembicaraan Fariz. "Sesuai amanah dari mendiang istri saya, almarhumah meminta saya untuk....."Fariz melirik sekilas ke arah Ainun. Matanya terpejam dengan kuat. Tak sanggup untuk mende

Bab terbaru

  • WANITA SIMPANAN   133. Akhir Cerita

    Waktu berlalu begitu cepat. Hingga tak terasa Naura mengandung anak keduanya. Anak pertama diberi nama Muhammad Abhyzar Wicaksono. Kini, kandungan Naura memasuki usia tujuh bulan. Seperti sebelumnya, kedua belah pihak keluarga mengadakan acara tujuh bulanan. Awalnya semua berjalan dengan baik, hingga Nayla yangbsedang sibuk di dapur terjatuh begitu saja. Mwreka yang sedang berada di dalam rumah, gegas menghampiri Nayla lalu mengangkatnya. "Ibu Nayla pingsang!" pekik mereka. Suasana menjadi semakin gaduh. Arkan langsung memanggil Fariz untuk memberitahunya. "Papa, Mama Nayla pingsang!"Fariz segera berdiri lalu berbisik di telinga Rasha. Prosesi masih berjalan. Fariz langsung menggantikan posisi Rasha. Rasha berlari sekuat yang dia mampu kemudian mencari istrinya di antara kerumunan. "Nay!" pekiknya begjtu melihat istrinya lemah tak berdaya. "Arkan, hubungi ambu

  • WANITA SIMPANAN   132. Hari Peenikahan

    "Naura, aku ingin bertemu sebentar," ucap Nino melalui sambungan telepon. Naura yang baru saja lepas dinas hanya bisa mengembuskan napas pelan. Dia begitu tahu bagaimana perasaan Nino saat ini. Namun, bagaimanapun, Naura sudah menerima cinta Arif. Sosok lelaki yang selama ini diam-diam menaruh hati padanya. "Naura, bisa kan?" "Kita ketemu di rumah saja.""Tidak. Aku sudah ada di rumah sakit untuk menjemputmu."Naura memijit pelipisnya. Dia tahu bahwa Nino itu orang yang sangat nekat. Seperti saat ini. Nino sudah tahu Naura telah memantapkan hati untuk siapa."Naura, please! Untuk kali terakhir."Naura menerawang. Dia.dilanda kecemasan. Dia begitu menjaga perasaan Arif calon suaminya. "Arif harus tahu.""Tidak pelu. Aku kan sahabatmu."Naura mengalah. Akhirnya dia memilih untuk mengikuti keinginan Nino. "Baiklah, tunggu aku di sana!"Naura bergegas menu

  • WANITA SIMPANAN   131. Naura dan Arif

    Pagi ini Naura disibukkan oleh pasien yang tiba-tiba membludak di poli umum.Suster Lisa yang membantu ikut kerepotan hingga dia berinisiatif memanggil Manda-rekan profesinya. Waktu berlalu begitu cepat hingga akhirnya pasien terakhir masuk. Naura yang sedang meluruskan tangannya tiba-tiba berhenti sejenak saat menyadari siapa yang tengah duduk di depannya. "Nino?" ucapnya sedikit ragu. Sosok yang ada di depannya mengulas senyum tipis tanpa membalas ucapan Naura. Naura berusaha bersikap normal. Matanya mulai berkaca. Ingin sekali dia menumpahkan segala kekesalan yang ada pada dirinya. Namun, Naura urung melakukannya. Selain karena masih di lingkungan kerja, dia juga tak ingin terlihat lemah di depan orang yang masih mengisi hatinya. "Pagi, Dokter Naura!" sapa Nino yang menyadarkan Naura dari lamunannya. "Hai, Nin!"Hanya itu yang bisa diucapkan saat ini. Naira sedang berperang dengan ak

  • WANITA SIMPANAN   126. Sesurga Bersamamu

    Setahun sudah pernikahan kami. Suatu kesyukuran dari pernikahan kami lahirlah seorang putra yang kami beri nama Muhamma Arkan Hafiz. Berharap kelak Arkan akan menjadi anak sholeh dan penghafal Al Qur'an. Aa Fariz melantunkan adzan di telinga bayi kami. Suara merdunya membuatku menitikkan air mata. "Pa, ini adek Naura kan?" tanya putri kami. "Iya, Sayang. Nanti dia yang akan menjaga Naura dari orang jahat."Mata Naura berbinar. "Naura punya teman main dong, Bunda?""Iya, Sayang," jawabku. Arkan lahir melalui operasi sesar. Ketuban pecah dini dan semakin berkurangnya air ketuban membuatku harus menjalani operasi itu. Operasi sesar yang menurut orang di luar sana begitu mengerikan. Kuakui memang. Tapi, apapun itu, aku menikmati semuanya. Bagiku, yang penting bayiku lahir dengan selamat. "Assalamu'alaikum," sapa Sinta. "Wa'alaikumussalam."Ternyata Sinta tidak sendiri. Ada Mas Yuda, Nino, dan juga Raffa. "Wah si ganteng. Mirip pap

  • WANITA SIMPANAN   130. Kedatangan Arif

    "Papa, Bunda, Naura ingin bicara," ucap Naura pada kedua orangtuanya saat mereka sedang duduk santai di teras rumah. "Soal apa, Sayang?" tanya Fariz. Naura memilin ujung jilbabnya. Berulang kali dia menggingit bibir bawahnya. Fariz dan Ainun saling memandang satu sama lain. Mereka masih menunggu putrinya angkat bicara. "Naura?" tanya Ainun. "Pa, Bunda, eum itu. A-arif katanya mau datang ke rumah.""Oh, ya? Kapan?" tanya Ainun. Fariz menoleh ke arah istrinya. Dahinya mengernyit karena maaih belum mengerti tentang apa yang dikatakan istrinya."Papa masih belum ngerti, Bun."Ainun menoleh ke arah suaminya dengan senyum yang menghiasi wajah cantiknya. Ainun meraih tangan suaminya lalu mengelus punggung tangannya. "Itu loh, si Arif-temannya Naura mau datang ke rumah.""Iya, Papa juga dengar tadi. Cuma, dalam rangka apa?"Ainun gemas mendengar penuturan suaminya yan

  • WANITA SIMPANAN   129. Berusaha Merebut Hati Naura

    "Sha, aku sudah siapkan makan malam buat kita.""Iya."Selalu saja seperti itu. Dia tidak pernah sedikitpun bersikap manis padaku. Kecuali jika ada Ainun. Rasha selalu saja bersikap dingin. Aku hanya bisa menangis dalam hati saat diperlakukan seperti ini. Kembali ku langkahkan kaki ini menuju meja makan. Aku menunggu dia yang masih betah memandangi wajah mantan istrinya. Jangan tanya sakitku seperti apa. Tentu kamu tahu rasanya di posisi ini. Ibarat lagi Armada, 'Aku punya ragamu tapi tidak hatimu.' Menyesakkan bukan?Waktu berlalu dan aku masih betah menunggunya di sini. Di meja makan. Aku sudah memoersiapkan semuanya. Makan malam dengan masakan kesukaannya. Bahkan aku meminta resep pada Ainun. Nyatanya, itu lebih memyakitkan. "Ainun kirim makanan?" tanyanya saat beberapa sendok kiah soto Betawi masuk ke dalam mulutnya. "Ainun?" Dia mengangguk. "Masakan ini Ainun yang buat kan

  • WANITA SIMPANAN   128. Suara Hati Sang Pelakor

    "Pov Nayla."Naura, mama ingin bicara," ucapku saat Naura tengah duduk di taman bunga milik Ainun. Naura tak menyahut. Hal itu membuat hatiku sedikit menciut. Dia sejak dulu sudah membenciku. Di awal pertemuan kami aku telah menciptakan rasa benci untukku hingga dia pendam sampai kini. Bukan salah Naura jika dia membenciku begitu sangat. Ini memang salahku yang hadir menjadi penghancur istana yang susah payah mereka bangung. Hanya demi sebuah ambisi yang tak masuk akal, aku sudah menghancurkan hati banyak orang. Termasuk Naura. "Mama minta maaf sama kamu, Sayang," ucapku tulus. Namun, lagi dan lagi Naura tak menggubrisku. Aku paham akan itu semua. Jika aku berada di posisinya. Aku akan melakukan hal yang sama. "Mama sudah menghancurkan kebahagiaan kalian.""Sudahlah, Ma. Naura malas buat bahas masa lalu," ucapnya dingin. "Meskipun begitu, mama masih merasa bersalah.""Telat."

  • WANITA SIMPANAN   127. Kegelisahan Hati Naura

    Lima belas tahun berlalu. Waktu berlalu begitu cepat. Kini aku menyaksikan putriku-Naura memakai jas berwarna putih.Suatu kebanggan bagi kami para orangtuanya. Cita-cita yang didambakan sejak dulu kini sudah menjadi nyata. "Dokter Naura!" sapaku lembut. Dia tersipu malu. "Ah, Bunda bisa aja."Naura telah menyelesaikan pendidikan profesi dokternya dan kini bekerja di salah satu instansi di Jakarta.Naura dikenal sebagai salah satu dokter yang berdedikasi tinggi. "Papa mana, Bun?" tanyanya sambil celingukan."Papa manti nyusul bareng Ayah dan Mama Nay."Naura memeluk tubuhku dengan sayang. Sejak dulu Naura seperti ini. Tak pernah berubah. "Bunda, Naura mau tanya sesuatu."Aku menoleh ke arahnya. "Iya, Sayang?""Sebenarnya ada yang ingin melamar Naura," ucapnya. Aku merasa bahagia. Senyum di wajahku tergambar begitu jelas. Dia gadis kecilku yang kini berusia dua p

  • WANITA SIMPANAN   125. Hari Bahagia

    "Bagaimana para saksi? Sah?""SAH!""SAH!"Suara menggema di segala sudut ruangan. Di sini, sebuah gedung dengan dekorasi nuansa putih dan pink yang memperindah tempatku melangsungkan pernikahan.Fariz melalui arahan dari penghulu nikah menyentuh ubun-ubunku seraya membacakan doa yang kuaminkan.Air mata perlahan metes kala sebuh sentuhan hangat mendarat di keningku. Tanganku kemudian meraih tangannya kemudian mencium punggung tangan sosok yang kini menjadi suamiku.Aku telah resmi menjadi istri seorang Muhammad Alfariz. Tangannya perlahan menyematkan cincin di jari manis sebelah kananku. Pandangan kami bertemu. Ada rasa getar cinta yang terasa begitu kuat. "Terimakasih sudah menerimaku, Ai," bisiknya. Aku mengangguk seraya mengulum senyum ini.Dari jauh kulihat Raffa dan Rasha memandangku dengan pandangan yang berbeda. Tak ada senyum darinya. Wajahnya begitu terlihat mendung. "Bunda!" pekik Naura saat kami selesai melak

DMCA.com Protection Status