Home / Romansa / WANITA SIMPANAN / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of WANITA SIMPANAN: Chapter 11 - Chapter 20

133 Chapters

11. Hilang

"Mas ini parfum siapa?!" tanyaku lagi dengan penuh penegasan. Mas Rasha mendekatiku, digenggamnya tangan ini yang sudah mulai gemetar menahan amarah yang sedari tadi ingin meledak. "Dek, percaya sama mas, ini nggak seperti yang kamu pikirkan," bujuknya. Aku menggeleng tegas. Ingatan tentang bayangan dan suara itu kembali terngiang. "Dek, sumpah mas tidak berkhianat."Aku menarik napas dalam berusaha menormalkan deguban yang terus terasa. "Mas, aku selama ini berusaha percaya. Tiap mas keluar kota, kepercayaan itu terus kupegang. Tapi sekarang? Apa yang bisa menjamin kalau mas tidak bermain api?""Mas tidak pernah bermain api, Sayang. Percayalah." Kini mas Rasha berusaha memeluk tubuhku. Aku bergeming."Bagaimana aku bisa percaya jika selalu saja ada bukti yang kudapat?""Bukti apa?" tanyanya lagi. Aku mencebik kesal. "Bayangan wanita, suara erangan seperti orang yang baru saja bangun dan ter
Read more

12. Kenyataan yang pahit

"Kamu dari mana saja, Mas?" berondongku saat mas Rasha sudah masuk ke dalam rumah.  Mas Rasha berlalu begitu saja tanpa sedikitpun menoleh ke arahku. Langkah kupercepat menyusulnya ke dalam kamar. Aku berdiri mematung kala melihatnya menutup seluruh tubuhnya dengan selimut.  "Mas," tegurku lagi seraya mulai mendekatinya.  "Jawab aku, Mas! Kamu dari mana saja?" "Bukan urusanmu!" ketusnya yang sontak membuatku sedikit terhenyak.  "Itu urusanku, Mas. Semalam kamu pergi tanpa pamit. Nomor tidak bisa dihubungi, lalu tiba-tiba pulang dalam keadaan seperti ini. Aku pantas bertanya karena aku ini istrimu, Mas." Ingin sekali aku meluapkan segala sesak yang ada di dalam dada. Jika melihat kondisi sekarang, aku justru akan lebih terluka kalau memaksakan kehendak.  "Aku ingin tidur." Otakku memaksa untuk mengalah sebentar saja. Meskipun sangat sulit, akan tetapi aku harus melakukannya. Perlahan langkah ini
Read more

13. Kecewa

Sejak kejadian kemarin aku memilih tak banyak bicara. Menjawab seperlunya setelah itu aku memilih diam. Rasa sakit ini maaih sangat terasa mengetahui kenyataan pahit itu. Aku sungguh tak menyangka, suamiku lebih memilih menemani wanita itu. Berangkat diam-diam lalu meninggalkan aku dan Naura. "Dek, kamu masih marah?" tanyanya saat aku tengah menghidangkan sarapan untuknya. Ya, meskipun aku mendiamkannya, akan tetapi tugasku sebagai istrinya tidak pernah kutinggakan. Seperti biasanya segala kebutuhannya masih aku layani dengan sepenuh hati. "Dek, biar bagaimana pun, Nayla adalah sahabat mas. Dia sedang sakit. Jadi, tolonglah!" Aku yang hendak  ke dapur unuk menyiapkan  MP-ASI urung melangkah. Kubalikkan badan ini menghadapnya. "Lalu?""Mengertilah, Dek. Aku khawatir dengan kondisinya. Dia menderita penyakit yang cukup serius," terangnya. "Oh, begitu? Lalu bagaimana dengan kami
Read more

14. Wanita Licik

Tiga hari berlalu, selama itu pula mas Rasha sering pulang terlambat. Alasannya tetap sama, menjaga wanita itu. Aku tak tahu persahabatan seperti apa yang mereka jalani selama ini. Tapi bagiku semuanya di luar batasan. Hampir tak ada batasan di antara mereka. Seperti hari ini. Kami bertiga kini berada di ruangan persegi untuk menjenguk wanita itu. Menurutku semua tampak biasa saja, tak ada yang menkhawatirkan. Hanya infusan yang masih terpasang di punggung tangannya."Makasih ya, Mbak, sudah meluangkan waktunya. Aku jadi merasa merepotkan mbak," ucapnya sok manis. Kuletakkan buah yang sengaja kubeli di toko buah langganan. Aku hanya tersenyum sekilas menanggapi ocehannya. "Wah sampai repot-repot segala bawa buah," ucapnya lagi. 'Itu kamu tahu kalau ini merepotkan,' teriakku dalam hati. "Gimana keadaannya?" tanyaku sengaja mengalihkan ocehannya. "Masih lemah, Mbak.""Oh."A
Read more

15. Mencari Tahu

Aku mengempaskan tubuh di atas kasur melepaskan segala penat yang ada. Aku tak habis pikir, dia yang sudah kuusahakan untuk.menjauh dari kami, rupa-rupanya masih berhubungan dengan suamiku. Wanita itu sangat licik. Dia menghalalkan segala cara agar bisa bertemu dengan suamiku. Aku pun tak habis pikir dengan jalan pikiran Mas Rasha, bisa-bisanya dia berbohong dan menkhianatiku? Aku tahu mereka adalah sahabat. Aku tak masalah hanya jika wanita itu tidak mengibarkan bendera perang. Dia dengan bangganya menunjukkan bahwa dia akan merebut suamiku. Saat aku berperang dengan segala praduga, terdengar suara langkah kaki menuju ke arahku. Aku pura-pura tak menghiraukan. "Dek, maafkan, Mas." Aku memilih diam. Aku hanya ingin mendengar apa yang akan dia katakan. "Mas tak ada maksud. Nayla sahabatku dan dia membutuhkan mas, Dek. Tapi, mas benar nggak tahu kalau Nayla berbohong soal sakitnya."Aku menghela napas lalu mengemb
Read more

16. Memberi Bukti

"Hari ini ayah free. Nah, kalian nggak mau jalan-jalan?" tawar Mas Rasha. Aku dan Naura antuasias mendengar tawaran Mas Rasha. "Seriusan?" tanyaku. Mas Rasha mengangguk mantap. "Hole, kita jalan-jalan," pekik Naura."Ya sudah kalian mandi dulu, biar bunda yang siapin semua," ucapku. Mas Rasha menggendong putrinya kemudian berlalu menuju kamar. Aku menyelesaikan pekerjaan rumah sebelum berangkat. Saat mereka tengah bersiap, aku memandangi galeri ponsel. Tampak video yang dikirim Ray berada di list kumpulan video. Semalam aku lupa untuk menontonnya. Aku sedikit menjauh menuju ke arah dapur agar tak ketahuan. Video kubuka, tampak Nayla sedang bergelayut manja di lengan pria yang kutaksir sudah berumur lima puluh tahun itu. Jika kuingat-ingat, pria yang berada di dalam video ini berbeda. Video ke dua kubuka. Rupanya Ray bersama temannya berpura-pura menjadi pelanggan. Tampak banyak wanita d
Read more

17. Pantang Menyerah

Aku benar-benar sudah geram dibuatnya. Bisa-bisanya Mas Rasha masih saja melindunginya setelah tahu fakta yang terjadi? Ada apa sebenarnya? Kenapa Mas Rasha begitu kekeuh untuk melindungi wanita itu?Aku terus berpikir bagaimana cara agar bisa menjauhkan suamiku dari jerat wanita iblis itu. Dia bisa bermain licik akupun justru harus lebih licik darinya. "Mas mau ke mana?" tanyaku saat mendapati Mas Rasha sudah tampak rapi. "Menemui Nayla," jawabnya datar. "Buat apa?!" tanyaku frustrasi. "Mas harus menyelamatkan dia, Dek. Kamu nggak kasihan? Dia rela menjadi wanita pemandu karaoke demi bisa bertahan hidup. Di mana nuranimu sebagai sesama wanita?"Jleb. Kalimat yang dilontarkan Mas Rasha begitu menancapkan luka yang paling dalam. Di mana logikanya? Tidakkah dia sadar selama ini membawa bahaya di dalam rumah tangga kami? Dia telah membuka pintu untuk penghancur istana kami. "Mas lebih memilih melindungi dia
Read more

18. Hadir Kembali

Empat tahun berlalu, wanita itu kini hadir kembali di kehidupanku. Siapa yang menyangka dia akan hadir dengan status barunya. Wanita simpanan suamiku. Kupikir setelah kepergiannya waktu itu adalah akhir dari segalanya. Nyatanya tidak. Mereka menjalin hubungan terlarang selama tiga tahun dan kini hasil hubungan terlarangnya pun ada. Wanita itu hamil. "Mas, aku ingin pulang ke Bandung," pamitku saat kami hendak istirahat. "Kenapa tiba-tiba, Dek?" "Aku ingin menenangkan diri.""Apa karena kehadiran Nayla? Lalu bagaimana dengan mas? Naura?""Naura libur selama dua pekan dan untuk mas ...."Sengaja kugantung kalimat itu. Rasanya tak sanggup untuk melanjutkan. "Dek-""Sudah ada Nayla yang bisa mengurus mas di sini.""Tapi, Dek, dia sedang hamil."Aku menatapnya tak percaya. Saat aku terluka dan butuh ketenangan pun dia masih memikirkan wanita itu. Bagaimana dengan aku? Jelas aku yang
Read more

19. Getaran yang sama

"Baru tiba?" tanyanya setelah keheningan yang begitu lama. "Iya," jawabku.  Matanya mengarah pada Naura yang sejak tadi memperhatikan kami. Tubuhnya disejajarkan seraya tersenyum manis. Senyum indah yang pernah ada untukku. "Namanya siapa?" tanyanya lembut.  "Naura, Om," jawab Naura seraya mengulurkan tangannya kemudian disambut olehnya.  "Kalau Om?" tanya Naura lagi. "Panggil saja Om Fariz," jawab Fariz seraya tersenyum.  "Pasti temannya bunda, ya?" Senyum di wajahnya seketika memudar tergantikan raut wajah yang tampak sedih.  "Iya, cantik, om temannya Bunda sejak SMA sampai kuliah." "Wah lama dong, Om?"  Aku yang sejak tadi hanya sebagai penonton keakraban mereka gegas mencari nomor Abah.  Mereka terus bercerita satu sama lain hingga keakraban terjalin di antara mereka. Naura yang antusias bercerita tentang perjalanannya sedangkan Fariz terus menyimak ocehan N
Read more

20. Andai saja

"Neng, abah mau ngobrol dulu sama kamu. Boleh?" tanya Abah saat aku tengah merapikan meja makan. "Baik, Abah. Ainun bereskan semua ini dulu ya.""Abah tunggu kamu di ruang kerja abah." Aku pun mengangguk seraya tersenyum. Menit berlalu, setelah semua dibersihkan aku melangkah ke ruang kerja abah. Kuputar gagang pintu kemudian sedikit mendorong daun pintu. Tampaklah sosok ayah yang tengah serius membaca surat kabar. "Abah," tegurku pelan. "Sini, Nak!" Aku melangkah mendekatkan diri. Ekor mataku menangkap bingkai foto yang berdiri tegak di atas meja kerja. Foto ketika aku masih berusia sepuluh tahun tengah memeluk erat Abah dan Umi. "Atuh duduk, Neng! Kenapa malah bengong?" goda Abah. Aku terkesiap tersenyum kaku kemudian mendudukkan diri di kursi. "Abah mau kamu jujur sama abah.""Iya, Abah.""Apa semua baik-baik saja?" Aku mengerutkan kening tak mengerti. "Abah ini ayah ka
Read more
PREV
123456
...
14
DMCA.com Protection Status